Nelayan Tolak Terminal LNG di Mangrove karena Trauma Reklamasi Serangan

I Wayan Sui Suadnyana - detikBali
Kamis, 07 Jul 2022 10:40 WIB
Halaman ke 1 dari 2
Ketua Kelompok Nelayan Pica Segara Sanur I Nyoman Dana Atmaja saat ditemui detikBali di Pantai Mertasari, Desa Adat Intaran, Rabu (6/7/2022). Foto: I Wayan Sui Suadnyana
Denpasar -

Nelayan di Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali turut menolak rencana proyek terminal khusus (tersus) gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di kawasan hutan bakau (mangrove). Mereka dengan tegas menolak penempatan lokasi di mangrove, bukan menolak LNG.

"Kami sudah sepakat kami tidak menolak LNG, kami cuma menolak lokasi yang tidak tepat terhadap posisi penempatan," kata Ketua Kelompok Nelayan Pica Segara Sanur I Nyoman Dana Atmaja saat ditemui detikBali di Pantai Mertasari, Desa Adat Intaran, Rabu (6/7/2022).

Dana menuturkan, pihaknya di Kelompok Nelayan Pica Segara Sanur turut menolak keberadaan lokasi terminal LNG karena trauma dengan proyek reklamasi Pulau Serangan. Reklamasi Pulau Serangan yang melakukan pengerukan (dredging) sangat dirasakan dampaknya oleh nelayan Sanur.

"Kami sudah merasakan saat adanya reklamasi (Pulau Serangan) yang terjadi dulu. Reklamasi serangan kami sangat merasakan sekali dampak daripada dredging itu. Nah sekarang kalau wacananya seperti itu sama ini dalam juga pembuatan dredging juga artinya pengerukan, nah dampaknya terhadap kami jelas," ujar Dana.

Reklamasi Pulau Serangan menimbulkan debu di bawah laut yang luar biasa dan tidak serta-merta bisa hilang begitu saja. Debu akibat pengerukan reklamasi Pulau Serangan berpengaruh hampir selama empat tahun.

Dana mengungkapkan, pengaruh debu tersebut menyebabkan nelayan pesisir kesulitan mencari ikan. Sebab, secara otomatis ikan tidak ada yang keluar karena lokasinya di pesisir pantai tidak layak ditempati. Selain itu, tanaman di bawah laut juga mati akibat tertimbun debu. Situasi yang serupa ditakutkan terjadi lagi oleh nelayan Sanur jika terdapat proyek terminal LNG.

"Nah kalau itu terjadi lagi otomatis kami merasakan lagi derita. Padahal ini baru mulai tahun 2017 mulai pulih kembali, tapi dalam konteksnya bukan pulih secara sempurna karena baru perlahan-lahan," tuturnya.

Dana menuturkan, baru beberapa hari lalu dirinya bersama masyarakat lain di Desa Sanur Kauh turun untuk melakukan penanaman terumbu karang. Saat itu, dirinya menjumpai baru mulai tumbuh berbagai terumbu karang yang lebih dekat dari kawasan pesisir.

"Itu baru mulai di kelihatan jentik-jentiknya, yang di bawah seperti (terumbu karang jenis) polip-polip yang kami bilang dulu itu. Itu baru sekali kami melihat ada pertumbuhan. Nah otomatis kan begitu start baru seperti itu nanti ada wacana seperti ini (proyek terminal LNG), kalau terjadi itu, kami pasti menderita lagi. Nah itu yang kami tidak mau. Itulah alasan kami sebenarnya tidak setuju," jelasnya.




(nor/nor)
HALAMAN SELANJUTNYA
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork