Menurut adat Minangkabau, istilah "Jadi orang" ini memiliki suatu karakteristik tertentu, jadi sebenarnya makna sesungguhnya istilah tersebut bagaimana, ya?
Merangkum dari pernyataan salah seorang tokoh adat Minangkabau yang tim detikSumut temui dan buku Manusia Minangkabau karya Dr. Ir. Nursyiwan, M. PH atau yang kerap disapa Sultan Rajo Ameh, berikut ciri-ciri seseorang menjadi "Orang" atau manusia ideal menurut adat Minangkabau.
Menerapkan Alam Takambang Jadi Guru
Ciri-ciri yang pertama adalah salah satu falsafah Minang yang paling populer, Alam Takambang Jadi Guru (Alam Terkembang Jadi Guru).
Penerapan peribahasa ini adalah prinsip dasar pembentukan karakter yang menjadikan alam sebagai tempat belajar.
Alam di Minangkabau dianggap sebagai guru yang memberikan pelajaran berharga bagi manusia.
Penerapan falsafah ini sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW yang mendorong kita untuk tuntutlah ilmu dari kita masih di ayunan hingga ke liang lahat.
Hal ini juga tercermin dalam pepatah terkenal yang mengatakan kita harus menuntut ilmu sampai ke negeri China.
Dalam adat Minangkabau, belajar tak hanya sekedar menambah pengetahuan, melainkan ada penerapan nyata dari pengetahuan yang telah didapatkan tersebut.
Pepatah minang mengatakan:
Panakiak pisau sirawik
Ambiak galah batang lintabuang
Nan satitiak jadikan lauik
Nan sakapa jadikan gunuang
(Penakik pisau siraut)
(ambil galah batang rumput lintabung)
(yang setitik jadikan laut)
(yang sekepal jadikan gunung)
Pepatah tersebut memiliki makna bahwa manusia harus selalu berupaya untuk memperhatikan, membaca, dan memahami hukum-hukum yang ada di alam.
Selain itu, manusia seharusnya berusaha menggali dan menganalisis berbagai masalah secara tajam sampai mereka mencapai kesimpulan yang dapat menjadi sumber daya yang bermanfaat bagi umat manusia.
Seorang Panghulu Mudo (Penghulu Muda) di Kenagarian Mungo, Kota Payakumbuh, Berliano Arrasyid turut membenarkan hal ini. Ia berpendapat di mana setiap pengalaman yang kita lalui dapat menjadi pelajaran bagi manusia.
"Falsafah tersebut merupakan representasi, bahwa setiap kejadian dan pengalaman yang pernah kita lalui selama kita hidup menjadi pelajaran dan menambah keilmuan kita," ucapnya kepada tim detikSumut, Minggu (8/10/2023).
Iduik Bajaso (Hidup Berjasa)
Pada agama Islam sering diungkapkan istilah menjaga hablum minannas dan hablum minallah. Artinya adalah menjaga hubungan baik dengan Allah dan manusia. Nah, iduik bajaso berbanding lurus dengan hal ini.
Dalam hal ini, Berliano juga menilai bahwa bermanfaatnya seseorang di tanah Minangkabau itu diukur dari aspek materi dan ilmu. Diharapkan kelak kedua aspek tersebut akan bermanfaat bagi keluarga hingga masyarakat sekitar.
"Orang yang memiliki harta yang banyak di Minangkabau, harusnya dapat berguna dan berjasa bagi anak dan kemenakan (keponakan) nya dan bahkan nagari (kampung)," ujarnya.
Tak hanya dari aspek materi, kebermanfaatan seseorang juga dapat dinilai dari ilmu yang seseorang miliki.
"Orang, dikatakan jika sudah jadi orang dia punya ilmu lebih, hendaknya ia bisa menjadi guru dan bermanfaat bagi kemajuan pemikiran anak kemanakannya nanti, itulah gambaran iduik bajaso tu," tambahnya.
Berliano juga memberikan contoh sederhana jika kita gabungkan dengan konsep alam takambang jadi guru dengan iduik bajaso.
"Ibaratnya, lebah betina mencari makanan untuk ratu mereka, sementara semut pekerja untuk mengumpulkan persediaan makanan," ujarnya.
Menurutnya semua yang mereka lakukan ini memiliki tujuan untuk memberikan makna kepada koloni mereka.
"Mereka melakukan semua itu untuk satu tujuan, memberikan makna kepada komunitas mereka,"
Sederhananya, hidup berjasa berarti melakukan tindakan atau perbuatan yang memberikan manfaat positif kepada orang lain dan juga kepada lingkungan sekitar. Ini berarti berusaha untuk melakukan hal-hal yang baik, membantu orang lain, dan memberikan dampak positif dalam kehidupan mereka.
Ketika seseorang menerapkan iduik bajaso, ia menjadi sumber inspirasi bagi orang lain dan ia turut memberikan kontribusi yang baik dalam masyarakat.
Mati e Bapusako (Meninggalnya Meninggalkan Warisan)
Menurut Dr. Nursyiwan, makna dari mati e bapusako adalah memastikan agar kita mempersiapkan dan memberikan dukungan yang dibutuhkan untuk generasi selanjutnya.
Oleh karena itu, masyarakat Minangkabau bekerja keras agar bisa mewariskan sesuatu yang bermanfaat untuk anak, keponakan hingga masyarakatnya. Seperti layaknya iduik bajaso, mati e bapusako ini tidak hanya berarti dalam bidang materi, namun juga keilmuan dan nilai-nilai tradisional.
Hingga diharapkan semasa hidupnya ia tidak hanya kuat dalam mencari materi, tetapi juga kuat memberikan ilmu dan mendidik keponakannya sesuai dengan norma adat yang berlaku.
Demikian makna dari pesan "Jadi Orang" menurut adat Minangkabau. Semoga bermanfaat.
Artikel ini ditulis oleh Gilby Zahrandy salah satu peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(nkm/nkm)