Majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo, terdakwa pembunuhan Brigadir Yosua. Vonis itu lebih tinggi dari tuntutan JPU yang menuntut eks Kadiv Propam itu penjara seumur hidup.
Hakim Wahyu Imam Santoso bahkan meminta Ferdy Sambo berdiri sebelum vonis dibacakan.
"Mengadili menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama," kata Wahyu saat membacakan vonis di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati," lanjut Wahyu.
Lantas apakah detikers tahu bagaimana proses hukuman mati masuk ke dalam perundang-undangan yang ada di Indonesia? Berikut detikSumut hadirkan informasi terkait pemetaan legislasi hukuman mati di Indonesia.
Apa itu Hukuman Mati?
Melansir laman resmi Kanwil Kemenkumham Sulsel, hukuman mati atau pidana mati berasal dari bahasa Belanda yakni doodstraf. Pengertian dari hukuman mati atau pidana mati merupakan praktik pada suatu negara untuk membunuh seseorang sebagai hukuman atas suatu kejahatan.
Pemberian hukuman mati dilakukan kepada pelaku tindak pidana yang telah diputus bersalah atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Proses Pemetaan Legislasi Hukuman Mati di Indonesia
Melansir laman resmi Institut For Criminal Justice Reform, terdapat dua belas (12) undang-undang yang masih mencantumkan sanksi hukuman mati sebagai salah satu bentuk kejahatan pidana.
Terdapat 7 proses legislasi hukuman mati yang terjadi di Indonesia. Berikut daftarnya!
- Diketahui bahwa hukuman mati pertama terjadi pada masa pemerintahan Daendels (1808) yang mengatur pemberian hukuman mati menjadi kewenangan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pada pemerintahan Daendels, hukuman mati dianggap sebagai suatu strategi dalam membungkam perlawanan penduduk jajahan dan untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris.
- Setelah Daendels, hukuman mati kedua tercatat terjadi pada saat berlakunya Wetboek van Strafrecht voor Inlanders (Indonesiaers) 1 Januari 1873 dan Wetboek van Strafrecht voor Indonesie (WvSI) 1 Januari 1918. Padahal pada waktu tersebut, Belanda telah menghapus hukuman mati di negaranya pada 1870. Akibatnya, ada perspektif rasial dari negara kolonial terhadap orang-orang jajahannya bahwa tidak bisa dipercaya, suka berbohong, memberikan keterangan palsu di pengadilan, dan bersifat buruk.
- Lepas dari kolonialisme, hukuman mati di Indonesia tetap diberlakukan. Meski, telah ada penyesuaian WvS sebagai hukum pidana. Pada waktu itu, hukuman mati dalam konteks pidana militer mati dianggap sebagai respon untuk memperkuat strategi pertahanan negara dari situasi dan upaya mempertahankan kemerdekaan dalam kurun waktu 1945- 1949.
- Selanjutnya pada tahun 1951, masa demokrasi liberal berlangsung di Indonesia, hukuman mati tetap dipertahankan. Bedanya, hukuman mati dibuat untuk menghalau pemberontakan yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Merespon hal tersebut, pemerintah menetapkan UU Darurat No. 12 Tahun 1951. Dalam UU tersebut mengatur terkait peraturan hukuman istimewa sementara tentang senjata api, amunisi, dan bahan peledak.
- Lima tahun kemudian, tepat pada masa Demokrasi Terpimpin 1956-1966, Presiden Soekarno mengeluarkan UU Darurat tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana ekonomi (LN 1955 Nr 27). Pembuatan UU tersebut semakin kuat dengan adanya Penetapan Presiden No. 5 tahun 1959 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 21 tahun 1959 dengan ancaman maksimal hukuman mati. Adapun pembuatan peraturan tersebut akibat respon terhadap kondisi ekonomi Indonesia yang mengalami penurunan secara drastis dikarenakan tingkat inflasi dunia yang sangat tinggi, rusaknya pelaksanaan perlengkapan sandang pangan, dan di samping banyaknya kejahatan-kejahatan di bidang ekonomi yang dilakukan oleh para pejabat negara maupun masyarakat seperti penimbunan barang, pencatutan, dan lain sebagainya. Selain itu, Presiden soekarno juga menetapkan regulasi lainnya. Regulasi itu diharapkan mampu menekan tingkat kejahatan korupsi.
- Di kepemimpinan Soeharto (1966-1998), pencantuman hukuman mati digunakan sebagai upaya dalam mencapai stabilitas politik dan pengamanan agenda pembangunan. Dalam masa orde baru, kejahatan narkotika menjadi salah satu kejahatan yang ditangani secara subversif. Terdakwa yang terjerat kejahatan korupsi akan dikenakan peraturan UU No. 11/PNPS/1963 tentang subversi yang menyertakan ancaman hukuman mati.
- Masa reformasi yang berlangsung sejak 1998 hingga sekaran, hukuman mati dalam legislasi dipenuhi alasan alasan "kedaruratan" mulai dari alasan "darurat bencana" "darurat perlindungan anak" dan juga skala jumlah korban yang menjadi alasan penting untuk memberikan respon pemberatan hukuman demi kepentingan stabilitas nasional. Penetapan hukuman mati di Indonesia dilaksanakan lantaran hukuman mati memiliki tingkat efektivitas yang lebih tinggi dari ancaman hukuman lainnya. Hukuman mati memiliki efek shock therapy serta diterapkannya hukuman mati juga dianggap lebih hemat.
Terbaru, detikers pasti mengetahui bahwa Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh Hakim Wahyu Imam Santoso atas terbukti melakukan pembunuhan berencana bersama-sama dengan terdakwa lain terhadap Brigadir Yosua Hutabarat.
Demikianlah terkait proses pemetaan legislasi hukuman mati di Indonesia. Semoga bermanfaat!
(astj/astj)