Asal-usul Hukuman Mati di Indonesia yang Dicetuskan 'Mas Galak'

Asal-usul Hukuman Mati di Indonesia yang Dicetuskan 'Mas Galak'

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Jumat, 13 Des 2024 11:30 WIB
Ilustrasi Kasus Yusman Telaumbanua
Ilustrasi hukuman mati (Foto: Ilustrasi: Edi Wahyono)
Bandung -

Vonis hukuman mati mengharuskan terdakwa dibunuh secara sah menurut hukum. Bagaimana asal-usul dan praktiknya di Indonesia?

Fazar Ainu Rafiq (26), terdakwa kasus pembunuhan terhadap pacarnya sendiri berinisial ANH (26) di sebuah hotel kelas melati di daerah Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat divonis hukuman mati dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Kuningan, Kamis (12/12/2024).

Aksi yang dilakukan Fazar itu pada bulan Juni 2024. Warga Kuningan geger menemukan mayat perempuan tanpa busana di hotel tersebut. Polisi kemudian meringkus Fazar dalam waktu 12 jam saja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asal Usul Hukuman Mati di Indonesia

Dikutip dari situs Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, hukuman mati di Indonesia diperkenalkan ketika Herman Willem Daendels menjabat Gubernur Jenderal Hindia-Belanda pada sekitar 1808.

Hukuman mati yang dicetuskan 'Mas Galak' itu masih dipertahankan hingga masa demokrasi liberal di Indonesia, sekitar tahun 1951. Ini diterapkan sebagai upaya perlindungan dari pemberontakan yang terjadi di banyak tempat di negeri ini.

ADVERTISEMENT

Pada tahun itu pula terbentuk Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang menerapkan hukuman istimewa sementara tentang penggunaan bahan peledak, senjata api, dan amunisi.

Meski dinilai bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM), nyatanya hukuman mati masih dipertahankan di Indonesia.

Hukuman mati diberikan sebagai dakwaan alternatif, yaitu pilihan terakhir, bagi para pelaku kejahatan serius seperti pemerkosaan, pembunuhan, hingga pembunuhan massal.

Landasan Hukuman Mati

Ihwal pelaksanaan hukuman mati diatur dalam UU No. 1 Tahun 2023.

Dikutip dari detikJateng, dalam pasal 98 UU itu disebutkan bahwa hukuman mati atau pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan (untuk) mengayomi masyarakat.

Dalam hukuman mati, terdakwa yang mendapat vonis hukuman ini dibuat mati. Namun, ada jangka waktu cukup lama dari semenjak vonis dijatuhkan hingga eksekusi dilakukan.

Praktik Hukuman Mati

Hukuman mati masih diterapkan di Indonesia. Dalam tahap eksekusinya, terpidana akan ditembak oleh sebuah regu tembak.

Merujuk pada UU No. 1 Tahun 2023, berikut tata laksana hukuman mati di Indonesia. Menurut pasal 99 UU tersebut:

(1) Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak Presiden.
(2) Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan di muka umum.
(3) Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu tembak atau dengan cara lain yang ditentukan dalam Undang Undang.
(4) Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan hamil, perempuan yang sedang menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai perempuan tersebut melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh.

Masa Percobaan 10 Tahun

Setelah mendapatkan vonis hukuman mati, terdakwa tidak langsung dieksekusi regu tembak melainkan ada masa percobaan selama 10 tahun.

Yakni, selama masa percobaan itu terpidana hidup di dalam penjara. Rasa penyesalan dan perubahan perilaku menjadi lebih baik selama di penjara itu akan dapat menurunkan vonis tersebut.

"Artinya apabila seorang terpidana berkelakuan baik akan dapat diberikan penurunan hukuman menjadi penjara seumur hidup atau dua puluh tahun penjara. Jadi hukuman mati bukan main punishment (hukuman utama), tapi menjadi special punishment (hukuman istimewa)," tulis situs kemenkumham.go.id, dikutip dari detikJateng.

Hal ini senada dengan apa yang tercantum detail dalam UU No. 1 Tahun 2023, Pasal 100.

Pasal 100 UU No. 1 Tahun 2023

(1) Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan:
a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau
b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.
(2) Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.
(3) Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.
(5) Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan.
(6) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.

Hukuman mati juga dapat diturunkan menjadi pidana seumur hidup dengan keputusan Presiden.

(yum/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads