Mengenal Menanda Tahun, Ritual Jelang Musim Tanam di Pakpak Bharat

Sumut in History

Mengenal Menanda Tahun, Ritual Jelang Musim Tanam di Pakpak Bharat

Finta Rahyuni - detikSumut
Sabtu, 27 Apr 2024 17:00 WIB
Masyarakat saat menggelar tradisi Menanda Tahun. (Foto: Dok. Pemkab Pakpak Bharat)
Foto: Masyarakat saat menggelar tradisi Menanda Tahun. (Foto: Dok. Pemkab Pakpak Bharat)
Medan - detikers ada yang pernah mendengar ritual Menanda Tahun?. Ritual ini biasanya dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara (Sumut).

Upacara ini tidak dilakukan setiap harinya, tetapi hanya dilakukan sekali dalam setahun, yakni saat memasuki musim menanam. Ritual ini dianggap sakral bagi masyarakat Pakpak.

Marga yang masih rutin dilaksanakan oleh masyarakat Pakpak. Masyarakat Pakpak percaya bahwa ada kekuatan yang mampu dapat mengubah kondisi manusia.

Bagiamana prosesi ritual itu dilakukan? Apa saja yang dilakukan selama ritual tersebut? Berikut detikSumut rangkum penjelasannya:

Dilansir dari website Kemendikbud, ritual ini biasanya digelar sekitar bulan Mei atau Juni, setiap tahunnya. Sebab, pada bulan tersebut merupakan musim hujan dan pas untuk bercocok tanam.

Seluruh anggota masyarakat kuta atau kampung biasanya ikut dalam upacara ini. Selain itu, setiap keluarga diwajibkan untuk menyenangkan dana dan tenaga.

Dalam ritual itu, ada juga peran sejumlah tokoh. Mereka, terdiri pelaksana utama (sukut), tokoh adat (pengetuai), kepala desa (pertaki), pemuda-pemudi (simatah daging), Kelompok Pengambil Anak Dara (Berru), Kelompok Pemberi Anak Dara (Puang), pemimpin upacara (guru) dan pengurus agama.

Perlengkapan yang Harus Disiapkan

Saat gelaran Menanda Tahuan ini dibutuhkan beberapa perlengkapan atau peralatan. Perlengkapan itu terdiri dari dua kategori, yakni wajib dan tidak wajib.

Untuk kategori wajib, perlengkapan tersebut tidak boleh ditiadakan, sedangkan perlengkapan tidak wajib bisa saja tidak disertakan.

Perlengkapan wajib itu terdiri dari Pelleng atau makanan tradisional Pakpak, ranting pohon rube, bambu tujuh batang, tugal dua buah, satu parang khusus atau jenap, benih padi secukupnya, satu tikar pandan, ayam satu ekor, kapur sirih dan tudung kepala. Sementara peralatan atau perlengkapan yang tidak wajib itu, seperti alat musik.

Benda-benda yang disediakan ini memiliki makna tertentu. Misalnya, makanan Pelleng dianggap mempunyai kekuatan khusus karena biasa digunakan untuk sesajen terhadap kekuatan supranatural.

Lalu, Rube diidentikkan dengan keberuntungan. Sebab, pohon Rube dapat dimanfaatkan secara serba guna untuk kebutuhan manusia, misalnya untuk menyuburkan tanah, kulitnya untuk bahan tali.

Kemudian, tugal yang berfungsi untuk membuat lubang benih saat upacara, sedangkan tujuh bambu melambangkan adanya tujuh roh padi yang berdiam di bumi.

Ujung bambu ini akan dibentuk runcing dan menghadap ke sebelah timur. Hal ini dikarenakan matahari terbit dari timur dan juga sebagai penghormatan kepada dewa matahari.

Lalu, untuk parang khusus atau jenap biasanya hanya boleh dimiliki oleh sukut upacara. Parang ini dirancang secara khusus oleh penempa besi lalu diisi kekuatan gaib oleh seorang guru.

Kemudian, ayam merah diperuntukkan sebagai kurban. Dari gerak-gerik dan organ tubuh ayam yang disembelih memberikan petunjuk bagi guru dalam meramalkan kejadian-kejadian masa mendatang, khususnya setahun kemudian.

Untuk sekapur sirih sebanyak tujuh lembar diperuntukkan sebagai penghormatan kepada roh-roh padi yang berjumlah tuju orang. Lalu, yang terakhir tudung kepala bagi peserta upacara bermakna agar segala hama tidak dapat melihat atau mengganggu tanaman di ladang.

Prosesi Ritual

Lokasi upacara ini biasanya digelar di ladang yang pertama kali dibuka. Setelah perlengkapan yang diperlukan tersedia, maka upacara Menanda tahun dapat segera dilaksanakan.

Awalnya sukut akan menyerahkan pelaksanaan kepada guru. Setelah itu, guru akan memotong ayam kurban sambil mengucapkan doa-doa. Setelah memperhatikan gerak gerik ayam yang telah dipotong, maka guru meramalkan hal-hal yang perlu ditaati oleh seluruh penduduk selama setahun mendatang.

Berdasarkan petunjuk guru, sukut didorong dari belakang oleh para peserta dengan makna agar segala hama yang ada tidak mengganggu tanaman padi di ladang. Selanjutnya, setelah pemuka agama memanjatkan doa. Setelah selesai makan salah seorang dari kelompok berru membagikan bagian atau sulang-sulang kepada para utusan.

Kemudian, para utusan tersebut memberikan kata-kata sambutan disertai dengan wejangan-wejangan. Sebagai acara terakhir diadakan musyawarah tentang pelaksanaan upacara Menanda Tahun pada tahun berikutnya dan rencana kerja lainnya.

Sebagai penutup guru dan sukut diberi kesempatan untuk memberitahu ulang tentang tabu-tabu hasil ramalan dan syarat-syarat lainnya yang harus ditaati warga.

Tujuan Ritual

Adapun tujuan ritual ini adalah untuk menghormati segala jenis dan bentuk penguasa gaib di dunia, matahari, di langit maupun di dunia gaib lainnya. Selain itu, upacara ini juga bertujuan untuk menghormati dan memohon kepada roh-roh leluhur, roh atau jiwa padi, dewa tanah dan dewa matahari yang dipercaya dapat memberikan kesuburan tanah.

Selain itu, ritual ini juga diharapkan dapat melindungi tanaman dari hama, menjauhkan tanaman dari berbagai penyakit maupun marabahaya bagi penduduk.

Masyarakat yang tidak melaksanakan upacara ini, dianggap hasil bercocok tanam menjadi tidak berkah. Selain itu, hasilnya dapat menimbulkan ketidakharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.




(astj/astj)


Hide Ads