Kepemilikan Tanah SD Reronga Bener Meriah Digugat, Putusan Dibatalkan PT

Aceh

Kepemilikan Tanah SD Reronga Bener Meriah Digugat, Putusan Dibatalkan PT

Agus Setyadi - detikSumut
Kamis, 21 Sep 2023 23:59 WIB
Ilustrasi Pelajar SD, Ilustrasi sekolah dasar, ilustrasi pelajar
Ilustrasi (Foto: Pradita Utama)
Banda Aceh -

Seorang warga di Bener Meriah, Aceh menggugat sejumlah pihak terkait kepemilikan tanah yang telah dibangun Sekolah Dasar (SD) Reronga. Gugatan itu sempat dikabulkan Pengadilan Negeri (PN) namun dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh.

Kasus bermula saat Sunarti menggugat Kepala SD 3 Reronga, BPN Aceh Tengah Cq BPN Bener Meriah, Gubernur Aceh, Disdik Bener Meriah dan Pemkab Bener Meriah pada pertengahan Desember 2022. Sunarti mendaftarkan gugatan ke PN Simpang Tiga Redelong dan perkara itu terdaftar dengan nomor 17/Pdt.G/2022/PN Str.

Salah satu poin gugatan adalah menyatakan bahwa tanah objek perkara yakni sebidang tanah terletak di dahulu Kampung Reronga, Kecamatan Timang Gajah, Kabupaten Aceh Tengah sekarang di Kampung Reronga, Kecamatan Gajah Putih, Kabupaten Bener Meriah seluas dahulu sekitar 12.000 M2 (sesuai dengan Surat Ganti Usaha Tahun 1977) namun setelah diukur kembali luasnya sekitar 9.595 M2 adalah tanah milik penggugat berdasarkan surat Ganti Usaha tertanggal 23 Agustus 1977.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Majelis hakim PN Simpang Tiga Redelong mengabulkan sebagian gugatan itu dan menyatakan tanah tersebut sah milik penggugat. Putusan itu diketuk Senin 3 Juli oleh majelis hakim yang diketuai Muhammad Abdul Hakim Pasaribu dengan hakim anggota masing-masing Dedi Alnando dan Beny Kriswardana.

Kasus itu berlanjut ke tingkat banding di Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Majelis hakim tinggi yang diketuai Nursyam dengan anggota masing-masing Pandu Budiono, dan Zulkifli membatalkan putusan PN dalam sidang yang digelar Rabu (20/9).

ADVERTISEMENT

Hakim Humas PT Banda Aceh, Taqwaddin, mengatakan, pertimbangan hakim tinggi dalam memutuskan perkara tersebut di antaranya status hak garap atas tanah bukanlah hak yang bersifat permanen, akan tetapi bersifat sementara dan akan hilang apabila tidak digarap lagi. Tanah itu disebut akan kembali menjadi tanah negara bila ditelantarkan.

Namun apabila kemudian digarap orang lain secara terus menerus dan selanjutnya didaftarkan menjadi hak milik atau hak lainnya yang bersifat permanen, maka hak atas tanah tersebut sah beralih kepada penggarap selanjutnya dan pendaftar tanah pertama.

"Menimbang bahwa probationis causa atas tanah adalah adanya sertifikat hak, in casu di atas tanah sengketa telah terbit sertifikat Hak Pakai Nomor 1 Tahun 1988 atas nama Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Aceh yang Berkedudukan di Banda Aceh, dan kemudian di atas tanah sengketa tersebut dibangun Gedung Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Reronga dan kemudian berubah nama menjadi SD Negeri 3 Reronga, sehingga dalil tanah sengketa milik pembanding I semula tergugat I, IV dan V telah didukung dengan bukti otentik yang kuat dan sempurna," kata Taqwaddin kepada wartawan, Kamis (21/9/2023).

Menurutnya, hakim juga menimbang proses pengalihan dan pendaftaran serta penguasaan atas tanah sengketa oleh pembanding I semula tergugat I, IV dan V berlangsung cukup lama, dimulai tahun 1988 hingga terbitnya Sertifikat Hak Pakai Nomor 1 tahun 1988.

Di tanah itu kemudian dibangun SD 3 Reronga secara terbuka dan prosedural. Selama sekolah berdiri, kata Taqwaddin tidak ada sanggahan dari pihak manapun termasuk penggugat.

"Hal ini menjadi petunjuk bahwa tanah sengketa tidak digarap secara terus menerus dan telah ditelantarkan oleh terbanding semula penggugat sehingga karena itu majelis hakim tingkat banding berpendapat bahwa terbanding semula penggugat tidak memiliki hak lagi atas tanah sengketa," jelas Taqwaddin.

"Dari putusan ini dapat dipetik pelajaran bagi semua orang bahwa tanah tidak boleh ditelantarkan, tetapi harus dikuasai atau digarap baik secara de facto maupun de jure," lanjut Hakim Tinggi Ad Hoc Tipikor itu.




(agse/nkm)


Hide Ads