Ni Ketut EY (2) menangis keras ketika detikBali menyambangi kediamannya di Banjar Dinas Sanggem, Desa Sangkan Gunung, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, Bali, Sabtu (2/7/2022). Bocah malang yang menderita tumor ganas di leher itu digendong oleh ibunya Ni Wayan Sariani (38) yang berusaha menenangkan supaya berhenti menangis.
"Memang tiap hari selalu tangis anak saya. Ditinggal sebentar saja sudah langsung nangis. Jangankan ditinggal, kadang salah posisi menggendong saja sudah langsung nangis," kata Sariani sambil terus coba menenangkan anaknya.
Sariani menuturkan, anaknya itu terlahir normal tanpa ada cacat sedikitpun. Namun, menginjak usia 7 bulan, mulai muncul benjolan kecil di lehernya. Dua bulan kemudian, benjolan tersebut semakin membesar hingga seukuran buah rambutan. Khawatir terjadi sesuatu, Ni Ketut EY akhirnya diperiksakan ke salah satu rumah sakit di Kabupaten Klungkung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemeriksaan medis, ternyata Ni Ketut EY terkena tumor ganas di leher. Jika tidak segera dioperasi, dokter menyebut benjolan tersebut akan semakin besar. Sariani dan suaminya I Wayan Mardika memutuskan untuk melakukan tindakan operasi menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.
"Setelah selesai melakukan operasi tersebut, selang 2 bulannya lagi kembali muncul benjolan. Tapi kali ini benjolannya bukan hanya satu, tapi ada beberapa benjolan. Saat coba diperiksakan kembali ke rumah sakit, dokter tidak berani melakukan tindakan operasi," kata Sariani.
Ni Ketut EY kemudian dirujuk ke salah satu rumah sakit yang ada di Kabupaten Gianyar. Namun, pihak rumah sakit juga tidak berani melakukan tindakan hingga akhirnya dirujuk kembali ke RSUP Sanglah. Setelah melakukan pemeriksaan di RSUP Sanglah, ternyata dokter juga tidak berani melakukan tindakan operasi terhadap bocah malang itu karena benjolannya tidak hanya satu.
"Jika dilakukan operasi sekalian juga tidak memungkinkan, karena anak saya masih sangat kecil. Sehingga sejak itu, diputuskan untuk dilakukan kemoterapi sampai saat ini. Tapi benjolan yang ada di leher anak saya juga terus membesar," kata Sariani.
Selain rutin melakukan kemoterapi ke RSUP Sanglah, Ni Ketut EY juga wajib melakukan kontrol setiap 5 hari sekali. Sariani bersyukur karena untuk mengantar sang buah hati ke RSUP Sanglah sudah ada mobil antar jemput pasien (AJP) milik Pemerintah Kabupaten Karangasem.
"Sejak awal melakukan kontrol ke RSUP Sanglah sudah 12 kali anak saya menjalani kemoterapi, dan setelah menjalani kemoterapi pasti anak saya selalu dirawat paling singkat 5 hari. Bahkan waktu ini sempat dirawat sampai 21 hari di RSUP Sanglah," kata Sariani.
Wayan Mardika, ayah dari Ni Ketut EY, juga mengatakan kesulitan dengan biaya hidup selama mengantar anaknya ke RSUP Sanglah. Ia merasa cukup beruntung karena ada beberapa relawan yang sempat memberikan bantuan. Namun demikian, ia tetap merasa kesulitan karena harus menanggung orang tua dan juga anak-anaknya di kampung.
"Saya sudah tidak bisa bekerja maksimal karena lebih sering mengurus anak berobat ke sana ke mari. Dulu saya sempat pelihara sapi, tapi sekarang sudah dijual untuk biaya hidup sehari-hari," kata Mardika sembari menyebut dirinya sempat berhutang ke tetangga.
Sariani menambahkan, ia dan suami telah berusaha maksimal agar anaknya sembuh. Tak hanya secara medis, ia juga sempat membawa anaknya ke orang pintar atau balian dengan harapan bisa sembuh. Sariani dan suaminya berharap ada orang baik yang bersedia membantu keadaannya saat ini.
"Saya sudah pasrah dengan keadaan anak saya ini. Kadang kasihan juga melihatnya karena terus-terusan menangis," kata Sariani sembari meneteskan air mata.
(iws/iws)