Bendesa Adat Intaran I Gusti Agung Alit Kencana mengatakan, jalur niskala ditempuh Krama Desa Adat Intaran guna memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pemimpin-pemimpin di Bali diberikan pemikiran yang jernih. Lewat pemikiran yang jernih, pembangunan LNG diharapkan tidak lagi dilakukan di kawasan atau dekat mangrove.
"Kami meminta restu kepada Tuhan Yang Maha Esa, sama Beliau, sama Ida Bhatara dalam rangka bagaimana pemimpin kita diberikan pemikiran yang jernih lah untuk menghentikan, untuk penolakan (LNG) ini biar betul-betul diberikan, jangan di sini lagi lah," kata Alit Kencana saat ditemui wartawan di Pantai Mertasari, Selasa (28/6/2022).
Alit Kencana menuturkan, pihaknya sebenarnya telah melakukan upaya secara sekala dalam penolakan terminal LNG di kawasan mangrove. Upaya sekala itu diawali dengan pemasangan baliho pada Minggu (19/6/2022) dan datang ke DPRD Bali pada Selasa (21/6/2022). Setelah melakukan upaya sekala, kini penolakan ditempuh lewat jalur niskala.
"Selain sekala, kami juga melakukan kegiatan niskala (yaitu) nunas ica kepada Ida Bhatara khususnya yang di segara, berkaitan dengan Segara Kertih, artinya karena rencana pembangunan terminal itu ada di laut juga," jelas Alit Kencana.
"Nah inilah kami memohon kepada Beliau untuk diberikan jalan, diberikan pikiran yang jernih kepada pemimpin-pemimpin untuk melihat apa yang akan mereka lakukan dan apa akibat yang akan terjadi," tambahnya.
Menurut Alit Kencana, rencana pembangunan terminal LNG juga akan dilakukan di laut. Hal tersebut akan menghancurkan terumbu karang kurang lebih sekitar lima hektare. Pembangunan tersebut akan menghancurkan barrier di tengah laut yang berfungsi sebagai pemecah ombak dan tsunami.
"Nah kalau (barrier) itu yang mau dihancurkan untuk memuluskan LNG, nah (nasib) kami bagaimana? Kami sebagai masyarakat yang berdomisili di pesisir merasa resah, merasa takut akan hal itu kalau sampai hal itu betul-betul terjadi," ungkap Alit Kencana.
Oleh karena itu, pihaknya mengajak masyarakat Desa Adat Intaran untuk nunas ica agar semuanya diberikan jalan yang terbaik, yakni pembangunan terminal LNG dipindahkan ke kawasan Benoa.
Alit Kencana menuturkan, dalam upaya menempuh jalur niskala ini tidak semua masyarakat Desa Adat Intaran ikut. Ada lima banjar yang tidak bisa bergabung karena ada upacara di lokasi lain. Meski demikian, pihaknya tetap menjalankan ritual niskala tersebut.
"Jadi ada lima banjar yang tidak bisa ikut. Walaupun seperti itu, kami tetap berjalan karena ini hari baik. Di Bali kan Anda tahu, kalau hari baik satu ada upacara di tempat lain juga ada upacara lainnya seperti itu," paparnya.
Di sisi lain, Alit Kencana menceritakan, warga Desa Adat Intaran sangat resah dengan rencana pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove tersebut. Pihaknya terus berpikir bagaimana nasib daerahnya dan dampak bagi warga Desa Adat Intaran ke depan. Sebab, bila pembangunan itu dipaksakan, maka disinyalir akan memberikan dampak hingga puluhan tahun.
"Karena kan ini kalau sekali itu sudah rusak kan puluhan tahun juga belum tentu bisa kembali. Ini yang menjadi masalah buat kita semua. Karena kan bukan hanya kami. Mungkin saja akan bisa menjalar ke daerah lain ke tempat-tempat daerah lain," ujarnya.
(irb/irb)