Akta adalah surat tanda bukti yang berisi pernyataan seperti pengakuan, keputusan dan sebagainya tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku. Menurut bentuknya, akta terbagi menjadi dua yakni akta autentik dan akta di bawah tangan.
Lalu apa beda akta di bawah tangan dengan akta autentik. Dikutip dari buku Pengantar Hukum Acara Perdata oleh Laila M. Rasyid, SH, M.Hum dan Herinawati, SH, M.Hum berikut ulasan singkatnya.
Perbedaan Akta Autentik dan Akta di Bawah Tangan
Akta Otentik
Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang diberi wewenang oleh penguasa, untuk membantu dan mencatat apa yang dimintakan oleh orang yang berkepentingan sesuai dengan pasal 1868 KUHPerdata yang berbunyi:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk maksud itu, di tempat di mana dibuat".
Pejabat yang dimaksud antara lain ialah Notaris. Namun, selain notaris akta autentik juga bisa dibuat oleh hakim, panitera, juru sita di pengadilan, pegawai catatan sipil, dan sebagainya.
Akta autentik merupakan bukti yang sempurna bagi para pihak, ahli waris ataupun orang-orang bersangkutan yang akan mendapatkan hak dari padanya.
Akta di Bawah Tangan
Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat tertulis untuk pembuktian oleh para pihak yang terlibat tanpa bantuan dari notaris ataupun pejabat umum lainnya.
Akta di bawah tangan tidak diatur dalam HIR, tetapi diatur dalam pasal 1874 KUHPerdata, yang berbunyi, "Yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum".
Ada ketentuan khusus mengenai akta di bawah tangan, yaitu akta di bawah tangan yang memuat pernyataan utang sepihak, pembayaran sejumlah uang, atau penyerahan suatu benda harus ditulis sepenuhnya dengan tangan oleh orang yang menandatanganinya.
Selain tanda tangan, harus ada pula penjelasan yang ditulis dengan tangan sendiri oleh penandatangan mengenai jumlah atau banyaknya yang harus dipenuhi, semuanya menggunakan huruf. Jika ketentuan ini tidak dipenuhi, maka akta di bawah tangan tersebut hanya dapat diterima sebagai permulaan bukti tertulis.
Dalam hal ini, kedua akta ini memiliki kekuatan hukum yang berbeda. Akta autentik memiliki kekuatan pembuktian yang kuat dan diakui sebagai bukti yang sah di pengadilan, serta biasanya lebih sulit untuk dibantah keabsahannya.
Sementara dalam Akta di bawah Tangan, tidak mempunyai kekuatan hukum yang sempurna. Namun, berdasarkan Pasal 1867 KUHPerdata yang menyatakan
"Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan". Jadi kedua Akta tersebut tetaplah sama-sama diperlukan.
Melisa Junita Padang Mahasiswa Magang Universitas HKBP Nommensen
(astj/astj)