6 Casis Polwan Protes, Duga Ada Kecurangan Seleksi di Polda Sumut

6 Casis Polwan Protes, Duga Ada Kecurangan Seleksi di Polda Sumut

Finta Rahyuni - detikSumut
Sabtu, 24 Jun 2023 20:59 WIB
Kuasa hukum 6 casis polwan  Jonen Naibaho saat konferensi pers.
Kuasa hukum 6 casis polwan Jonen Naibaho saat konferensi pers. (Foto: Finta Rahyuni/detikSumut)
Medan -

Enam calon siswi (casis) polwan yang mengikuti seleksi Bintara Polri 2023 di Polda Sumut, protes. Mereka menduga polda curang dalam proses rekrutmen anggota Polri itu.

Kuasa hukum keenam casis polwan, Jonen Naibaho mengatakan kliennya dinyatakan gagal saat mengikuti ujian kesehatan jiwa (keswa). Dalam tes itu, tingkat kebohongan keenam casis itu disebut mencapai 80 persen.

"Disebut kalahnya di kesehatan jiwa, katanya kebohongan sampai 80 persen. Sepengetahuan kita kesehatan jiwa ini kita menganggap untuk mengetahui kesehatan jiwa seseorang bagaimana, tetapi kemarin jadi tingkat kebohongan," kata Jonen saat konferensi pers, Sabtu (24/6/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena soal keswa ini bukan rahasia umum. Semua ada di internet dan soalnya tidak pernah berbeda dari tahun ke tahun, tetap itu saja dan jawabannya pun ada, soalnya sampai 566. Jadi adik-adik ini merasa tidak terima kok bisa kalah seperti itu, karena orang ini sudah mempersiapkan diri, sudah belajar, sudah membahas dengan benar," sambungnya.

Jonen mangaku pihaknya sudah sempat bertemu dengan Polda Sumut untuk menanyakan hal itu. Saat itu, pihaknya meminta polda agar menunjukkan hasil tes keswa dari keenam casis itu.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, pihak Polda Sumut menyanggupi permintaan pihaknya. Namun, dia mengaku saat akan menunjukkan hasil tes itu, casis tidak boleh didampingi siapapun, termasuk kuasa hukum.

"Pertemuan itu kami menyampaikan beberapa hal, yang dipenuhi itu hanya masalah di-print (hasil tes) di depan adik- adik itu, itupun hanya dia sendiri yang boleh, tidak boleh ada orang lain, termasuk kuasa hukum," ujarnya.

Saat itu, pihak casis juga meminta agar hasil tes dari casis yang telah lulus bisa dibandingkan dengan hasil tes dari keenam casis itu. Namun, menurutnya polda tidak menyanggupi hal tersebut.

Dia mengatakan Polda beralasan tidak memenuhi permintaan itu karena hasil tes tersebut bersifat privasi.

"Kemarin kita minta supaya dibandingkan dengan hasil yang lulus, tidak diperbolehkan. Kalau ini memang real ada, benar-benar ini (casis) kalah, kita terima, tetapi kemarin belum dibuktikan dengan yang lulus," kata Jonen.

"Jadi, kita bermohon supaya perkara ini lebih terang, persoalan lebih jelas, supaya dikasih tunjuk pembandingnya. Terus dijelaskan di mana tingkah kebohongan tersebut, katanya tingkat kebohongan sampai 80 persen, di mana kebohongan itu," ujarnya.

"Yang pasti sampai saat ini kita menduga ada kecurangan, kenapa, karena kita minta supaya ditunjukkan mana yang menyatakan lulus syarat itu. Kebetulan adik-adik ini satu bimbingannya ada satu orang yang lulus, dan orang itu pasti sama jawabannya," sambung Jonen.

Polda Sumut pun merespons soal tudingan itu. Polda membenarkan bahwa keenam casis polwan itu dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dalam ujian keswa.

Tim dokter seleksi keswa, Prof dr Elmeida Effendy mengatakan bahwa seluruh jawaban keenam casis polwan itu tidak menunjukkan kepribadiannya. Lalu, jawaban keenamnya sama dan penuh dengan kebohongan.

"Jadi, ada suatu misunderstanding soal nilai, tapi kami menilai dengan skala validasi dan klinis validasi ada empat tanda, yaitu tanda tanya, f, l dan k. Kalau skala tanda tanya lebih dari 10, tidak valid, atau skala l lebih dari 75 dan f dan k lebih dari 70 tidak bisa diinterpretasi," ujarnya.

Lalu, Elmeida menjelaskan ada juga penilaian 10 skala berikutnya dan tidak bisa diinterpretasi, di antaranya mencakup, banyak mengeluh sakit badan, depresi, psikopat, histeria, feminim, maskulin dan paranoid. Itu semua harusnya bisa dinilai.

"Tapi kalau yang empat skala validasi itu sudah gagal. Kebelakangnya tidak akan dinilai," jelasnya.

"Yang ada didalam materi itu bukan soal dan bukan pertanyaan, tapi pernyataan. Jadi, tidak ada benar dan salah. Jadi kalau kita normal dan kepribadian kita berbeda beda, contoh adanya pernyataan misalnya menyatakannya kita penakut dan pemberani. Jadi, penakut dan pemberani itu tidak berarti salah, jika dalam batas normal. Tentunya kita akan menjawab sesuai dengan kepribadian kita. Jangan mengadopsi kepribadian orang. Jadilah nilai kebohongan kita tinggi dan nilai itu jadi TMS," tegasnya.




(dpw/dpw)


Hide Ads