4 Dekade di Bali, Peter Dittmar Persembahkan Pameran Artistik-Spiritualis Asia

Ni Komang Ayu Leona Wirawan - detikBali
Sabtu, 25 Okt 2025 20:43 WIB
Foto: Pembukaan Peter Dittmar Art Space di Tonyraka Art Gallery Ubud, Sabtu (25/10/2025). (Ni Komang Ayu Leona Wirawan)
Gianyar -

Peter Dittmar, pelukis kawakan berdarah Jerman resmi membuka ruang pameran permanen di Galeri Tonyraka Ubud, Sabtu (25/10/2025). Sebuah tonggak baru bagi pria berusia 80 tahun itu setelah malang melintang dari pameran ke pameran selama dirinya hidup di Bali sejak 1982.

Dengan latar belakang Euro-Jermannya yang bertransformasi bersama sisi spiritualis Asia, Peter menawarkan karya seni rupa yang ia namai Abstract Expressionism. Setiap karyanya berasal dari luapan energi spontan atas refleksi maupun kritik sosial terhadap sekitarnya.

Pembukaan Peter Dittmar Art Space di Tonyraka Art Gallery Ubud, Sabtu (25/10/2025). (Ni Komang Ayu Leona Wirawan)

"Saya sangat mencintai Bali. Saya meninggalkan kemapanan hidup di Jerman, saya merasakan Bali lebih dari itu. Ketika berkarya di negara lain, terasa berbeda. Seperti karya saya soal perang di Palestina. Saya melihat Indonesia sangat mendukung Palestina dengan menghadirkan rumah sakit dengan biaya sendiri. Lantas saya torehkan di kanvas secara abstrak," tutur Peter dalam Konferensi Pers Pembukaan Peter Dittmar Art Space, Sabtu (25/10/2025).

Peter mempunyai kritik tersendiri terhadap Eropa yang perjuangan politiknya cenderung bermuara pada perang. Sedangkan, seniman yang berkarya puluhan tahun di Bali ini mencari rujukan yang menghidupkan dan berkoneksi. Semua ditemukannya dalam konsep-konsep dari Asia seperti Sunyata dalam Buddhisme, Rwa Bhineda dan Ana/Tan Ana dalam Hindu, Teknik Chi dalam budaya Cina dan Zen dalam budaya Jepang yang kemudian menjadi sumber inspirasi.

"Peter Dittmar menawarkan sikap mawas diri universal, mengadopsi jalur inspirasi Buddhis tanpa secara formal mengidentifikasi diri sebagai seorang Buddhis," kata Budayawan, Jean Couteau.

Beberapa nampak dalam lukisannya di atas kain merang (kain bercorak kuning dari tangkai padi yang mengering). Semuanya digoreskan membentuk kaligrafi abstrak dengan warna merah dan hitam. Peter menjelaskan bahwa warna merah simbolik energi perempuan, sementara warna hitam simbolik energi laki-laki yang bersatu dalam konsep Yin dan Yang dalam budaya Cina maupun Rwa Bhineda dalam konsep Hindu.

Lukisan lainnya, berupa lingkaran dengan warna berbeda-beda yang media kanvasnya terbelah menjadi beberapa bagian. Dimaksudkan bahwa potongan-potongan yang dimiliki penikmat seni, Peter berujar, akan membuat mereka merasa terkoneksi meski berasal dari negara yang berbeda.

Pembukaan Peter Dittmar Art Space di Tonyraka Art Gallery Ubud, Sabtu (25/10/2025). (Ni Komang Ayu Leona Wirawan)

Hingga saat ini, penikmat karya Peter Dittmar didominasi negara lain. Sebagian besar lukisannya diekspor. Meski begitu, seniman yang tinggal di Sayan, Ubud ini tidak kapok. Dirinya optimis bahwa akan ada masyarakat lokal yang menikmati sisi artistik-spiritualnya.

"Peter mau berterima kasih ke Bali. Karena bermula dari Bali, dirinya bisa mengeksplor seninya hingga ke berbagai negara. Walau kurang apresiasi dari lokal, tapi itu yang kemarin dan dulu. Masih ada harapan dari generasi sekarang untuk bisa mengapresiasi lebih baik," ujar pemilik Tonyraka Art Gallery, Tony Hartawan.

Tony berharap Peter Dittmar Art Space tidak menjadi sebatas ruang pameran, melainkan juga panggung untuk diskursus tentang globalisasi, identitas, dan seni kontemporer yang melampaui batas geografis.



Simak Video "Video: Unyu! Ada Gracia dan Fiony JKT48 Versi Miniatur"

(nor/nor)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork