GPIB Immanuel Medan berada di Jalan Pangeran Diponegoro No. 25-27, Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan. Gereja tersebut adalah gereja tertua di Kota Medan yang berusia lebih dari 100 tahun.
Keberadaan GPIB Immanuel Medan tak lepas dari masa keemasan Kota Medan pada awal abad ke-19. Berdasarkan arsip lembaran kenegaraan Belanda tahun 1912 No. 497, bangunan GPIB Immanuel Medan telah dibangun sekitar tahun 1912.
detikSumut pun datang ke lokasi GPIB Immanuel Medan untuk mengulik sejarah menarik di balik kemegahan bangunan tua tersebut. Maka dari itu, simak artikel ini hingga akhir, ya, detikers!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Berdirinya GPIB Immanuel Medan
"Gereja Immanuel ini latar belakangnya dari gereja Belanda. Pada 27 Februari 1605, Portugis dikalahkan oleh VOC yang datang ke negara-negara dunia ketiga untuk mencari rempah tapi fungsi pembinaan iman juga dilakukan," kata Pdt. Johny Lontoh saat diwawancarai detikSumut.
Perpindahan residen Sumatera Timur dari Bengkalis ke Medan pada tahun 1886 menyebabkan perubahan besar-besaran terhadap wajah Kota Medan. Saat industri perkebunan melaju pesat, terjadi kontrak antar Belanda dan pihak Kesultanan Deli.
Penyerahan landscape/tanah Kesultanan dengan Gemeente (Pemerintah Sumatera Timur) ditandatangani oleh Alm. Sultan Ma'Mun Al Rasjid dan Burgemeester (Wali Kota) Medan pertama, Baron Daniel Mackay, yang kemudian mulai membangun sarana ibadah.
"Awal mulanya di benteng Victoria Kota Ambon, diresmikan sebuah gereja yang bernama De Protestantse Kerk In Westerlijk Indonesie atau Indische Kerk yang melayani hanya untuk prajurit yang orang-orang Belanda," ucapnya.
Dalam proses perkembangan pada 1 Januari 1800, VOC digantikan oleh pemerintahan Hindia Belanda yang tetap menjajah untuk mencari rempah-rempah. Dalam proses perkembangan itu juga, gereja-gereja pun secara beriringan berdiri.
"Gereja berdiri guna sebagai pembinaan iman bagi warga jemaat seperti prajurit Belanda, pegawai negeri Belanda, tentara Belanda, prajurit KNIL dan juga orang-orang pribumi yang saat itu sudah menjadi amtenar-amtenar," jelasnya.
Pada tahun 1900-an, terjadi pergerakan nasionalisme kebangsaan termasuk di gereja. De Protestantse Kerk In Westerlijk Indonesie atau Indische Kerk pun diganti dengan nama Bahasa Indonesia menjadi Gereja Protestan di Indonesia (GPI).
"Seiring perubahan nama, terjadi pergerakan untuk memisahkan diri para pendeta dari negara karena pendeta saat itu hanya seperti bintal di kepolisian atau di Kodam. Mereka bersedia tidak digaji, melepaskan diri sehingga terjadi kemandirian wilayah," tuturnya.
Pada tahun 1934, Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) berdiri untuk memberitakan Injil di Sulawesi Utara sampai Sulawesi Tengah. Setelah itu, Gereja Protestan di Maluku (GPM) berdiri pada tahun 1935 untuk memberitakan Injil di Maluku dan Papua.
Selanjutnya tahun 1947, dari Sunda kecil (sekarang Sumbawa) sampai NTT berdirilah gereja ketiga yaitu Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Pada tahun 1948, diputuskan pembentukan gereja keempat yakni Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB).
"Jemaat yang latar belakang GPI di bagian barat ini bingung mau masuk gereja mana. Kalau masuk ke gereja HKBP bingung karena tidak bisa berbahasa Batak, ada juga karena sebagian dari mereka berbahasa Belanda saat itu," ucapnya.
"Pada saat GPIB berdiri, sudah ada gereja dengan latar belakang GPI di wilayah Indonesia Barat yang ada pada saat itu. Nah, salah satunya adalah GPIB Immanuel Medan ini," sambungnya.
Secara kelembagaan, GPIB Immanuel Medan berdiri pada 31 Oktober 1948, sama seperti dengan tanggal berdirinya GPIB. Namun berdasarkan prakiraan Pdt. Johny Lontoh, bangunan GPIB Immanuel Medan sudah ada sejak tahun 1902.
"Berdirinya bangunan gereja ini belum ada dokumen pasti, tahun 1912 jika mengacu pada Staatsblad di pemerintahan Hindia Belanda. Prakiraan saya mengacu pada lonceng gereja di atas yang dibuat di Amsterdam, gereja ini mungkin lahir tahun 1902," jelasnya.
Data Bangunan GPIB Immanuel Medan
- Luas tanah: 8.097.50 m2
- Status tanah: Hak milik No. 37 Tahun 1920
Yang terdiri dari:
1. Gedung GPIB Immanuel
- Status bangunan: Permanen
- Luas bangunan: 15Γ25 meter
2. Gedung Pertemuan Alfa Omega (bergabung dengan kantor majelis jemaat)
- Status bangunan: Bertingkat/Permanen
- Luas bangunan: 43Γ35 meter
3. Perumahan Orang Tua Dorkas
- Status bangunan: Permanen
- Luas bangunan: 24Γ18 meter
4. Ruangan Kelas Sekolah-Sekolah Minggu
- Status bangunan: Permanen
- Luas bangunan: 35Γ21 meter
5. Rumah Pastori
- Status bangunan: Permanen
- Luas bangunan: 13Γ16 meter
GPIB Immanuel Medan yang dulunya bernama "Indische Kerk" atau "Staatskerk" memiliki gaya bangunan Renaissance. Terdapat juga sebuah menara dengan gedung gereja dihiasi jam yang indah dan sebuah lonceng yang bisa didengar sejauh 3 km.
Bangunan GPIB Immanuel Medan telah mengalami beberapa perubahan yang terjadi dalam kurun waktu relatif lama. Lebih rincinya, lantai yang terbuat dari papan diganti dengan ubin pada tahun 1948.
Pada tahun 1961, dilakukan renovasi yang meliputi dinding dan plafon sebab telah rusak dimakan hewan rayap. Dinding menara dan pintu depan diganti dengan keramik berwarna biru pada tahun 1992.
Diketahui berusia lebih dari 100 tahun dan memenuhi persyaratan, GPIB Immanuel Medan sudah resmi ditetapkan menjadi salah satu cagar budaya. Hal itu diakui pada 28 Oktober 2021 oleh Pemerintah Kota Medan.
"Pada 28 Oktober 2021, gereja ini sudah diakui oleh Pemerintah Kota Medan sebagai cagar budaya," sebut Pdt. Johny Lontoh.
Baca selengkapnya di halaman berikut...
Perkembangan GPIB Immanuel Medan Hingga Saat Ini
Selama pendudukan tentara Jepang, gedung GPIB Immanuel Medan digunakan sebagai gudang sehingga jemaat berbakti di gedung gereja Gereformeerd (sekarang GKI). Setelah Perang Dunia II, gedung gereja digunakan oleh jemaat dari gereja Anglican (Inggris).
"Memang banyak terjadi kerusakan. Kalau dilihat, di kursi-kursi di situ yang tempat jemaat, kursi-kursinya memang bukan asli. Tapi beberapa di ruangan bangunan ini masih ada yang aslinya," kata Pdt. Johny Lontoh.
GPIB Immanuel Medan adalah cikal bakal berdirinya gereja-gereja GPIB di Kota Medan, seperti GPIB Kasih Karunia di Jalan Kapten Muslim, GPIB Filadelfia di Jalan Krakatau, serta gereja-gereja GPIB di Deli Serdang dan Serdang Bedagai.
"Ada GPIB Bangun Purba kemudian di Paulus Binjai kemudian Kampung Kolam atau Desa Kolam yang di Tanjung Morawa. Terakhir tahun ini Mei 2023 memang mendirikan GPIB Maduma," ucapnya.
Sementara itu, jemaat GPIB Immanuel Medan sampai sekarang berkisar 690 kepala keluarga (KK) atau sekitar 2.760 jiwa. Kalangan jemaat pun berasal dari campuran berbagai macam etnis.
Pelayanan ibadah Minggu di GPIB Immanuel Medan ada sebanyak 3 kali yaitu pukul 07.00, 09.30, dan 17.00 WIB. Di samping itu, diadakan juga ibadah keluarga setiap Rabu di 8 sektor atau wilayah masing-masing.
"Kemudian ada lagi ibadah persekutuan doa setiap hari Sabtu dengan berbagai macam model doa, ibadah kategorial mulai dari pelayanan anak sekolah minggu, persekutuan remaja, ibadah pemuda, kaum bapak, kaum ibu, dan kaum lansia," jelasnya.
Pelayanan sosial yang dilakukan GPIB Immanuel Medan meliputi banyak hal, seperti pemberian bantuan langsung materi maupun uang untuk keluarga prasejahtera setiap satu bulan sekali, bantuan dana studi anak kurang mampu, juga beasiswa.
"Di sini ada panti asuhan orang tua, sekarang ada 1 orang yang masih tinggal. Kalau ada bencana, kita ada crisis center penanggulangan bencana yang kemarin kami lakukan ke Nias waktu banjir juga gempa bumi di Tarutung," tuturnya.
Di GPIB Immanuel Medan, terdapat klinik dokter umum dan spesialis setiap minggunya. Klinik untuk para psikolog juga akan dikembangkan khususnya untuk masalah psikologi klinis serta disediakannya psikiater.
"Kami juga kerja sama dengan lembaga pemasyarakatan yaitu LP anak dan LP dewasa. Kami akan bergerak masuk untuk rutan dan LP wanita karena mereka pun perlu kita jamah dan dampingi dalam keberadaan mereka," ujarnya.
Daftar Pendeta yang Pernah Melayani di GPIB Immanuel Medan
Pdt. Johny Lontoh menyebutkan bahwa pendeta pertama GPIB Immanuel Medan adalah Pdt. P. Souhoka. Menurutnya, Pdt. P. Souhoka merupakan pendeta yang memiliki masa pelayanan paling lama yakni selama 12 tahun.
"Pelayanan pendeta pada saat itu ada Pdt. Souhoka yang memang sudah ditempatkan di sini, ini pendeta yang terlama menurut saya," sebutnya.
Berikut daftar lengkap pendeta yang pernah melayani di GPIB Immanuel Medan.
- Pdt. P. Souhoka (tahun 1949-1961)
- Pdt. J. Leimena (tahun 1961-1965)
- Pdt. V. M. Rumondor, Pdt. Pandeleke (tahun 1965-1971)
- Pdt. Djarkasi (tahun 1972-1975)
- Pdt. P. L. Siahanenia, Pdt. J. S. Siwalette, Pdt. J. Riosonin (tahun 1975-1981)
- Pdt. M. P. Gabriel, Pdt. Diana Frost, Pdt. D. O Tatipatta (tahun 1982-1988)
- Pdt. A. Pitoy, Pdt. D. M. Sahilatua. Pdt. A. M. Pattihahuan (tahun 1988-1994)
- Pdt. M. Tetelepta, Pdt. Nn. A. M. Pattihahuan, Pdt. M. S. Tapahing (tahun 1994-1999)
- Pdt. Max Mongkol (tahun 1999-2003)
- Pdt. Poltak H. Sitorus, Pdt. Diana Lumban Gaol, Pdt. J. N. Tahulending (tahun 2003-2008)
- Pdt. M. M Pontoh, Pdt. Ny. F. Ihalauw-Hukom (tahun 2008-2013)
- Pdt. Murwanto Moesamo (tahun 2013 s.d. Juni 2018)
- Pdt. Ny. Maria Tabitha Meijer-Hallatu (tahun 2014)
- Pdt. Ribca Yuneri Atalaka (tahun 2015-2016)
- Pdt. Johny Alexander Lontoh (Juli 2018 s.d. sekarang)
- Pdt. Wiwik K. Kembuan (April 2023 s.d. sekarang)
Simak Video "Menko Hadi Sambangi GPIB Immanuel, Pastikan Jumat Agung Berjalan Aman"
[Gambas:Video 20detik]
(dhm/dhm)