Hari Ulang Tahun ke-79 Tentara Nasional Indonesia (HUT TNI) akan dirayakan pada Sabtu, 5 Oktober 2024. Tahun ini, puncak perayaan dipusatkan di Monas, Jakarta, dengan serangkaian acara mulai dari parade militer, defile alutsista, terjun payung, hingga fly pass.
Sebanyak lebih dari 100.000 personel TNI dan alutsista dari tiga matra (AD, AL, AU) akan berpartisipasi, menampilkan kemampuan dan kesiapan TNI dalam menjaga kedaulatan negara. Acara ini juga didahului oleh kegiatan ziarah dan pameran yang dimulai sejak pertengahan September.
Tema HUT ke-79 TNI
Tema peringatan HUT ke-79 TNI pada 2024 adalah "TNI Modern Bersama Rakyat Siap Mengawal Suksesi Kepemimpinan Nasional Untuk Indonesia Maju." Tema ini mencerminkan komitmen TNI untuk mendukung proses transisi kepemimpinan nasional dengan kekuatan militer yang modern dan dukungan dari masyarakat. Kegiatan terkait HUT TNI akan dilaksanakan di berbagai lokasi di Indonesia, menampilkan kebersamaan antara TNI dan rakyat. Selain itu, perayaan ini juga bertujuan memperkuat peran TNI dalam menjaga stabilitas keamanan serta mendukung pembangunan demi kemajuan Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah TNI
Dikutip dari website resmi Tentara Nasional Indonesia, Tentara Nasional Indonesia (TNI) memiliki akar yang kuat dalam perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Belanda mencoba kembali menjajah Indonesia melalui kekuatan militer.
Untuk mengatasi ancaman tersebut, dibentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai organisasi awal pertahanan. Pada 5 Oktober 1945, BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan kemudian disempurnakan menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) untuk menyesuaikan dengan standar militer internasional.
Seiring perkembangan, pemerintah Indonesia terus memperbaiki struktur tentara. Pada 3 Juni 1947, Presiden mengesahkan pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang merupakan gabungan dari TRI sebagai tentara reguler dan berbagai badan perjuangan rakyat. Dalam masa kritis Perang Kemerdekaan (1945-1949), TNI berhasil menunjukkan dirinya sebagai tentara rakyat, revolusi, dan nasional yang mampu menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Di dalam negeri, TNI menghadapi rongrongan politik dari golongan komunis yang berusaha mempengaruhi TNI melalui berbagai cara, termasuk Pepolit dan Biro Perjuangan. Tantangan militer internal juga muncul, seperti pemberontakan PKI di Madiun dan gerakan Darul Islam (DI) di Jawa Barat yang mengancam integritas nasional. Di luar negeri, TNI harus menghadapi dua kali Agresi Militer Belanda, yang dilengkapi dengan organisasi dan persenjataan yang lebih modern.
Menyadari keterbatasan mereka, bangsa Indonesia mengadopsi strategi Perang Rakyat Semesta, mengerahkan seluruh kekuatan TNI, rakyat, dan sumber daya nasional untuk mempertahankan kemerdekaan. TNI bersama rakyat berhasil mempertahankan integritas dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasca Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, Republik Indonesia Serikat (RIS) dibentuk, dan Angkatan Perang RIS (APRIS) didirikan dengan TNI sebagai intinya, bergabung dengan bekas KNIL (tentara Belanda). Setelah RIS dibubarkan pada Agustus 1950 dan Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, APRIS berubah menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).
Pada periode 1950-1959, ketika Indonesia menganut sistem demokrasi parlementer, TNI mengalami tantangan politik, termasuk campur tangan politisi dalam urusan internal militer. Peristiwa 17 Oktober 1952 menjadi bukti adanya keretakan dalam tubuh TNI AD akibat tekanan politik yang berlebihan.
Di sisi lain, periode ini juga diwarnai oleh berbagai pemberontakan, seperti Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung, pemberontakan Andi Azis di Makassar, Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku, serta gerakan DI/TII yang meluas ke Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Selain itu, pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi Utara pada tahun 1958 juga mengancam integritas nasional. Namun, semua pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh TNI dengan dukungan komponen bangsa lainnya.
Pada tahun 1962, upaya penyatuan Angkatan Bersenjata dengan Kepolisian Negara menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam menjalankan tugasnya. Langkah ini juga diharapkan dapat menjaga netralitas ABRI dari pengaruh politik.
Namun, tantangan baru muncul dari Partai Komunis Indonesia (PKI) yang semakin gencar berusaha menanamkan pengaruhnya di dalam tubuh ABRI dan tatanan kehidupan bangsa. Puncaknya adalah kudeta G30S/PKI pada tahun 1965, yang menempatkan bangsa Indonesia dalam situasi kritis. ABRI, dengan dukungan rakyat, berhasil menggagalkan kudeta tersebut dan menumpas kekuatan pendukungnya.
Setelah peristiwa tersebut, ABRI memperkuat peran politiknya sebagai kekuatan hankam dan sospol, menata kembali organisasi melalui pembentukan doktrin baru, yaitu Catur Dharma Eka Karma (Cadek), dan melakukan pembenahan internal. ABRI juga memperkuat hubungan dengan rakyat melalui program ABRI Masuk Desa (AMD), yang merupakan wujud kemanunggalan ABRI dengan masyarakat.
Pada tahun 1998, sebagai bagian dari reformasi nasional, TNI mulai melakukan reformasi internal yang signifikan. Langkah penting yang diambil termasuk pemisahan Polri dari ABRI, penghapusan peran ABRI dalam politik praktis, serta netralitas TNI dalam Pemilu. Selain itu, TNI menghapuskan fungsi sosial-politik dan mengurangi keterlibatan dalam lembaga legislatif, serta membangun akuntabilitas publik dalam pengelolaan yayasan-yayasan milik TNI.
Perubahan ini kemudian diresmikan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, yang mengatur peran dan fungsi TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan. Tugas utama TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, serta melindungi seluruh bangsa Indonesia dari ancaman, baik dari dalam maupun luar negeri. TNI juga menjalankan operasi militer selain perang, seperti mengatasi separatisme, aksi terorisme, pemberontakan, dan tugas perdamaian dunia sesuai kebijakan politik luar negeri.
Reformasi internal TNI terus berlanjut, dengan tujuan menjadikan TNI sebagai kekuatan yang profesional dan netral, siap menjaga keutuhan NKRI serta mendukung stabilitas dan pembangunan nasional.
Itulah informasi seputar hari peringatan TNI ke-79. Semoga bermanfaat.
Artikel ini ditulis Yudhanta Tarigan, Mahasiswa Magang dari Universitas HKBP Nommensen Medan
(nkm/nkm)