Sehari sebelum Hari Raya Galungan, umat Hindu di Bali disibukkan dengan Hari Penampahan Galungan. Penampahan Galungan datang setiap hari Selasa / Anggara Wage Dunggulan. Tahun ini, Penampahan Galungan jatuh pada Selasa 7 Juni 2022.
Penampahan Galungan identik dengan pemotongan babi hingga pemasangan penjor di lebuh (pintu masuk rumah). Menurut tradisi masyarakat Hindu di Bali, saat Penampahan Galungan warga biasanya nampah (memotong hewan) babi, atau bisa juga ayam, itik, dan lainnya. Masyarakat Bali biasanya membuat olah-olahan daging seperti sate, lawar, urutan, pepes, komoh, hingga tum.
Tradisi nampah saat Hari Penampahan Galungan biasanya dilakukan oleh para laki-laki, sementara para perempuan bertugas menyelesaikan berbagai perlengkapan banten (sesajen) untuk dipersembahkan besoknya saat Hari Raya Galungan. Di beberapa daerah, nampah biasanya dilakukan secara patungan atau mepatung oleh warga melalui sekaa (kelompok).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota sekaa nampah saling mengeluarkan iuran, kemudian membeli daging babi, memotong, hingga mengolahnya secara bersama-sama. Masakan atau hasil olahan daging babi itu kemudian dibagi rata dan dibawa ke rumah masing-masing. Tak heran, momen Penampahan Galungan kerap ditunggu-tunggu karena bisa berkumpul dengan saudara, kerabat, teman, sekaligus sebagai ajang kebersamaan menyambut Galungan.
Menurut buku Hari Raya Galungan yang ditulis oleh Dra Ni Made Sri Arwati (1992), penampahan sebagai rangkaian Galungan memiliki dua maksud yaitu sekala dan niskala. Secara sekala, masyarakat melakukan pemotongan terhadap binatang yang akan digunakan sebagai sarana upakara seperti babi.
Sedangkan secara niskala, penampahan bermakna upaya menaklukkan sifat-sifat negatif sebagaimana sifat yang melekat pada babi itu sendiri: rasa malas, kuat makan, bila tidak makan sering ribut-ribut, dan ketika kenyang aktivitasnya tidur lagi. Lugasnya, secara niskala pelaksanaan penampahan bermaksud untuk membunuh sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia.
Setelah kegiatan nampah selesai, selanjutnya dilaksanakan upacara penyucian dengan melaksanakan Bhuta Yadnya, terutama di pekarangan, rumah, termasuk pada seluruh anggota keluarga. Penyucian ini dilaksanakan untuk mengharmoniskan kesejahteraan bhuana agung dan bhuana alit agar mantap merayakan Galungan keesokan harinya. Setelah menggelar upacara Bhuta Yadnya itu, barulah dilanjutkan dengan memasang penjor di depan pintu masuk rumah (lebuh) sebagai tanda kemenangan dharma melawan adharma.
Ada beberapa upakara yang biasanya disiapkan saat Hari Penampahan Galungan, antara lain:
- Untuk di pekarangan rumah, halaman rumah, dan pintu masuk (lebuh) berupa: segehan agung dan nasi sasah berwarna putih, hitam, merah, berisi daging babi serta urab-uraban putih, merah. Upakara juga dilengkapi dengan canang genten, canang biasa, tirtha, dupa, dan tetabuhan.
- Untuk anggota keluarga, upakara yang perlu disiapkan antara lain byakala, prayascita, dan sesayut pemiyak kala.
- Penjor dipasang di lebuh atau pintu masuk rumah, lengkap dengan sanggah, sampyan, lamak, gantung-gantungan, tetandingan dengan pala bungkah, pala gantung, jajan, dan hiasannya.
Upakara dan kebiasaan saat Penampahan Galungan bisa saja dilaksanakan berbeda-beda di setiap daerah. Perbedaan tersebut, menurut filosofi orang Bali tidaklah masalah karena menggunakan konsep desa, kala, patra.
Secara mitologis, saat Penampahan Galungan inilah Sang Kala Tiga dalam wujudnya sebagai Amangkurat diyakini turun ke dunia dan menggoda serta hendak menaklukkan manusia. Oleh karenanya, manusia Bali diajarkan untuk waspada dan mengendalikan hawa nafsu, perkataan, serta perbuatan. Terlebih besoknya adalah Hari Raya Galungan yang merupakan hari kemenangan dharma (kebaikan) dan adharma (kebatilan). Artinya, dharma harus ditegakkan dari dalam diri dengan melawan ego dan pengendalian diri.
Adapun upacara (Bhuta Yadnya) yang dilakukan saat Penampahan Galungan ditujukan kepada Sang Bhuta Amangkurat / Sang Kala Tiga agar beliau kembali ke tempat asalnya. Upacara ini juga untuk memohon agar Sang Bhuta Amangkurat menghentikan godaannya serta memberikan keselamatan agar manusia bisa meneruskan perjuangan menegakkan dharma di dunia.
Upacara pada Penampahan Galungan diakhiri dengan ngayab dan natab yang bermakna memohon agar dilimpahkan karunia berupa keselamatan untuk semua anggota keluarga. Demikianlah makna dan filosofi Hari Penampahan Galungan menurut kebiasaan umat Hindu di Bali.
Sebagai informasi, berikut adalah tanggal-tanggal penting terkait rangkaian Hari Raya Galungan dan Kuningan tahun ini:
- 2 Juni 2022 rahina Sugihan Jawa.
- 3 Juni 2022 rahina Sugihan Bali.
- 5 Juni 2022 Hari Penyekeban.
- 6 Juni 2022 Penyajaan Galungan.
- 7 Juni 2022 Penampahan Galungan.
- 8 Juni 2022 Hari Raya Galungan.
- 9 Juni 2022 Manis Galungan.
- 11 Juni 2022 hari Pemaridan Guru.
- 12 Juni 2022 hari Ulihan.
- 13 Juni 2022 hari Pemacekan Agung.
- 17 Juni 2022 hari Penampahan Kuningan.
- 18 Juni 2022 Hari Raya Kuningan.
(iws/iws)