Nama Amat Boyan mungkin akan terdengar mengerikan bagi detikers yang hidup di tahun 1900-an. Amat Boyan adalah bandit paling berbahaya di daerah Sumatra Timur kala itu.
Sejumlah sumber menyebutkan Amat Boyan lahir pada tahun 1890-an. Saat usianya 20 tahun, Amat Boyan telah terlibat dalam aksi kriminalitas.
Selama hidupnya, Boyan terlibat kasus perampokan sadis di beberapa wilayah di Sumatra timur, sebutan untuk wilayah Medan kala itu. Bahkan dia tak segan-segan untuk melukai korbannya. Amat Boyan telah beberapa kali dijebloskan ke jeruji besi dan beberapa kali juga bisa melarikan diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu, seperti apa kisah Amat Boyan, tokoh kriminal legendaris kala itu? Berikut penjelasannya:
Guru Besar Sejarah Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Budi Agustono mengatakan bahwa nama Amat Boyan sangat ditakuti sekitar sejak tahun 1920-an. Saat itu, Medan memang menjadi kota metropolitan yang tengah memasuki masa industrialisasi, modernisasi dan urbanisasi.
Kala itu, banyak etnis yang memutuskan untuk bermigrasi ke Kota Medan untuk mencari kehidupan. Perkembangan perkebunan yang pesat pada saat itu membuat tingkat ekonomi meningkat. Hal itu, juga dibarengi dengan meningkatnya tingkat kriminalitas.
"Jadi, bersamaan dengan masuknya modal besar yang diinvestasikan dengan perkebunan, bersamaan dengan itu juga ada perubahan ekonomi dan ikutannya adalah kriminalitas. Jadi, kriminalitas ini muncul di berbagai tempat ketika sebuah kota mengalami proses urbanisasi," kata Budi saat dikonfirmasi detikSumut, Kamis (29/1/2025).
Namun, peningkatan ekonomi saat itu ternyata tidak menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat yang tidak mendapat kesejahteraan memilih terlibat dalam beberapa kasus kriminalitas. Banyak bandit-bandit yang lahir di zaman itu, salah satunya adalah Amat Boyan.
Budi menjelaskan bahwa Amat Boyan melakukan perampokan sadis di berbagai wilayah di Sumut, seperti Medan, Pematangsiantar, Tebing Tinggi dan Asahan. Bandit kelas kakap ini kerap merampok dengan menyasar para pengusaha-pengusaha atau orang-orang kaya pada masa itu.
Kebanyakan targetnya adalah orang-orang Tionghoa yang memang mendapatkan keuntungan yang besar dalam proses modernisasi itu.
Aksi itu terorganisir dan tidak dilakukan Boyan sendirian. Dia memiliki anak buah yang membantunya untuk melakukan aksi kejahatan itu. Saat melancarkan aksinya, mereka menenteng senjata tajam hingga senjata api. Komplotan itu juga tak segan-segan untuk melukai korbannya. Sepanjang hidupnya, Amat Boyan berpindah-pindah ke sejumlah daerah.
"Amat Boyan juga cukup ditakuti karena tindakan-tindakan yang tak segan membunuh, membantai, karena punya persenjataan, yang begitu ringan untuk melakukan kekerasan," sebutnya.
Karena ulahnya itu, Amat Boyan beberapa kali harus berurusan dengan pihak kepolisian dan dijebloskan ke penjara, salah satunya ditahan di Pematangsiantar. Namun, beberapa kali juga Amat Boyan bisa kabur dari sel tersebut.
Budi menjelaskan bahwa hukuman penjara juga tak membuat Amat Boyan jera. Setelah kabur dari penjara, dia tetap kembali melakukan aksi kejahatan yang sama. Menurutnya, hal itu juga dipicu untuk memenuhi kebutuhan hidup Amat Boyan.
Tak hanya untuk diri sendiri, biasanya, hasil kejahatan itu juga akan dibagikan Amat Boyan kepada masyarakat-masyarakat miskin pada masa itu. Jadi, tak heran jika selama hidupnya, Amat Boyan cukup popularitas dan memiliki pengikut yang banyak hingga menjelang kemerdekaan.
Namun, Ketua Senat Akademik Universitas USU itu tidak mengetahui pasti sebanyak apa catatan kriminal yang dilakukan oleh Amat Boyan semasa hidupnya. Sebab, kata Budi, tidak banyak kajian-kajian yang membahas tentang kehidupan Amat Boyan.
"Berani juga karena keluar masuk penjara, dia melarikan diri, tetapi kemudian dia tidak menghilang, atau tidak berhenti sebagai bandit, tapi terus-menerus sampai akhir hayatnya dia lakukan itu," sebut Budi.
Amat Boyan Ikut Dalam Mempertahankan Kemerdekaan
Budi menyebut di tahun 1940-an, jelang kemerdekaan, Boyan direkrut untuk memimpin laskar yang terafiliasi dengan Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia). Laskar-laskar ini dibentuk untuk mempertahankan kemerdekaan.
Saat memimpin laskar, Boyan dibekali persenjataan yang mumpuni. Senjata-senjata itu didapat dari barter hasil perkebunan ke semenanjung Malaka. Pada saat itu, kata Budi, senjata masih gampang untuk diselundupkan karena belum ada kontrol. Sebab, saat itu, belum ada negara.
Pemilihan Boyan sebagai pemimpin laskar itu juga tidak terlepas dari keberanian dan popularitas Amat Boyan di masa tersebut. Amat Boyan juga mengorganisir para buruh perkebunan untuk menjadi anggota laskar bersamanya.
"Termasuk lah Amat Boyan yang misalnya direkrut oleh salah seorang tokoh Pesindo tahun 45 karena keberaniannya dan dia juga punya pengikut. Pesindo pada waktu itu adalah bagian penting dalam proses mempertahankan kemerdekaan itu. Pesindo ini mempunyai pasukan bersenjata yang sangat modern dan sangat kuat pada waktu itu, pasukan Pesindo adalah pasukan laskar terkuat di Sumatera Timur atau di sekitar Medan," ujarnya.
"Makanya untuk memperkuat posisi Pesindo itu, dia rekrut lah Amat Boyan ini sebagai bandit, tapi dia juga ingin mempertahankan kemerdekaan pada masa revolusi tahun 1945 itu," sambungnya.
Budi menyampaikan bahwa kala itu memang banyak bandit yang direkrut untuk mempertahankan kemerdekaan. Meski seorang pelaku kriminalitas, para bandit-bandit itu juga berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan bersama pejuang-pejuang lainnya.
"Jadi, jangan dikira revolusi itu hanya diisi oleh pejuang, bandit pun ikut, tetapi kan jarang diakui oleh sejarah, apalagi setelah kemerdekaan. Karena kalau itu misalnya bandit, itu diangkat dalam tokoh tokoh besar, itu kan akan mencemarkan nama baik sejarah Indonesia. Tapi kita tidak bisa menampik kalau bandit juga memainkan peranan penting tentang proses kemerdekaan bangsa, terutama saat revolusi yang kacau pada saat itu," ujarnya.
Di bawah naungan Pesindo itu, keberingasan Amat Boyan semakin kuat. Senjata-senjata yang diberikan oleh Pesindo untuk mempertahankan kemerdekaan juga dipakai untuk melakukan aksi kriminalitas.
Jejak Terakhir Amat Boyan
Budi Agustono menyebut tidak ada catatan atau penjelasan lebih lanjut soal perjalanan hidup Amat Boyan pasca kemerdekaan. Setelah merdeka, para laskar dilucuti persenjataannya dan Amat Boyan juga tidak masuk dalam struktur pemerintahan saat itu karena latar belakang kriminalnya.
Dia juga tidak mengetahui pasti akhir hidup Amat Boyan karena tidak ada penjelasan-penjelasan terkait hal itu. Sebab, kata Budi, latar belakang Amat Boyan yang merupakan seorang bandit membuat tidak banyak pihak yang mengulas kehidupan Amat Boyan meski dirinya sempat memimpin laskar pertahanan kemerdekaan.
"Di tahun 1945 masih ada, cuman setelah tahun 1945, setelah kemerdekaan, setelah misalnya laskar dilucuti persenjataannya masuk dalam tentara nasional Indonesia, gimana Amat Boyan saya tidak begitu mendapatkan penjelasan lagi. Waktu itu karena pada waktu 1949-an, Belanda sudah tidak lagi berkuasa, maka itu suasana zaman pada waktu itu dipegang Sumut. Jadi, tidak ada lagi penjelasan soal Amat Boyan ini, karena tentulah dia tidak masuk dalam birokrasi pemerintahan baru pada waktu itu karena dia seorang kriminalitas dan tidak mempunyai pendidikan," pungkasnya.
(nkm/nkm)