"Jadi dari sana, melihat kemanfaatannya, ya kita di desa apa sih dasar kita kalau kita tidak menerima. Karena tujuannya untuk mewujudkan energi bersih," kata Suka saat ditemui detikBali di kantornya, Kamis (7/7/2022).
Suka menuturkan, awalnya pihak Perusahaan Daerah (Perusda) Provinsi Bali datang ke Desa Adat Sidakarya dan menyampaikan akan melakukan pembangunan terminal LNG di wilayah pesisir. Saat itu, pihaknya di Desa Adat Sidakarya kemudian menanyakan apa maksud dan tujuan dari pembangunan terminal LNG tersebut.
Setelah mendengar cerita awal dari pihak Perusda Bali, pihaknya berpikir bahwa tujuan pembangunan tersebut bagus, yakni untuk memenuhi kebutuhan energi di Bali. Terlebih saat itu diceritakan bahwa kelistrikan Bali saat ini sangat tergantung dengan pembangkit dari Jawa.
"Jadi dengan adanya wacana atau informasi dari Perusda bahwa di Bali ini akan dibangun pembangkit listrik dengan tenaga yang ramah lingkungan dengan menggunakan LNG. Sedangkan untuk terminalnya supaya bisa dia operasi listrik kan perlu terminal atau tempat penyimpan gas, supaya tidak mengangkut gasnya dari tengkuk itu langsung ke sini kan susah," kata dia
"Kita paham seperti itu, tujuannya dulu kita lihat. Dari tujuannya ini bagus berarti kita Bali bisa akan mewujudkan mandiri energi khususnya di kelistrikan bagaimana. Nah itu dari sana kita melihat," imbuhnya.
Suka mengatakan, saat sosialisasi memang sudah dikatakan bahwa terminal LNG yang rencananya dibangun di wilayah Desa Adat Sidakarya akan memanfaatkan lahan mangrove Tahura Ngurah Rai. Meski berstatus sebagai hutan yang dilindungi, dijelaskan bahwa ada bagian-bagian tertentu yang bisa dimanfaatkan.
Sementara itu, jika berbicara mengenai dampak yang ditimbulkan akibat pembangunan terminal LNG tersebut, Suka menilai bahwa hal tersebut lumrah terjadi. Meski demikian, harus dilihat mana yang lebih besar antara dampak positif dengan negatif.
Terlebih, dari sosialisasi yang dilakukan oleh Perusda Bali bahwa hutan mangrove yang dimanfaatkan untuk terminal LNG tersebut hanya seluas 3 hektare. Luasan tersebut sangat kecil dibandingkan manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan energi di Bali.
"Tapi kalau kita bicara tentang dampak, napi (kenapa) sih yang kita lakukan pasti berdampak. Jangankan pembangunan yang besar, coba kita bangun warung kecil saja pasti berdampak. Setidaknya di depan pasti akan terganggu sedikit, tapi kan kita melihatnya antara dampak positif dan negatif yang mana lebih dominan," kata dia.
"Jadi pada prinsipnya melihat asas manfaatnya, kita di desa sih setelah disosialisasikan nika kita parum (rapat) bagaimana pendapat masyarakat kita, ternyata masyarakat kita sangat-sangat cumpu (setuju) karena dilihat seperti itu juga kemanfaatannya," jelasnya.
Di sisi lain, Suka menyebut bahwa sebenarnya Bali sudah lama berharap untuk bisa mandiri energi. Salah satu wilayah yang pernah direncanakan untuk dieksplorasi demi energi yakni di kawasan Bedugul, Kabupaten Tabanan dan beberapa wilayah lain.
Saat ini, dirinya mengaku bersyukur bahwa sudah ada LNG sebagai solusi energi di Bali tanpa adanya eksplorasi secara langsung terhadap alam. Sebab LNG yang dipakai untuk energi listrik ini didatangkan dari luar.
"Kalau dumun kan rencana ada pengeboran segala macam di Bedugul nika, mangkin kan gas nika teke (datang) dari luar, cuma tongosne gen (tempatnya saja) di Bali," ungkapnya.
Menurut Suka, jika seandainya terminal LNG di tempat atau di lokasi lain, sudah pasti juga berdampak terhadap yang bersangkutan. Misalnya, jika terminal LNG ditempatkan di wilayah Celukan Bawang, sudah pasti juga akan berdampak terhadap wilayah tersebut.
Hanya saja, kata Suka, untung-rugi dari keberadaan terminal LNG tersebut juga harus dipikirkan. Jika seandainya di tempatkan di wilayah Celukan Bawang maka juga akan menyebabkan biaya akomodasi yang lebih tinggi karena lokasinya yang jauh pada saat pengangkutan.
Sementara jika lokasinya di wilayah Denpasar, meski harus membabat mangrove seluas 3 hektare, baginya hal itu tidak sebanding dengan manfaat yang diberikan demi kemandirian energi di Bali.
"Kalau (terminal LNG dibangun) diriki (di sini) berdampak juga kan mengurangi luas lahan yang akan dipakai kan 3 hektare, ten je konyang (tidak semua) daerah itu dipakai. 3 hektare pun tidak akan semua dipakai, kan ada bangunan-bangunan kemudian ada juga tanaman-tanaman masih di sela-sela nika," jadnya.
"Apalagi kita dengar komitmen dari DEB kan istilahnya lahan yang akan dipakai akan dikembalikan dengan penanaman mangrove yang lebih banyak lagi. Ya kita kan nggak ada alasan kita ini (untuk menolak terminal LNG)," tegas Suka.
(nor/nor)