Bali Makin Banyak Punya Rumah Keadilan Restoratif

detikBali Awards 2025

Bali Makin Banyak Punya Rumah Keadilan Restoratif

Aryo Mahendro - detikBali
Kamis, 20 Mar 2025 15:47 WIB
Kajati Bali Ketut Sumedana saat memimpin apel di kantor Kejati Bali, Denpasar, beberapa waktu lalu.
Foto: Kajati Bali Ketut Sumedana saat memimpin apel di kantor Kejati Bali, Denpasar, beberapa waktu lalu. (Dok. Kejati Bali)
Denpasar -

Bali akan memiliki lebih banyak lagi rumah restorative justice (RJ) atau keadilan restorasi. Rumah keadilan restoratif (restorative justice/RJ) akan dibangun di Kabupaten Tabanan. Pembangunan rumah RJ itu dimulai pada 26 Maret 2025. Penyelesaian kasus dengan RJ memang menjadi salah satu atensi Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali Ketut Sumedana.

Rumah RJ di Tabanan akan menjadi yang ke-4 setelah di Kabupaten Bangli, Kabupaten Klungkung, dan Kabupaten Karangasem. "(Rumah RJ ke-2) ini tanggal 26 (Maret). Di Kabupaten Tabanan," kata Sumedana saat ditemui detikBali di kantornya, Rabu (19/3/2025).

Sumedana mengatakan banyak sengketa perdata dan pidana yang terjadi di Tabanan. Ada juga pelbagai macam sengketa adat yang terjadi di Tabanan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rumah RJ tersebut nantinya menjadi tempat penyelesaian permasalahan apa pun dalam ranah pidana dan perdata. Rumah RJ itu juga akan meringankan beban bendesa adat dalam menangani perselisihan terkait adat di Tabanan.

"Jadi kalau (ada masalah) adat jangan dipendam. Dan jangan bendesa adatnya yang selalu dibebani. Masyarakat sedang susah juga jangan terlalu dibebani," kata Sumedana.

ADVERTISEMENT

Dia berharap rumah RJ di Tabanan dapat menyelesaikan masalah dengan cepat, murah, dan mudah. Rumah RJ di Tabanan dapat menjadi solusi bagi warga yang berselisih atau bersengketa.

"Siapa yang hadir? Jaksa. Kalau, butuh orang yang netral, jaksa hadir di sana. Kami beri pandangan (hukum). Daripada semua ujung-ujungnya ke pengadilan," kata kajati yang menjabat sejak Februari 2024 itu.

Setelah di Tabanan, pembangunan rumah RJ akan menyusul di Kabupaten Gianyar, Kabupaten Badung, Kota Denpasar, dan Kabupaten Jembrana.

"Kami maunya semua desa harus punya (rumah RJ)," katanya.

Sumedana mengatakan rumah RJ sejatinya lahir dari upaya penyelesaian masalah yang berkonsep saling diuntungkan. Upaya penyelesaian masalah atau perkara itu dilakukan di luar peradilan di pengadilan.

Karena belum masuk ke peradilan, upaya penyelesaian masalah seperti itu, dapat dilakukan secara humanis kepada pihak yang berselisih atau bermasalah.

Sumedana mengatakan rumah RJ sudah ada dasar hukumnya. Yakni, Pasal 140 KUHAP dan dikuatkan dengan Undang-Undang (UU) Kejaksaan Nomor 11 Tahun 2021. Dulunya, rumah RJ hanya menangani perkara perdata saja.

"Jadi, penegakan hukum dapat dilakukan di luar peradilan dengan konsep saling menguntungkan," tegas mantan Kapuspenkum Kejagung itu.


Penerapan RJ di Bali

Sumedana mengatakan penerapan RJ di Bali tidak terlalu sulit. Karakter masyarakat Bali, yang menjunjung tinggi adat dan budaya, menjadi modal pendirian rumah RJ di tiap desa.

"Mereka akan memilih damai. Karena masyarakat Bali terlalu sibuk untuk mengurus perselisihan atau sengketa antarwarga di pengadilan," kata Sumedana.

Karenanya, berdasarkan karakteristik warga Bali itu, rumah RJ sangat dibutuhkan di Pulau Dewata. Sumedana mengaku dirinya berharap ada rumah RJ secara independen di tiap desa di Bali.

"Tidak perlu sampai ke Kejaksaan Agung. Karena perkaranya kecil-kecil," katanya.

Meski begitu, tetap ada batasan, kasus mana saja di Bali yang memang harus diproses pidana. Salah satunya, kasus penistaan agama yang terjadi saat Hari Raya Nyepi 2023 di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali.

"Karena itu hal yang sangat sensitif di Bali. Yang di Desa Sumberklampok itu sampai ke Mahkamah Agung. (Terdakwa) diputus empat bulan penjara," kata mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.


Eksistensi Rumah RJ Sesuai Budaya Bali


Ahli hukum pidana Universitas Udayana, Gde Made Suardana, mengatakan eksistensi rumah RJ di Bali sesuai adat dan budaya. Dia mengatakan dalam menyelesaikan perselisihan, secara adat Bali dikenal dengan istilah paras paros dan salunglung sabayantaka.

"RJ hanyalah istilah asing digunakan dalam konteks menyelesaikan secara adat. Paras paros dan salunglung sabayantaka. Secara adat di Bali itu sudah dikenal. Jadi RJ merupakan representasi dari pelaksanaan adat di Bali," kata Suardana.

Dia mengatakan RJ berfungsi memulihkan ke keadaan atau kondisi semula yang tidak sesuai akibat adanya perselisihan atau tindak pidana. Cara yang ditempuh biasanya dengan menggelar pertemuan antara penegak hukum, pejabat pemerintahan setempat, korban, dan pelaku.

"Untuk bersama-sama menyelesaiakan persoalan itu secara baik-baik dan damai," jelasnya.

Ada alasan dan pertimbangan dilakukan RJ terhadap sebuah perkara. Yakni, menghindari penumpukan perkara dan pembeludakan kapasitas lembaga pemasyarakatan.

Adapun syarat penyelesaian sebuah perkara yang layak ditempuh melalui RJ adalah permasalahan atau tindak pidananya tidak dalam ancaman penjara di atas dua tahun. Lalu, kerugian korban juga tidak melebihi Rp 2,5 juta.




(hsa/gsp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads