Sumut in History

Mangai Binu, Tradisi Berburu Kepala Manusia di Nias

Finta Rahyuni - detikSumut
Minggu, 09 Mar 2025 21:30 WIB
Ilustrasi suku Nias (pool)
Nias -

Tradisi berburu kepala manusia atau Ngayau ternyata tidak hanya dilakukan suku Dayak pada zaman dulunya. Di Sumatera Utara (Sumut), ada tradisi serupa yang juga turut dilakukan.

Namanya Mangai Binu. Tradisi dilakukan secara turun temurun oleh suku Nias yang bermukim di Kepulauan Nias. Tradisi ini dilakukan jauh sebelum agama masuk ke wilayah tersebut.

Secara bahasa, mangai berarti mengambil, sedangkan binu diartikan sebagai kepala manusia hasil buruan. Ada istilah lain bagi orang Nias untuk menamakan tradisi ini, yakni mangai hogo, hogo merupakan istilah untuk kepala manusia.

Orang yang melakukan Mangai Binu ini disebut emali yang berarti 'berteriak dalam ketakutan'. Konon, tradisi lompat batu di Nias juga menjadi salah satu sarana latihan sebelum melakukan perburuan kepala ini.

Bagi detikers yang penasaran dengan tradisi ini, betikut detikSumut berikan penjelasannya:

Dilansir dari situs Kemendikbud, berburu kepala ini dilakukan oleh kaum laki-laki yang merupakan prajurit pilihan karena dianggap telah memenuhi standar kelayakan. Kepala manusia diburu untuk dijadikan sebagai tumbal dan dimanfaatkan untuk keperluan ritual tertentu.

Binu yang baik adalah bagian tubuh manusia yang dipenggal secara diagonal, dari pangkal leher bagian kiri menuju ke arah ketiak kanan. Tujuannya agar kepala yang sudah diperoleh mudah untuk dibawa, khususnya ketika seorang emali lari dari kejaran penduduk desa yang warganya menjadi korban.

Perburuan binu ada bermacam ragam, dua diantaranya dengan cara sembunyi-sembunyi dan dengan mengumumkan perang terlebih dahulu. Masyarakat Nias memang terkenal gemar berperang pada zaman dulunya.

Binu yang telah didapatkan biasanya digunakan sebagai tumbal untuk ritual tertentu, seperti membangun batu hombo, meningkatkan status sosial (owasa), meningkatkan kekuatan spiritual, ritual membangun rumah, dan menjadi budak bagi si'ulu atau raja yang telah wafat. Tengkorak yang diikutkan dalam kubur dipercaya akan menjadi pelayan di alam baka.

Sebelum berburu, para emali akan meminta perlindungan dan doa kepada dewa agar mendapatkan kepala yang banyak. Saat perburuan itu, para emali akan dikenakan ikat pinggang dari kulit buaya dan hiasan kepala dari taring babi hutan.

Selain itu, para pemburu juga akan dibekali pedang bernama tologu. Di sarung pedang akan dilengketkan rago, sebuah bola rotan yang dihiasi dengan benda-benda berkekuatan magis. Benda-benda itu diyakini bisa memberikan kekuatan dan kekebalan untuk melawan ilmu kebal musuh.

Biasanya para emali ini berburu kepala sesuai pesanan. Mereka menjelajahi wilayah-wilayah yang jauh untuk mencari mangsa. Berburu kepala untuk dijadikan tumbal ini biasanya dilakukan pada musim tertentu, yakni antara bulan Maret sampai April.

Namun, tradisi mangai binu itu kini tidak lagi dilakukan. Masyarakat Nias telah meninggalkan tradisi itu sejak agama Kristen masuk di Kepulauan Nias.



Simak Video "Video: Viral Anak 7 Tahun Dirantai di Leher oleh Ayah Kandung"

(afb/afb)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork