Harga Daging Sapi di Banda Aceh Rp 180 Ribu di Hari Meugang

Aceh

Harga Daging Sapi di Banda Aceh Rp 180 Ribu di Hari Meugang

Agus Setyadi - detikSumut
Sabtu, 09 Jul 2022 10:47 WIB
Harga daging di Aceh naik jelang Meugang.
Harga daging di Aceh naik jelang Meugang. (Foto: Agus Setyadi/detikSumut)
Banda Aceh -

Harga daging sapi di Banda Aceh dan Aceh Besar mencapai Rp 180 ribu per kg di hari meugang. Pembeli daging menurun akibat wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).

Seorang pedagang di Pasar Al-Mahirah Banda Aceh, Zulkifli mengatakan, harga daging di hari meugang mengalami kenaikan dari biasanya Rp160 ribu menjadi Rp 180 ribu per kg. Daging yang dijual dipastikan bebas dari PMK.

"Kita sudah cek dulu sebelum daging ini dijual. Pengecekan kita lakukan untuk menghindari sapi terinfeksi PMK," kata Zulkifli kepada wartawan, Sabtu (9/7/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan, pengecekan dilakukan di dokter hewan sebelum sapi dibawa ke rumah potong. Zulkifli mengakui pembeli daging sedikit menurun pada meugang kali ini.

"Selain karena PMK, warga juga gak beli daging karena besok sudah ada daging kurban," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Pedagang daging musiman di Lampeuneurut, Aceh Besar, Mukhlis, menjelaskan, harga daging sapi pada meugang kali ini sama seperti meugang-meugang sebelumnya. Dia menilai harga daging masih normal dan stabil.

"Jumlah pembeli memang menurun. Karena ada PMK itu, makanya agak sepi, tapi kalau daging yang kita jual aman, karena kita potong di rumah pemotongan hewan," ujar Mukhlis.

Tradisi meugang adalah tradisi turun temurun masyarakat Aceh dalam menyambut hari besar. Tiga kali dalam setahun tradisi ini dilaksanakan masyarakat Aceh.

Kapan saja tradisi meugang dilaksanakan? Sejak kapan tradisi ini dilakukan masyarakat Aceh? Simak di halaman selanjutnya..

Sejarah Tradisi Meugang

Meugang merupakan tradisi masyarakat Aceh membeli daging sapi atau kerbau untuk kemudian dimasak dan disantap bersama keluarga. Tradisi meugang ini sudah dilakukan sejak masa Sultan Iskandar Muda memimpin Tanah Rencong.

Dalam setahun, ada tiga kali meugang yaitu dua atau tiga hari sebelum Ramadan, sehari sebelum lebaran Idul Fitri dan dua hari sebelum lebaran Idul Adha.

"Saat meugang semua orang statusnya sama baik orang kaya ataupun miskin. Mereka semua beli daging untuk dimakan bersama keluarga," kata kolektor manuskrip kuno Aceh, Tarmizi Abdul Hamid.

Tradisi meugang ini sudah dilakukan sejak masa Sultan Iskandar Muda memimpin Aceh. Kala itu, sebulan sebelum meugang kepala desa sudah menerima surat untuk mendata warga miskin di desanya. Setelah Sultan melihat semua data yang dikumpulkan, menjelang meugang baru dikirim uang kepada warga untuk membeli hewan ternak.

Tradisi meugang jelang Idul Adha di AcehTradisi meugang jelang Idul Adha di Aceh (Foto: Agus Setyadi/detikTravel)

Dalam literatur buku "Singa Aceh", imbuh Tarmizi, disebutkan bahwa Sultan sangat mencintai rakyatnya baik fakir miskin atau pun kaum dhuafa. Orang tidak mampu kala itu menjadi tanggung jawab Sultan. Dia kemudian mengeluarkan satu qanun yang mengatur tentang pelaksanan meugang.

Setelah disahkan, qanun itu diberi nama "Qanun Meukuta Alam". Pada Bab II pasal 47 qanun tersebut disebutkan:

Sultan Aceh secara turun temurun memerintahkan Qadi Mua'zzam Khazanah Balai Silatur Rahmi yaitu mengambil dirham, kain-kain, kerbau dan sapi dipotong dihari Mad Meugang. Maka dibagi-bagikan daging kepada fakir miskin, dhuafa, orang lasa, buta. Pada tiap-tiap satu orang yaitu; daging, uang lima mas dan dapat kain enam hasta. Maka pada sekalian yang tersebut diserahkan kepada keuchieknya masing-masing gampong daerahnya. Sebab sekalian semua mereka tersebut itu hidup melarat lagi tiada mampu membelikannya, maka itulah sebab Sultan Aceh memberi pertolongannya kepada rakyatnya yang selalu dicintai.

Sultan punya alasan tersendiri mengeluarkan aturan tersebut. Ketika itu, kerajaan Aceh terkenal dengan hasil alam melimpah dan kekayaannya. Sebagai seorang pemimpin, Sultan tidak ingin ada rakyatnya kesusahan saat menyambut datangnya bulan suci Ramadan.

"Kenapa diatur begitu karena Aceh saat itu memiliki kelebihan, kemakmuran, dan hasil alam yang sangat berlimpah. Jadi artinya menjelang bulan puasa sultan ingin rakyatnya tidak susah dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadan," jelas pria yang akrab disapa Cek Midi ini.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Gubernur Muzakir Manaf Usai 4 Pulau Dikembalikan: Aceh Aman Damai"
[Gambas:Video 20detik]
(agse/dpw)


Hide Ads