Secuil Sejarah Melayu di Museum Raja Ali Haji Batam

Kepulauan Riau

Secuil Sejarah Melayu di Museum Raja Ali Haji Batam

Alamudin Hamapu - detikSumut
Minggu, 09 Okt 2022 08:00 WIB
Alat musik tradisional Melayu, Batam, Kepri. (Alamudin Hamapu/detikSumut)
Koleksi di Museum Raja Ali Haji Batam (Alamudin Hamapu/detikSumut)
Batam -

Sebagai daerah industri, Kota Batam, Kepulauan Riau terus berkembang seiring berjalannya waktu. Perubahannya memang tak terasa, tetapi tetap saja dapat terlihat dari berbagai sudut wajah kotanya di sana-sini.

Lewat Museum Raja Ali Haji secuil sejarah Batam yang identik dengan Melayu dapat dengan jelas dilihat. Miniatur galeri ini menyimpan beberapa hal terkait perkembangan sejarah kota Batam mulai dari masa Kesultanan Riau-Lingga, masa pendudukan Belanda, Jepang, era kemerdekaan hingga saat ini.

Museum Raja Ali Haji pertama kali dibuka untuk umum pada Jumat (18/12/2020), bertepatan dengan ulang tahun Batam ke-191. Bangunan museum tersebut dulunya dibangun untuk gelaran Astaka MTQ Nasional 2014 di Batam, hingga akhirnya beralih fungsi. Soft Opening museum itu pun ditandai dengan pembukaan tirai sketsa wajah Raja Isa bin Raja Ali atau Nong Isa, orang pertama yang dipercaya Pemerintah Belanda memimpin Pulau Batam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Koleksi yang dipajang di museum ini adalah sejarah perjalanan Batam. Mulai dari zaman Nong Isa, di Kesultanan Riau-Lingga, masa masuknya Otorita Batam, dibentuknya pemerintahan administratif hingga berkembang seperti sekarang. Nong Isa sendiri adalah penerima mandat Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah dari Kesultanan Lingga, untuk memerintah kawasan Nongsa dan sekitarnya pada 18 Desember 1829," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Ardiwinata, pekan lalu.

Meriam peninggalan Belanda di Museum Raja Ali Haji Batam (Alamudin Hamapu/detikSumut)Meriam peninggalan Belanda di Museum Raja Ali Haji Batam (Alamudin Hamapu/detikSumut)

Museum Raja Ali Haji Batam sendiri menyuguhkan koleksi perkembangan Batam dari masa kesultanan Riau-Lingga hingga pembangunan Batam saat ini. Perkembangan Batam juga tidak lepas dari peran Presiden ketiga Indonesia, BJ Habibie, yang membuat landscape pembangunan Batam menjadi kota industri untuk menyaingi Singapura.

ADVERTISEMENT

"Di museum ini ada segmen khusus yang mengisahkan Nong Isa, orang yang pertama memerintah Kota Batam.Tidak ada foto dari beliau, kita coba mensketsakan Raja Isa dari keluarga, perubahan pembuatan sketsa hampir 40 kali sampai disepakati yang saat ini. Masa kemerdekaan, kotamadya administratif, ada segmen BJ Habibie seperti telepon yang digunakan beliau, laptop hingga salinan surat pengangkatannya menjadi Ketua Otorita Batam yang saat ini menjadi BP Batam. Kemudian Batam menjadi kota madya administratif, serta ada segmen otonomi Batam di tahun 1999," jelasnya.

Koleksi Museum Raja Ali Haji, Batam juga menampilkan secuil koleksi kebudayaan Melayu yakni menampilkan alat musik seperti Erhu alat musik yang sekilas seperti Rebab yang dimainkan dengan cara digesek. Kemudian Kompang sejenis alat musik tradisional yang paling terkenal di kalangan masyarakat Melayu.

Kemudian ada Marwas yakni alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara ditepuk. Gendang anak digunakan untuk mengiringi tarian. Akordeon salah satu jenis alat musik pengiring lagu melayu di Indonesia khususnya Kepri. kemudian Cogan yakni salah satu alat kebesaran atau regalia yang dimiliki Kerajaan Johor Riau Lingga Pahang dan Jong berbentuk perahu atau miniatur layar yang melaju dengan tiupan angin.

Selain itu koleksi kebudayaan melayu yang dimiliki museum Batam itu ialah pakaian adat Melayu, Bangkeng tempat penyimpanan baju pengantin melayu. lalu ada topeng Makyong.

"Selain alat musik ada juga berbagai jenis tanjak, seperti tanjak balung raja, dendam tak sudah kemudian ada tudung mantu untuk ibu-ibu atau wanita Melayu. Topeng Makyong Ini merupakan warisan budaya tak benda yang ada di Pulau Panjang, Batam," ujarnya.

Museum ini punya koleksi meriam peninggalan Belanda. Selengkapnya di Halaman Selanjutnya.....

Museum Raja Ali Haji juga memiliki koleksi meriam peninggalan Belanda dan foto-foto monumen Tugu Jepang (Missebo) di Kampung Pasir Merah, Batam. Pulau Rempang-Galang sempat menjadi tempat penampungan 112,708 tentara Jepang tawanan sekutu yang berada di Singapura, Malaysia dan Indonesia tahun 1945-1946.

"Raja Ali Haji ini adalah museum kategori universal. Kehadirannya bertujuan merangsang serta memotivasi pihak lain untuk mendirikan museum tematik seperti museum kebudayan atau museum industri," kata Ardiwinata.

Selain koleksi perkembangan Batam, Museum Raja Ali Haji juga memiliki koleksi keramik Dinasti Ming dan dua unit meriam Belanda yang didatangkan dari Belakang Padang, Kota Batam.

"Untuk memudahkan pengunjung usai berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dilakukan digitalisasi. Sehingga setiap koleksi memiliki barcode sehingga setiap pengunjung yang ingin melihat penjelasan lebih lanjut terkait koleksi tinggal di-scan saja ," ucapnya.

Waktu operasional Museum Raja Ali Haji sendiri buka setiap hari dari jam 09.00 WIB hingga jam 17.00 WIB. Museum Raja Ali Haji kini dikelola oleh unsur Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Disbudpar Kota Batam serta memiliki tim ahli cagar budaya yang terdiri dari tujuh orang yang telah tersertifikasi. Museum tersebut oleh agen wisata dimasukkan salah satu daftar tempat yang dikunjungi. Biaya mengunjungi museum tersebut tidak ada alias gratis.Museum Raja Ali Haji sendiri berada di Dataran Engku Putri, Kota Batam.

"Jadwal operasional bisa disesuaikan jika ada rencana kunjungan kelompok wisatawan. Hampir setiap bulan ada 3000an kunjungan. Travel agent mulai memasukkan museum ini menjadi ikon wisata. Kita pernah mendapatkan kunjungan atase militer 27 negara sahabat," ujarnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Tak Berizin, Pertambangan Pasir di Pulau Citlim Riau Dihentikan KKP"
[Gambas:Video 20detik]
(astj/astj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads