Sejarah Kabupaten Jembrana, Jadi Tempat Perlindungan Jalak Bali

Sejarah Kabupaten Jembrana, Jadi Tempat Perlindungan Jalak Bali

Tim detikBali - detikBali
Sabtu, 04 Jun 2022 12:10 WIB
A Bali mynah prepared to be released into the wild perch on three branches inside an enclosure in Tabanan, Bali, Indonesia on April 17, 2022. Capture of the highly sought collectors item in the international cage bird trade for more than a century coupled with habitat loss led to the bird being listed as critically endangered in 1994. By 2001 only a few Bali mynahs were living in the wild with thousands in captivity across the globe, but, a conservation program over the past 10 years has seen success with population now estimated to be more than 400 throughout West Bali National Park. (AP Photo/Tatan Syuflana)
Jalak Bali. Foto: AP/Tatan Syuflana
Jembara -

Kabupaten Jembrana adalah kabupaten di ujung paling barat Provinsi Bali. Jembrana terdiri dari 5 kecamatan, diantaranya Melaya, Negara, Jembrana, Mendoro, dan Pekutatan. Dan terdiri dari 10 kelurahan dan 41 desa. Jembrana dikenal dengan tempat perlindungan Jalak Bali Putih yang bertempat di Taman Nasional Bari Barat.

Kabupaten Jembrana memiliki banyak destinasi wisata yaitu Pura Rambut Siwi, Pura Jati, Pura Majapahit, Pantai Baluk Rening, Pantai Delod Berawah, Perancak, Taman Nasional Bali Barat, Bendungan Palasari, Pantai Medewi, Tukad Gelar, Bendungan Benel, Bunut Bolong, Pantai Pengeragoan, Teluk Gilimanuk, Taman Siwa Mahadewa Gilimanuk, Air Terjun Juwuk Manis, Taman dan Pura Jagatnatha, dan Taman Pecangakan.

Berikut, sejarah Kabupaten Jembrana dilansir detikBali dari website resmi jembranakab.go.id pada Sabtu, (4/6/2022) berdasarkan bukti-bukti arkeologis dapat diinterpretasikan bahwa munculnya komunitas di Jembrana sejak 6000 tahun yang lalu. Dari perspektif semiotik, asal-usul nama tempat atau kawasan mengacu nama-nama fauna dan flora.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Munculnya nama Jembrana berasal dari kawasan hutan belantara (Jimbar-Wana) yang dihuni raja ular (Naga-Raja). Sifat-sifat mitologis dari penyebutan nama-nama tempat telah mentradisi melalui cerita turun-temurun di kalangan penduduk. Berdasarkan cerita rakyat dan tradisi lisan (folklore) yang muncul telah memberi inspirasi di kalangan pembangun lembaga kekuasaan tradisional (raja dan kerajaan).

Raja dan pengikutnya yaitu rakyat yang berasal dari etnik Bali Hindu maupun dari etnik non Bali yang beragama Islam telah membangun keraton sebagai pusat pemerintahan yang diberi nama Puri Gede Jembrana pada awal abad XVII oleh I Gusti Made Yasa (penguasa Brangbang). Raja I yang memerintah di keraton (Puri) Gede Agung Jembrana adalah I Gusti Ngurah Jembrana. Selain keraton, diberikan pula rakyat pengikut (wadwa),busana kerajaan yang dilengkapi barang-barang pusaka berupa tombak dan tulup. Demikian pula keris pusaka yang diberi nama "Ki Tatas" untuk memperbesar kewibawaan kerajaan. Tercatat bahwa ada tiga orang raja yang berkuasa di pusat pemerintahan yaitu di Keraton (Puri) Agung Jembrana.

ADVERTISEMENT

Sejak kekuasaan kerajaan dipegang oleh Raja Jembrana I Gusti Gede Seloka, Kraton (Puri) baru sebagai pusat pemerintahan dibangun. Kraton (Puri) yang dibangun itu diberi nama Puri Agung Negeri pada awal abad XIX. Kemudian lebih dikenal dengan nama Puri Agung Negara. Patut diketahui bahwa raja-raja yang memerintah di Kerajaan Jembrana berikutnya pun memusatkan birokrasi pemerintahannya di Keraton (Puri) Agung Negara. Patut dicatat pula bahwa ada dua periode birokrasi pemerintahan yang berpusat di Keraton (Puri) Agung Negara.

Periode pertama ditandai oleh birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional yang berlangsung sampai tahun 1855. Telah tercatat pada lembaran dokumen arsip pemerintahan Gubernemen bahwa kerajaan Jembrana yang otonom diduduki oleh Raja Jembrana V (Sri Padoeka Ratoe) I Goesti Poetoe Ngoerah Djembrana (1839 - 1855). Ketika berlangsung pemerintahannya lah telah ditanda tangani piagam perjanjian persahabatan bilateral antara pihak pemerintah kerajaan dengan pihak pemerintah Kolonial Hindia Belanda (Gubernemen) pada tanggal 30 Juni 1849.

Periode kedua selanjutnya digantikan oleh birokrasi modern, melalui tata pemerintahan daerah (Regentschap) yang merupakan bagian dari wilayah administratif Karesidenan Banyuwangi. Pemerintahan daerah Regentschap yang dikepalai oleh seorang kepala pribumi (Regent) sebagai pejabat yang dimasukkan dalam struktur birokrasi Kolonial Modern Gubernemen yang berpusat di Batavia. Status pemerintahan daerah (Regentschap) berlangsung selama 26 tahun (1856 - 1882).

Pada masa Kerajaan Jembrana VI I Gusti Ngurah Made Pasekan (1855 - 1866) mengalami dua peralihan status yaitu 1855 - 1862 sebagai Raja Jembrana dan 1862 - 1866 sebagai status Regent (Bupati) kedudukan kerajaan berada di Puri Pacekan Jembrana.

Ketika reorganisasi pemerintahan di daerah diberlakukan berdasarkan Staatsblad Nomor 123 tahun 1882, maka untuk wilayah administratif Bali dan Lombok diberi status wilayah administratif Karesidenan tersendiri. Wilayah Keresidenan Bali dan Lombok dibagi lagi menjadi dua daerah (Afdelingen) yaitu Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana berdasarkan Staatsblad Nomor 124 tahun 1882 dengan satu ibukota yaitu Singaraja. Selanjutnya daerah Afdeling Jembrana terbagi atas distrik-distrik yang pada waktu itu terdiri dari tiga distrik yaitu Distrik Negara, Distrik Jembrana, dan Distrik Mendoyo.

Masing-masing distrik dikepalai oleh seorang Punggawa. Selain distrik juga diberlakukan jabatan Perbekel, khusus yang mengepalai komunitas Islam dan komunitas Timur Asing sebagai kondisi daerah yang unik dari sudut interaksi dan integrasi antar etnik dan antar umat beragama.

Sejak reorganisasi tahun 1882 telah ditetapkan dan disahkan nama satu ibukota untuk Keresidenan Bali dan Lombok yaitu Singaraja, yang akan membawahi daerah-daerah (Afdeling) Buleleng dan Jembrana. Akan tetapi, pada proses waktu selanjutnya memperhatikan munculnya aspirasi masyarakat di dua daerah afdeling (Buleleng dan Jembrana), maka pihak Gubernemen menanggapi positif.

Respon positif pihak Gubernemen di Batavia dapat dibuktikan dengan diterbitkannya sebuah Lembaran Negara (Staatsblad) tersendiri untuk melakukan pembenahan (Reorganisasi) tata pemerintahan daerah di daerah-daerah (Afdeling) Buleleng dan Jembrana. Pihak Gubernemen dan segenap jajaran bawahan di Departemen Dalam Negeri (Binnenlandsch Bestuur) sangat memperhatikan dan mendukung sepenuhnya aspirasi masyarakat untuk menetapkan nama-nama ibukota Daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana.

0Pihak Gubernemen dalam pertimbangannya ingin mengakhiri kebiasaan yang menyebut nama Ibukota Afdeling Buleleng dan Jembrana di Keresidenan Bali dan Lombok dengan nama lebih dari satu. Semula (Tahun 1882-1895) hanya diberlakukan satu nama Ibukota yaitu Singaraja untuk wilayah Keresidenan Bali dan Lombok yang membawahi Daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana. Sejak disetujui dan untuk kemudian, ditetapkanlah nama-nama Ibukota daerah tersendiri terhadap Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana di Keresidenan Bali dan Lombok. Berdasarkan Staatsblad Van Nederlandsch - Indie Nomor 175 Tahun 1895, sampai seterusnya ditetapkanlah Singaraja dan Negara sebagai ibukota dari masing-masing Afdeling.

Dengan demikian, sejak 15 Agustus 1895 berakhirlah nama satu ibu kota: Singaraja sebagai ibukota Keresidenan Bali dan Lombok yang membawahi Daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana. Sejak itu pula dimulailah nama-nama Ibukota: Singaraja untuk Keresidenan Bali dan Lombok dan Daerah bagiannya di Afdeling Buleleng, serta Negara untuk Daerah Bagian Afdeling Jembrana.

Munculnya nama-nama Jembrana dan Negara hingga sekarang, memiliki arti tersendiri dari perspektif historis. Rupanya nama-nama yang diwarisi itu telah dipahatkan pada lembaran sejarah di Daerah Jembrana sejak digunakan sebagai nama Keraton (Puri) yaitu Puri Gede / Agung Jembrana dan Puri Agung Negeri Negara. Oleh Karena Keraton atau Puri adalah pusat birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional, maka dapat dikatakan bahwa Jembrana dan Negara merupakan Kraton-kraton (Puri) yang dibangun pada permulaan abad XVIII dan permulaan abad XIX adalah tipe kota-kota kerajaan yang bercorak Hinduistik. Jembrana sebagai sebuah kerajaan yang ikut mengisi lembaran sejarah delapan kerajaan (asta negara) di Bali.

Sejak 1 Juli 1938, Daerah (Afdeling, regentschap) Jembrana dan juga daerah-daerah afdeling (Onder-afdeling, regentschap) lainnya di Bali ditetapkan sebagai daerah-daerah swapraja (Zelfbestuur Landschappen) yang masing-masing dikepalai oleh Zelfbestuurder (Raja). Raja di Swapraja Jembrana (Anak Agoeng Bagoes Negara) dan Raja-raja di swapraja lainnya di seluruh Bali terlebih dahulu telah menyatakan kesetiaannya terhadap pemerintah Gubernemen.

Anak Agung Bagoes Negara memegang tampuk pemerintahan di swapraja Jembrana secara terus-menerus selama 29 tahun meskipun terjadi perubahan tata negara dalam sistem pemerintahan. Kepemimpinannya di Jembrana berlangsung paling lama dibandingkan dengan kepemimpinan yang dipegang oleh pejabat-pejabat selanjutnya.

Selama kepemimpinannya pula, dua nama yaitu Jembrana dengan ibukotanya Negara senantiasa terpateri dalam lembaran sejarah pemerintah di Jembrana, baik dalam periode Pendudukan Jepang (Tahun 1943-1945), periode Republik Indonesia yang hanya beberapa bulan (Tahun 1946-1950) maupun pada waktu kembali ke periode bentuk Negara Indonesia Timur (Tahun 1946-1950) maupun pada waktu kembali ke periode bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (Tahun 1950-1958).

Jabatan Bupati Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Jembrana untuk pertama kalinya dijabat oleh Ida Bagus Gede Dosther dari tahun 1959 sampai tahun 1967. Pada periode selanjutnya jabatan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Jembrana dijabat oleh:

  • Bupati Kapten R. Syafroni (Tahun 1967-1969)
  • Pjs Bupati Drs. Putu Suasnawa (11 Maret - 30 Juni 1969)
  • Bupati I Ketut Sirya (30 Juli 1969-31 Juli 1974)
  • Pjs Bupati Drs. I Nyoman Tastra (31 Juli 1974 - 28 Juli 1975)
  • Bupati Letkol. Liek Rochadi (28 Juli 1975 - 26 Agustus 1980)
  • Bupati Drs. Ida Bagus Ardana (26 Agustus 1980 - 27 Agustus 1990)
  • Bupati Ida Bagus Indugosa,S.H Selama dua kali masa jabatan (27 Agustus 1990 - 27 Agustus 1995 dan dari 27 Agustus 1995 - 27 Agustus 2000)
  • Plt Bupati I Ketut Widjana, S.H (28 Agustus 2000 - 15 November 2000)
  • Prof.Dr.drg. I Gede Winasa menjabat sebagai Bupati Jembrana selama dua periode (15 November 2000 - 10 Oktober 2010)
  • I Putu Artha SE, MM (16 Februari 2011-26 Februari 2021)
  • Drs. I Nengah Ledang (16 Februari 2021-26 Februari 2021)
  • I Nengah Tamba (26 Februari 2021-sekarang)

Dapat dikatakan bahwa, sejak gelar "Bupati" yang mengepalai pemerintahan di Daerah Tingkat II Jembrana untuk pertama kali diberlakukan pada tahun 1959 sampai saat ini, nama "Negara" sebagai ibukota Daerah Kabupaten Jembrana tetap dilestarikan.




(nor/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads