Candi Sipamutung, Peninggalan Hindu-Budha yang Masih Berdiri Kokoh di Palas

Sumut in History

Candi Sipamutung, Peninggalan Hindu-Budha yang Masih Berdiri Kokoh di Palas

Finta Rahyuni - detikSumut
Rabu, 10 Apr 2024 11:00 WIB
Candi Sipamutung di Padang Lawas. (Finta Rahyuni/detikcom)
Foto: Candi Sipamutung di Padang Lawas. (Finta Rahyuni/detikcom)
Padang Lawas -

Candi Sipamutung menjadi satu dari sekian banyaknya candi yang tersebar di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara (Sumut). Candi itu masih berdiri kokoh hingga saat ini.

Lokasi candi ini berada di Desa Siparau, Kecamatan Barumun Tengah. Ada gapura bertuliskan Candi Sipamutung yang dibangun di tepi jalan sebagai pertanda.

Jarak dari gapura ke candi itu sekitar 3,5 kilometer. Butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke candi tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Medan yang ditempuh untuk sampai ke Sipamutung itu memang tidak mudah karena kondisi jalannya masih bebatuan. Sepanjang perjalanan, detikers akan melewati kebun sawit dan permukiman warga.

Bagi detikers yang menaiki mobil, hanya bisa sampai di jembatan aliran Sungai Barumun. Jarak dari jembatan ke candi itu sekitar satu kilometer lagi.

ADVERTISEMENT

Namun, detikers jangan khawatir, akan ada jasa ojek lokal yang tersedia di samping jembatan itu. detikers bisa menggunakan itu untuk bisa sampai di candi tersebut.

Lelah perjalanan yang ditempuh untuk bisa sampai, terbayar ketika melihat bangunan candi tersebut. Candi yang masih berdiri kokoh seolah-olah tengah melihat kerajaan di zaman dulu.

Lokasi candi itu berada di tengah rerumputan yang luas. Di sekitaran lapangan itu ada perkebunan sawit dan sejumlah rumah warga.

Candi itu dikelilingi tembok batu bata dengan tinggi sekitar satu meter. Bagian depan ada pintu masuk, seperti gerbang. Pada bagian tengah ada candi utama yang masih berdiri kokoh.

Di sekelilingnya ada candi-candi kecil. Ada sekitar tujuh candi kecil yang menghimpit candi utama. Candi-candi kecil itu diberi nama perwara. Pada depan tangga candi itu juga terdapat beberapa stupa.

Safri Pardede selaku juru pelihara Candi Sipamutung menyebut candi utama itu diperkirakan setinggi 11 meter. Di samping candi utama, ada tujuh perwara atau candi-candi kecil yang mengelilinginya.

Dia menyebut tidak ada yang mengetahui pasti nama candi itu. Namun, dulunya lokasi candi itu disebut Sipamutung, sehingga candi tersebut hingga kini disebut Candi Sipamutung.

"Candi ini disebut Candi Sipamutung. Candi Sipamutung ini sebenarnya nama lokasi lahan di sini, Sipamutung, tapi kalau nama asli candi ini tidak ada yang tahu," kata Safri saat ditemui detikSumut beberapa waktu lalu.

Sepengatahuan Safri, candi ini merupakan peninggalan Hindu dan Budha. Awalnya, kata Safri, wilayah itu didiami oleh masyarakat Hindu. Selang beberapa waktu, Hindu berpindah dan lalu didiami oleh Budha.

"Makanya dalam satu candi ini ada dua rupa, ada berupa stupa ada berupa menunjukkan Hindu dan Budha," sebutnya.

Dia mengatakan luas areal candi itu sekitar setengah hektare. Namun, dia menyebut ada pagar luar yang menjadi pembatas wilayah komplek candi itu. Luas pagar luar itu sekitar tujuh hektare.

Safri menyebut untuk masuk ke tempat itu tidak dipungut biaya alias gratis. Dia mengatakan ada sekitar 300-400 orang yang datang ke tempat itu setiap bulannya. Bahkan, ada juga umat Hindu pada lima tahun lalu yang membuat acara ibadah di lokasi itu.

"Gratis, kalau pengunjung yang kita data, per bulannya itu sekitaran 300-400 per bulan, baik mahasiswa, mancanegara ataupun dari tamu dinas. Sekitar lima tahun yang lewat, orang Hindu buat acara di sini, khusus dari luar, dari Filipina, jepang, acara persembahyangan mereka," sebutnya.

Dia berharap masyarakat dapat mempelajari sejarah candi itu. Safri juga berharap akses jalan ke lokasi itu bisa diperbaiki.

"Harapan kita, Candi Sipamutung, generasi muda bisa dipelajari dan akses jalan ke mari sangat sulit, memiliki kesusahan. Harapan kita kepada pemerintah agar segera Medan ataupun jalannya diperbaharui," kata Safri.

Selengkapnya di Halaman Berikutnya...

Dosen Antropologi Universitas Negeri Medan (Unimed) Erond L Damanik mengaku sudah beberapa kali ke sana untuk riset. Pertama di tahun 2008 dan terkahir di tahun 2011. Dia mengatakan nama Candi Sipamutung itu merujuk pada penelitian yang dilakukan arkeolog berkebangsaan Swiss bernama F.M. Schnitger. Schnitger datang ke wilayah itu sekitar tahun 1935.

"Disebutnya Sipamutung, memang itu namanya disebut dari dulu. Jadi, rujukan pertama soal candi-candi di Sumut merujuk ke Schnitger tahun 35. Jadi, nama-nama yang hari ini populer di candi merujuk pada buku Schnitger, sampai sekarang," sebutnya.

Erond mengatakan Candi Sipamutung itu peninggalan Hindu-Budha. Candi itu diperkirakan didirikan di abad ke-9. Candi itu bukan tempat raja-raja, tetapi tempat peribadatan atau pemujaan penganut Hindu dan Budha pada masa itu.

Candi tersebut pertama kali ditemukan oleh Schnitger saat melakukan penelitian di tahun 1935. Setelah Indonesia merdeka, mulai banyak peneliti yang datang dan meneliti candi itu.

"Kalau dari peninggalan candi ini dia justru sinkretisme antara Hindu dan Budha. Kenapa dia Budha, dari segi bentuk candi itu, kenapa Hindu karena ada arca-arca singa ditemukan di situ dan biasanya motif seperti itu tidak ditemukan dalam candinya Budha, tapi candi yang persegi seperi itu, itu pasti Budha," kata Erond.

Wakil Rektor IV Unimed itu mengatakan candi itu mulai ditinggalkan pada abad ke-12. Masyarakat yang dulunya mendiami candi itu diduga merupakan pindahan dari Barus, Tapteng. Masyarakat itu lalu berpindah ke Palas. Lalu, setelah abad ke-12, masyarakat itu pindah ke daerah Kota Medan yang disebut Kotta Cinna di Kecamatan Medan Marelan.

"Jadi, orang-orang yang dari Barus dulu menyebar naik ke pedalaman dan membangun pemukiman menetap yang dibuktikan oleh tempat peribadatan. Kalau mereka tidak menetap kan enggak mungkin ada rumah ibadah, asumsinya seperti itu. Jadi, yang di Barus, pedagang-pedagang India itu, kalau di Barus itu kan positif mereka itu orang India karena ditemukan prasasti tamil di sana. Hanya saja di sana tidak ditemukan tempat peribadatan. Jadi, sebenarnya masyarakat itu adanya di Palas, jadi Barus itu hanya sebagai tempat perdagangan, pelabuhannya. Kemudian Barus runtuh, ditinggalkan kemudian masuk Palas. Pada abad 12 ditinggalkan, baru muncul Kotta Cinna di Marelan. Makanya di Kotta Cinna itu sebenarnya hari ini meskipun sudah tertutup tanah, itu ditemukan candi-candi mirip seperti yang di Padang Lawas ini, hanya saja sudah tertimbun tanah," ujarnya.

Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Palas M Rasyidi Hasibuan mengatakan pihaknya akan mengembangkan potensi wisata Candi Sipamutung itu.

"Maka kami dan pemerintah Kabupaten Padang Lawas, insyaallah ke depannya akan berusaha bagaimana untuk menjadikan Desa Siparau, terutama objek Candi Sipamutung ini sebagai objek wisata yang dapat kita pasarkan, baik itu di lokal maupun mancanegara," kata Rasyidi.

Dia mengatakan kondisi jalan menuju candi itu memang masih sulit. Ke depan, pihaknya akan berupaya untuk memperbaiki jalan ini.

"Berhubung karena akses jalan menuju Desa Siparau ini atau Candi Sipamutung ini masih boleh dikatakan cukup sulit. Insyaallah ke depannya, kita akan mengusulkan kepada atasan, pemerintah kita, agar akses jalan ini bisa dibenahi sehingga nanti harapan kita untuk di tingkat pendidikan anak-anak kita, siswa-siswi kita, akan kita usulkan program berupa study tour, enggak usah jauh-jauh lagi ke sana ke mari, cukup di Padang Lawas," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Heboh Kondisi Kandang Medan Zoo Viral Tak Terawat"
[Gambas:Video 20detik]
(astj/astj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads