Menziarahi Kenangan Perjalanan Katolik di Tanah Batak Lewat Drama Tari

Menziarahi Kenangan Perjalanan Katolik di Tanah Batak Lewat Drama Tari

Evelyn Shinta Situmorang - detikSumut
Senin, 02 Okt 2023 03:55 WIB
Salah satu adegan theaterikal dalam pementasan  Ahu Utusan Ni Raja Rom. Foto  Evelyn Shinta Situmorang
Salah satu adegan theaterikal dalam pementasan Ahu Utusan Ni Raja Rom. Foto Evelyn Shinta Situmorang
Medan -

Tanah Batak merupakan salah satu kawasan hunian masyarakat bersuku Batak di daerah Tapanuli. Penyebutan dalam bahasa local diucapkan dengan Tano yang artinya tanah. Tanah Batak identik dengan sejumlah kawasan-kawasan yang ditempati masyarakat Batak Toba. Sekalipun Batak bukan hanya sub kultur Toba.

Masyarakat Batak sendiri memiliki pola hidup menganut sistem patrilineal, artinya garis keturunan ditarik dari ayahnya. Karena itu, penempatan marga diturunkan sesuai dengan garis keturunan leluhur dari ayah.

Demikian juga dengan penempatan perkampungan dan penerapan adat istiadat. Kehidupan masyarakat batak tidak lepas dari garis silsilah. Ikatan yang kuat dan pengaruh doktrin orang tua secara turun menurun sangat mempengaruhi keyakinan masyarakat batak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena itu, masuknya agama-agama pendatang dalam kehidupan masyarakat batak tidaklah mudah. Bahkan memiliki cerita yang beragam dan sangat dramatis. Saat ini Etnis Batak Toba mayoritas beragama Kristen Protestan dan Katolik.

Tarian tunggal panaluan yang memperlihatkan kehidupan masyarakat BatakTarian tunggal panaluan yang memperlihatkan kehidupan masyarakat Batak Foto: Evelyn Shinta Situmorang/detikSumut

Ajaran agama katolik masuk ke tanah batak yang dibawa oleh R.P. Sybrandus van Rossum, O.F.M.Cap yang mulai bertugas di Balige sejak tanggal 5 Desember 1934.

ADVERTISEMENT

Tidak banyak yang mengetahui sejarah perjalanan imam Gereja Katolik sekaligus misionaris Kapusin tersebut. Padahal, pengaruh Katolik terhadap perkembangan masyarakat Batak sangat besar. Termasuk dalam membangun sumber daya manusia yang mengakar pada budaya.

Tidak ingin sejarah tersebut hilang begitu saja, maka Orang Muda Katolik (OMK) Keuskupan Agung Medan (KAM) menggarap satu drama tari kolosal yang mengisahkan penyebaran katolik di Tanah batak.

Drama tari karya garapan Doli Renaldo Simbolon yang berjudul Ahu Utusan Ni Raja Rom diharapkan dapat menanamkan kembali nilai-nilai perjuangan dan perjalanan masuknya ajaran Roma Katolik di Tanah Batak.

Drama tari tersebut juga menjadi ruang refleksi umat untuk menziarahi kenangan perjalanan katolik di Tanah Batak yang terjadi ratusan tahun silam.

Mengulas cerita-cerita yang hampir terlupakan. Baca selanjutnya...

Penulis naskah drama tari ingin menghidupkan kembali kisah yang hampir terlupakan lewat pertunjukan budaya yang melibatkan anggota OMK dari berbagai daerah.

"Saya mencoba mengulas cerita-cerita yang hampir terlupakan di kalangan gereja Katolik dan mengambil satu kisah penyebaran Katolik di Tanah Batak yang menurut saya cocok untuk dibuat menjadi pagelaran budaya." ujar Doli Renaldo Simbolon kepada detikSumut.

Pertunjukan drama tari ini dipentaskan pada Festival Budaya dalam rangkaian Kobar Preneur Festival di Pardede Hall Medan pada Sabtu (30/09/2023).
Doli menjelaskan Sendratari Ahu Utusan Ni Raja Rom mengisahkan Pastor Sybrandus van Rossum yang berperan penting dalam menyebarkan agama Katolik di Balige, Tanah Batak, pada tahun 1934.

"Kala itu, orang Batak sudah terbagi dua. Ada yang masih erat memeluk kepercayaan leluhur. Ada yang sudah beragama protestan" jelasnya.

Dalam drama tari yang dipentaskan tersebut menggambarkan perbedaan kehidupan dua kelompok masyarakat itu. Perbedaan itu ditunjukkan dengan tarian tunggal panaluan yang memperlihatkan kehidupan masyarakat Batak dan paduan suara yang membawakan nyanyian dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), sebagai penggambaran masyarakat Batak yang telah memeluk agama Kristen Protestan.

Kemudian diceritakan juga ketika menjalankan misi penyebaran ajaran Katolik, Pastor Sybrandus menghadapi perlawanan dari Pemerintah Jepang hingga ditahan. Namun masyarakat yang telah sempat menerima ajarannya, pada akhirnya percaya akan Tuhan dan menjalankan tatacara ibadah Katolik yang diajarkan kepada mereka.

Untuk menyampaikan kisah yang akurat, Doli merujuk kepada tiga buku yang menjadi sumber inspirasinya. Diantaranya adalah Matahari Terbit di Tanah Batak karya Pastor Angelo Purba, Tali Pengukur Jatuh Ke Tanah Permai karya Pastor Leo Justin, dan Allah Tinggi Batak Toba karya Uskup Anicetus Sinaga.

Melalui drama tari kisah penyebaran agama Katolik di Tanah Batak ini, Doli ingin menegaskan bahwa budaya adalah harta yang perlu dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang. Kisah yang hampir terlupakan tersebut adalah bagian penting dalam perjalanan budaya Tanah Batak, memperkaya sejarah dan memberikan inspirasi.

"Ingat! Budaya tidak lah kuno, budaya harus dilestarikan. Sekarang konsepnya, bagaimana cara kita supaya budaya itu dinikmati kaum muda," tegas Doli.
Pertujukan drama tari sendiri merupakan salah satu bagian dari sejumlah rangkaian acara. Karena dalam acara tersebut juga dipentaskan pertunjukan Tari Saman dari Suku Aceh dan Tari Tor-tor dari Suku Batak Toba.

Acara yang berlangsung meriah tersebut juga dihibur oleh artis batak ternama seperti Siantar Rap, Sadakata Art, dan Maria Callista.

Artikel ini ditulis Evelyn Shinta Situmorang, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Jenazah Paus Fransiskus dalam Peti Terbuka di Casa Santa Marta"
[Gambas:Video 20detik]
(bpa/bpa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads