Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan akan membentuk tim gabungan operasi penertiban. Hal ini guna memastikan para pelaku pariwisata dapat melaksanakan kebijakan dan arahan pemerintah daerah setempat dengan disiplin.
Terdapat 15 poin kebijakan dan arahan yang wajib dilaksanakan para pelaku pariwisata Bali, diantaranya melaksanakan standar penyelenggaraan kepariwisataan budaya Bali sebagai pelaksanaan Perda Bali Nomor 5 Tahun 2020. Kemudian melaksanakan tata kelola pariwisata Bali sebagai pelaksanaan Pergub Nomor 28 Tahun 2020, menggunakan aksara Bali pada papan nama, ruangan dan fasilitas usaha pariwisata sebagai pelaksanaan Pergub Nomor 80 Tahun 2018.
Menggunakan busana adat Bali setiap hari Kamis, Purnama dan Tilem sebagai pelaksanaan Pergub Bali Nomor 79 Tahun 2018. Kemudian mengenakan busana berbahan kain tenun endek atau kain tenun tradisional Bali setiap hari Selasa. Berikutnya menggunakan produk minuman arak dan minuman olahan berbahan arak Bali sebagai pelaksanaan Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelaku pariwisata juga diminta memanfaatkan produk garam tradisional Bali, tidak menggunakan plastik sekali pakai, mengelola sampah berbasis sumber, menggunakan pembangkit listrik tenaga surya atap bangunan dan sebagainya.
Pernyataan tersebut ia sampaikan pada Selasa (31/5/2022) lalu di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Denpasar.
Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Bali, Yoga Iswara kepada detikBali, mengungkapkan pihaknya sangat mendukung adanya kebijakan tersebut. "Teman-teman GM juga sudah mulai memberlakukan kebijakan atau peraturan tersebut," ujar Yoga Iswara pada Jumat (3/6/2022).
Adapun jumlah General Manager yang bernaung dalam IHGM Bali saat ini, yaitu sebanyak 192. Sementara untuk jumlah kamar hotel di Bali saat ini kurang lebih 150 ribu kamar.
Ia juga menambahkan, Pemerintah Provinsi Bali saat ini sedang menata kembali pondasi Bali melalui program-program yang dirancang untuk memperkokoh kebudayaan Bali melalui peningkatan perlindungan, pembinaan, pengembangan dan pemanfaatan nilai nilai adat, agama, tradisi, seni dan budaya Krama Bali.
Dirinya menilai hal tersebut dilakukan karena sudah terjadi degradasi budaya yang dapat merongrong Taksu Bali yang menjadi pesona dan roh dari Bali itu sendiri termasuk pariwisata.
"Pariwisata yang menjadi sektor unggulan di Bali tentunya sangat mendukung setiap upaya yang dilakukan dalam penguatan budaya Bali yang sejatinya menjadi daya tarik utama Bali dibandingkan kompetitor lainnya," jelasnya.
Ia menuturkan, banyak destinasi lainnya yang memiliki pantai lebih menawan dari Bali, atau banyak destinasi yang memiliki keindahan alam yang lebih baik dari Bali.
"Bahkan banyak destinasi lainnya yang memiliki wisata kuliner yang lebih enak dari Bali, namun yang tidak bisa ditiru oleh destinasi lainnya adalah budaya Bali itu sendiri karena sangat unik, dan luhur," ungkap lulusan Doktor Pariwisata Udayana tersebut.
Dirinya pun berharap dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, pelaku pariwisata tidak menjadikannya sebagai beban.
"Seperti ibaratnya Pulau Bali itu adalah angsa yang bertelur emas, kita boleh menikmati telur emas tersebut namun jangan lupa kewajiban reciprocal kita, yaitu menjaga dengan baik angsanya. karena sesungguhnya tugas kita selaku pengelola atau pengusaha yaitu mendapatkan profit dan sekaligus menjaga destinasi Bali itu sendiri. Termasuk budaya, alam dan manusia Bali yang menjadi dasar Taksu Bali, sehingga proses ini bisa tetap berjalan berkelanjutan," tambahnya.
(nor/nor)