Sungai Watch: Menjaga Perairan Bali dari Serbuan Sampah

detikBali Awards 2025

Sungai Watch: Menjaga Perairan Bali dari Serbuan Sampah

Ni Made Lastri Karsiani Putri - detikBali
Kamis, 20 Mar 2025 12:22 WIB
Para relawan Sungai WatchΒ saat membersihkan sampah diΒ salah satu sungai di Bali. (Foto: Dok.Β Sungai Watch)
Para relawan Sungai WatchΒ saat membersihkan sampah diΒ salah satu sungai di Bali. (Foto: Dok.Β Sungai Watch)
Denpasar -

Para relawan Sungai Watch berjibaku mengadang serbuan sampah di sejumlah perairan di Pulau Dewata. Mereka bahkan kerap menceburkan diri ke sungai yang keruh kehitaman dan dipenuhi sampah plastik.

Sejak empat tahun berdiri, komunitas peduli lingkungan ini telah menangani lebih dari 200 titik sungai di Bali. Selain sungai, komunitas ini juga rutin membersihkan kawasan pesisir yang kerap mendapat sampah kiriman.

"Masalah sampah adalah tanggung jawab kita bersama. Kita semua harus terlibat mulai dari mengurangi sampah plastik, membuang sampah dengan benar, hingga mendukung upaya pembersihan sungai dan laut," ungkap Community Manager Sungai Watch Luh Putu Anggita Baruna kepada detikBali, Rabu (19/3/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sungai Watch didirikan oleh Gary Bencheghib dan adiknya, Sam Bencheghib. Pada 2017, abang adik berdarah Prancis itu mengunjungi daerah Jawa Barat. Mereka membuat perahu dari botol bekas untuk mengarungi Sungai Citarum. Selama dua pekan, mereka membersihkan sampah di sepanjang perairan yang berpredikat sungai terkotor di dunia itu.

Tiga tahun kemudian, Gary mendirikan Sungai Watch di Pulau Dewata. Gerakan bersih-bersih sampah di sungai itu menjadi salah satu cara Gary untuk menjaga tanah Bali. Nama Sungai Watch disematkan dengan tujuan agar masyarakat ikut mengawasi sungai.

ADVERTISEMENT

Anggita menuturkan kondisi sampah di Bali saat ini memprihatinkan. Ia menilai ada pergeseran budaya dari yang semula hidup berdampingan dengan alam, kini orang Bali berdampingan dengan sampah.

"Sekarang Bali dipenuhi dengan tumpukan sampah. Kita yang dulu terbiasa hidup berdampingan dengan alam, kini juga terpaksa harus berdampingan dengan sampah," imbuh Anggita.

Menurut Anggita, penyebab utama pencemaran sampah di sungai dan laut Bali adalah kurangnya sistem pengelolaan sampah yang efektif. Selain itu, ia menilai kesadaran lingkungan masyarakat yang rendah serta pola konsumsi plastik sekali pakai yang tinggi.

Pasang Perintang Sampah

Anggita menegaskan penanganan sampah memerlukan aksi nyata. Terlebih, Bali merupakan daerah pariwisata yang mengandalkan daya tarik alam dan budayanya.

Tim Sungai Watch menggunakan metode barrier atau perintang sampah untuk membersihkan sungai. Hingga kini, mereka telah memasang ratusan jaring untuk mengadang serbuan sampah di berbagai sungai di Jawa dan Bali.

"Intervensi melalui pemasangan penghalang sampah di sungai untuk mencegah sampah mencapai laut," ucapnya.

Sungai Watch juga memiliki banyak station. Tempat pemilahan sampah untuk mendukung program daur ulang tersebut tersebar di Bali dan Pulau Jawa.

Anggita menuturkan Sungai Watch sedang merancang beberapa proyek baru pada 2025. Termasuk pengembangan SW Learning Center sebagai media edukasi terkait pengelolaan sampah dan dampaknya terhadap lingkungan.

Selain itu, mereka juga menargetkan bisa memasang barrier sampah lebih banyak di titik perairan lainnya di Indonesia. "Kemudian program edukasi lebih luas di sekolah-sekolah dengan sistem pemilahan sampah dan daur ulang lebih efektif," ujar Anggita.

Anggita mengingatkan agar masyarakat Bali kembali mengingat akar budayanya yang berdampingan dengan alam. Ia pun menyinggung masyarakat Bali dahulu yang dapat hidup tanpa menggunakan dan menghasilkan sampah plastik.

"Mulai dari diri sendiri dengan membuang sampah pada tempatnya, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, serta ikut serta dalam kegiatan bersih-bersih sungai dan pantai. Jika kita semua berkontribusi, Bali bisa tetap menjadi pulau yang indah dan lestari untuk generasi mendatang," pungkasnya.




(iws/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads