Cerita Warga di Medan soal Sensasi Huni Bunker Peninggalan Jepang

Sumut Legend

Cerita Warga di Medan soal Sensasi Huni Bunker Peninggalan Jepang

Nizar Aldi - detikSumut
Minggu, 08 Okt 2023 09:00 WIB
Denny Syahputra pemilik bunker Jepang di Medan. (Ahsanul/detikSumut)
Denny Syahputra pemilik bunker Jepang di Medan. (Ahsanul/detikSumut)
Medan -

Seorang pria berusia 40-an sedang mengobrol dengan beberapa orang di sebuah gang buntu di Kelurahan Sei Sikambing C, Medan Helvetia, Medan saat didatangi pada suatu sore. Pria yang bernama Denny Syahputra tersebut merupakan penghuni dan pemilik sebuah bangunan peninggalan Jepang.

Bangunan tersebut merupakan bunker yang dibangun saat Jepang menjajah Indonesia. Bunker itu menjadi satu dari sekian banyak saksi pilu masa lalu Indonesia.

Lokasi bunker tersebut tepat berada di seberang Universitas Panca Budi di Jalan Gatot Subroto. Di seberang jalan, ada gang Family, di ujung gang nantinya belok kanan dan kemudian belok kiri ke arah gang buntu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari luar, bunker kokoh tersebut tersembunyi di antara bangunan rumah yang lain. Jika tidak diperhatikan dengan jeli, kita tidak tahu jika bangunan tersebut merupakan bunker Jepang.

Terdapat dua akses masuk ke bunker itu tersebut, yakni dari sisi Timur dan Barat. Di setiap pintu masuk, terdapat dinding sehingga akses masuknya jadi dari sisi kiri-kanan dan tanpa pintu.

ADVERTISEMENT

Bagian dalam bunker tersebut terdapat empat ruangan yang dihubungkan oleh pintu. Lebar ruangan tersebut bervariatif dan paling lebar memiliki ukuran sekitar 4x5 meter.

Terdapat tiga jendela yang dulu digunakan untuk mengintai situasi di luar bunker. Selain itu, terdapat juga besi yang disebut dulunya tempat mengaitkan katrol untuk menuju terowongan penghubung antara bunker dengan Universitas Panca Budi.

Bungker peninggalan Jepang di Medan. (Ahsanul/detikSumut)Bungker peninggalan Jepang di Medan. (Ahsanul/detikSumut)

Dulu, di lahan kampus tersebut merupakan lokasi penjara tahanan. Para tentara Jepang menggunakan terowongan tersebut ketika situasi perang berkecamuk.

Secara keseluruhan, bunker tersebut memiliki panjang 14 meter, lebar 12 meter dan tinggi 7 meter sebelum ditinggikan sekitar 1 meter. Sedangkan ketebalan dindingnya sekitar 140 centimeter.

Denny mengatakan keluarga sudah tiga generasi menempati bunker tersebut. Sejak kakeknya, Muhammad Idris yang merupakan veteran yang ikut berjuang saat masa penjajahan dulu.

"Sejak saya lahir, putus pusat saya sudah di sini, sudah tiga generasi kami di sini, mulai dari kakek, mamak saya, dan ketiganya saya," kata Denny Syahputra kepada detikSumut, belum lama ini.

Berdasarkan cerita sang kakek ke Denny, bunker tersebut dikuasai kakeknya setelah Jepang meninggalkan Indonesia. Dulu, di sekitar bunker terdapat berbagai tanaman keras seperti kelapa hingga jati.

Orang tuanya dulu sudah meninggikan bagian dalam bunker sekitar 1 meter. Hal itu dilakukan untuk menyesuaikan dengan ketinggian jalan.

"Ini sudah ditinggikan sekitar 1 meter, dulu masih beralaskan tanah. Ditinggikan karena kan semakin lama semakin tinggi jalan depan," ucapnya.

Suhu di Bungker Dingin saat Siang dan Panas Ketika Malam. Baca halaman Berikutnya...

Denny sendiri menempati bunker tersebut sekitar 11 tahun yang lalu. Denny diberi kepercayaan oleh keluarga untuk tinggal di bunker tersebut.

Denny menyebutkan jika siang hari, hawa di dalam bunker dingin dan berbanding terbalik saat malam hari. Sehingga mereka membeli pendinginan ruangan untuk bisa menempati bunker Jepang tersebut.

"Kalau hidup di sini bervariasi ya, kalau siang hari di sini dingin ya, tapi kalau malam hari susahnya, kalau tidak ada dibantu oleh pendingin ataupun kipas mungkin kita tidak bisa tinggal di sini," sebutnya.

Di dalam bunker tersebut juga tidak terdapat sinyal telepon maupun internet. Sehingga Denny membuat Wi-Fi untuk dapat mengakses internet di dalam bunker Jepang itu.

Kejadian mistis pun pernah dialami oleh keluarga Denny saat menempati bunker Jepang itu. Mulai dari ketukan pintu hingga bentuk suara.

"Ada juga mistisnya, tapi memang tidak terlalu mengganggulah. Kadang ada suara, ada juga ketukan gitu," ujarnya.

Suasana di dalam bunker peninggalan Jepang. (Ahsanul/detikSumut)Suasana di dalam bunker peninggalan Jepang. (Ahsanul/detikSumut)

Di awal 2023 ini, Wali Kota Medan Bobby Nasution menetapkan bunker Jepang tersebut sebagai cagar budaya. Bunker Jepang itu ditetapkan bersama 32 bangunan yang lain berdasarkan surat keputusan Wali Kota Medan nomor: 433/29.K.

Denny mengaku awalnya tidak tahu jika bangunan miliknya tersebut ditetapkan sebagai cagar budaya. Dia baru tahu setelah ditetapkan dan dia diundang untuk menghadiri kegiatan terkait cagar budaya tersebut oleh Pemkot Medan.

Namun Denny tidak datang karena takut bunker Jepang tersebut diambil alih Pemkot Medan dengan sewenang-wenang. Padahal dia memiliki SHM dan membayar pajak tiap tahunnya.

"Saya nggak mau datang, nah alasannya kenapa? Saya di sini takut karena di situ saya diminta datang sebagai pengelola bunker Jepang, kami bukan pengelola, kami yang punya, apalagi kami disuruh membawa nomor rekening," ungkapnya.

Hal itu membuat Denny dan keluarga memutuskan untuk tidak datang ke acara tersebut. Hingga saat ini, pihak Pemkot Medan belum pernah datang terkait penetapan cagar budaya.

Denny sendiri mengaku tidak keberatan jika Pemkot Medan mengambil alih bunker Jepang tersebut. Namun dengan catatan ada kompensasi rumah untuk mereka tempati setelah bunker Jepang diambil alih Pemkot Medan.

"Silahkan (diambil alih oleh Pemkot Medan), tapi harus ada kompensasinya, jangan pula kita punya rumah tiba-tiba nggak punya rumah kan, ini yang kami takutin," bebernya.

Penjelasan Sejarawan soal Bungker Jepang. Baca Halaman Berikutnya...

Sedangkan sejarawan Universitas Negeri Medan (Unimed) Prof Ichwan Azhari menjelaskan jika belum diketahui pasti kapan bunker tersebut dibangun. Namun yang pasti, bunker tersebut dibangun di masa penjajahan Jepang, bukan Belanda.

"Belum ada penelitian, sejarawan belum jawab itu (dibangun tahun berapa), tapi kalau (menurut) saya itu (dibangun di masa) Jepang, nggak ada hubungannya dengan Belanda," kata Prof Ichwan Azhari.

Bunker tersebut, menurut Ichwan digunakan oleh Jepang sebagai bunker pada umumnya yakni persembunyian. Selain itu, bunker tersebut juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan pasokan senjata.

"Namanya juga bunker, itu tempat persembunyian dan penyimpanan pasokan senjata," ujarnya.

Ichwan berharap bunker Jepang tersebut dirawat dan dilestarikan sesuai dengan Undang-Undang Cagar Budaya. Selain itu, bunker Jepang itu juga diharapkan digunakan sebagai tempat wisata.

"Sesuai dengan Undang-Undang Cagar Budaya, itu dirawat, dilestarikan dan dijadikan wisata," tutupnya.

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video: Heboh Kondisi Kandang Medan Zoo Viral Tak Terawat"
[Gambas:Video 20detik]
(astj/astj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads