Bansos BPNT di Mukomuko Diduga Dikorupsi, Kerugian Capai Rp 1 M

Bengkulu

Bansos BPNT di Mukomuko Diduga Dikorupsi, Kerugian Capai Rp 1 M

Hery Supandi - detikSumut
Senin, 14 Nov 2022 13:32 WIB
poster
Ilustrasi korupsi (Foto: Edi Wahyono)
Bengkulu -

Bantuan sosial (Bansos) Bantuan Pangan Non Tunai di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu diduga dikorupsi oleh koordinator dan pendamping kecamatan. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) potensi kerugian negara mencapai Rp 1 miliar lebih.

Kasi Pidsus Kejari Mukomuko, Agung Malik Rahman Hakim mengatakan, dari laporan hasil pemeriksaan perhitungan kerugian keuangan negara (LHP PPKN) yang diterimanya membuktikan kegiatan BPNT tahun 2019 hingga 2021 dengan total pagu Rp 40 miliar lebih terjadi perbuatan melanggar hukum.

"Kami telah menerima LHP PPKN dari BPKP terkait penyidikan dugaan korupsi BPNT Mukomuko tahun 2019-2021 dengan total kerugian keuangan negara mencapai Rp 1 miliar lebih dan akan segera menetapkan calon tersangkanya yang diperkirakan lebih dari satu orang," kata Agung Malik, Senin (14/11/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kata dia, berdasarkan LHP itu diketahui pendamping kecamatan menjadi pemasok barang dan menerima imbalan, baik uang atau barang, berkaitan dengan penyaluran BPNT.

Agung menambahkan, untuk pasal yang akan di kenakan terhadap bakal calon tersangka kasus dugaan korupsi BPNT 2019-2021 yakni pasal 2,3 undang undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

ADVERTISEMENT

"Sementara untuk saksi yang telah diperiksa dalam penyidikan kasus BPNT Mukomuko 2019-2021 sebanyak 50 orang lebih antara lain Para pendamping kecamatan, kordinator daerah dan pihak e-warung," jelas Agung Malik.

Kejari Mukomuko juga menemukan adanya koordinator dan pendamping memonopoli penjualan, mereka menentukan sendiri di mana masyarakat penerima bantuan ini harus berbelanja sembako.

Bantuan yang telah bergulir sejak tahun 2019 hingga 2021, yang diberikan pada penerima setiap per triwulan sebesar Rp 200 ribu rupiah per kepala keluarga dalam bentuk ATM khusus dari Kementerian Sosial yang dapat dibelanjakan di e-warung yang bertanda khusus.

Seharusnya penerima bantuan ini dapat belanja bebas pada e-warung manapun, namun oleh koordinator dan pendamping di Kabupaten Mukomuko justru menentukan sendiri dimana warga harus berbelanja.

Selain tempat belanja ditentukan, harga sembako dinaikkan agar para koordinator dan pendamping ini mendapatkan keuntungan dari penjualan sembako, bahkan ironisnya lagi kualitas sembako yang disediakan memiliki kwalitas yang rendah.

Misal harga beras seharusnya dijual dengan harga Rp 90 ribu per karung, dinaikkan dengan harga Rp 120 ribu termasuk harga setiap item sembako yang dibeli penerima bantuan.

Terungkapnya kasus ini berawal dari keluhan warga penerima bantuan yang mengeluhkan buruknya kualitas beras yang dijual pada e- warung, akibatnya warga menjual kembali beras tersebut dengan harga yang murah.




(astj/astj)


Hide Ads