PT Dewata Energi Bersih (DEB) berkukuh untuk tidak memindahkan lokasi pembangunan terminal khsusus (tersus) liquefied natural gas atau LNG ke tempat lain. Meski rencana lokasi pembangunan LNG di kawasan mangrove mendapat pertentangan, PT DEB berjanji akan berkontribusi dan bertanggungjawab terhadap dampak-dampak yang dikhawatirkan Desa Adat Intaran serta Walhi Bali.
Humas PT DEB Ida Bagus Ketut Purbanegara menegaskan pihaknya siap membuat nota kesepakatan (MoU) dengan Desa Adat Intaran. Pun terkait kekhawatiran terjadinya abrasi yang disebut berdampak terhadap keberadaan Muntig Siokan, milik Desa Adat Intaran.
"Semua sudah kami siapkan. Dan khusus untuk Desa Adat Intaran, kami siap berkontribusi," kata Purbanegara kepada detikBali, Selasa (28/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Purbanegara menegaskan, pihaknya sudah memastikan bahwa pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai dengan luasan 3 hektar. Ia menyebut rencana pembangunan LNG itu telah berdasarkan berbagai pertimbangan teknis, ekonomis, sosial, dan lingkungan.
"Semua sudah kami pertimbangkan. Bahwa ada masalah sosial yang sampai saat ini belum terselesaikan, khusus di Intaran, ya mohon maaf. Jangan kemudian bahwa ini harus go and don't go karena Intaran. Ini bukan karena saya tidak menghargai saudara di Intaran, ya," kata Purbanegara.
Menurut Purbanegara, lokasi pembangunan LNG di kawasan hutan mangrove itu ditopang oleh beberapa desa lainnya seperti Sidakarya, Serangan, Sesetan, Benoa.
"Ini kan yang terdampak Intaran, Serangan. Nah, bagaimana yang empat ini menyetujui pendapat kita yang berbeda dengan Intaran? Ini perlu dipertimbangkan," ungkap Purbanegara.
Ia mengaku yakin ada celah untuk tetap melaksanakan proyek ini tanpa mengganggu ekosistem lingkungan. Karena itu, pihaknya telah mempersiapkan data-data yang dikhawatirkan oleh Desa Adat Intaran dan para aktivis lingkungan.
"Kami dari PT DEB sudah menyiapkan orang dan data bahwa di sana itu bukan jalur kawasan terumbu karang," tandasnya.
Baca 'Tempuh jalur niskala' di halaman selanjutnya...
Sebelumnya, krama (warga) Desa Adat Intaran menempuh jalur niskala untuk menolak pembangunan terminal khusus gas alam cair atau LNG yang rencananya dibangun di pesisir Desa Sidakarya, Denpasar. Jalur niskala ditempuh dengan melakukan persembahyangan di Pantai Mertasari, Desa Sanur Kauh bertepatan dengan rahina Tilem Sasih Sada.
Bendesa Adat Intaran I Gusti Agung Alit Kencana mengatakan, jalur niskala ditempuh oleh krama Desa Adat Intaran guna memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pemimpin-pemimpin di Bali diberikan pemikiran yang jernih. Dengan begitu, pembangunan LNG diharapkan tidak lagi dilakukan di kawasan atau dekat mangrove.
Baca juga: Terminal Gas di Hutan Mangrove Bali |
"Kami meminta restu kepada Tuhan Yang Maha Esa, sama Beliau, sama Ida Bhatara dalam rangka bagaimana pemimpin kita diberikan pemikiran yang jernih lah untuk menghentikan, untuk penolakan (LNG) ini biar betul-betul diberikan, jangan di sini lagi lah," kata Alit Kencana saat ditemui wartawan di Pantai Mertasari, Selasa (28/6/2022).
Alit Kencana menceritakan warga Desa Adat Intaran sangat resah dengan adanya rencana pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove tersebut. Krama resah memikirkan nasib daerahnya dan dampaknya bagi warga Desa Adat Intaran di masa yang akan datang.
"Karena kan sekali sudah rusak, puluhan tahun juga belum tentu bisa kembali. Ini yang menjadi masalah buat kita semua. Karena bukan hanya kami. Mungkin saja akan bisa (dampaknya) menjalar ke daerah lain, ke tempat-tempat daerah lain," imbuhnya.
Simak Video "Video: Gegara Jalur Rusak, Turis Asing Cedera Saat Jogging di Pantai Kuta"
[Gambas:Video 20detik]
(iws/iws)