Pelaksanaan Sugihan Jawa dan Sugihan Bali di Bali kerap terdapat perbedaan pendapat. Ada yang beranggapan bahwa Sugihan Jawa hanya dilaksanakan oleh umat Hindu yang leluhurnya berasal dari Jawa. Sebaliknya, ada pula anggapan bahwa Sugihan Bali hanya dilaksanakan oleh umat Hindu yang leluhurnya memang asli Bali atau Bali mula.
Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda dalam sebuah Dharma Wacana pernah mengungkapkan bahwa tidak perlu ada perdebatan terkait perayaan Sugihan Jawa dan Sugihan Bali. Menurutnya, baik Sugihan Jawa maupun Sugihan Bali adalah sama-sama bertujuan untuk pembersihan menyambut Hari Raya Galungan. Oleh karenanya, setiap umat dapat melaksanakan Sugihan Jawa maupun Sugihan Bali.
Menurut buku Hari Raya Galungan karya Dra Ni Made Sri Arwati (1992) dijelaskan Sugihan Jawa merupakan hari penyucian terhadap bhuana agung (makrokosmos) secara sekala maupun niskala. Secara sekala, penyucian ditandai dengan pembersihan halaman pura, halaman paibon, bangunan-bangunan suci, hingga alat-alat upakara yang dianggap kotor. Sedangkan secara niskala, penyucian dilakukan melalui persembahan (menghaturkan) sesajen pangresikan pada tempat, pralingga, maupun pratima.
Sementara itu, Sugihan Bali bermakna hari penyucian terhadap diri sendiri atau bhuana alit. Tidak ada upacara khusus saat pelaksanaan Sugihan Bali, meskipun setiap wilayah di Bali memiliki tradisinya masing-masing. Karena Sugihan Bali adalah untuk penyucian bhuana alit, umat dapat mohon tirtha pengelukatan kepada Sang Sadaka atau Sulinggih. Termasuk juga melakukan persembahyangan sebagaimana dilakukan saat hari-hari Kliwon lainnya.
Sementara jika mengacu pada konsep Tri Pramana. Manusia diberikan kemampuan untuk berkata-kata, bernafas, dan berpikir. Maka, pembersihan diri saat Sugihan Bali dapat dilakukan dengan penyucian sabda (kata-kata), bayu (nafas), dan idep (berpikir). Ada banyak cara untuk melakukan pembersihan itu, termasuk diantaranya melukat.
Seperti diketahui, di Bali banyak pilihan tempat bagi umat untuk melukat seperti di danau, sungai, pantai atau air pancoran. Selain itu, melukat juga dapat dilakukan di griya dengan memohon tirtha pengelukatan kepada Sulinggih.
Setelah Sugihan Bali, rentetan hari Raya Galungan dilanjutkan dengan Hari Penyekeban (Minggu/Redite Pahing wuku dungulan), Hari Penyajahan Galungan (Senin/Soma Pon wuku Dungulan), Hari Penampahan Galungan (Selasa/Anggara Wage Dungulan).
Barulah pada hari Rabu / Buda Keliwon wuku Dungulan tiba saatnya merayakan Hari Raya Galungan. Tahun ini, Hari Raya Galungan jatuh pada 7 Juni 2022. Adapun rangkaian sebelum Galungan bertujuan untuk menenangkan pikiran dan mempersiapkan diri untuk menyambut hari kemenangan dharma melawan adharma.
(iws/iws)