Seorang mahasiswa Stikes yang ada di Sibolga mengaku jika buku tabungan berisi bantuan KIP miliknya ditahan oleh pihak kampus. Dia menyebut, pihak kampus juga memaksa agar ikut praktik dengan biaya yang mahal.
Hal itu diceritakan mahasiswa berinisial CH kepada detikcom, Jumat (6/9/2024). CH bercerita, buku tabungan itu ditahan kampus sejak awal dia masuk ke kampus itu.
"Saya angkatan 2020, yang mana pada saat itu wabah COVID-19. Dari semester 1-2 kami belajar via online. Saya penerima KIP Kuliah. Kami tidak mempunyai ATM melainkan buku tabungan. Setiap semester pemerintah mengirim Rp 4.200.000 ke rekening kami," ucap CH, Jumat (6/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari awal buku tabungan saya dipegang oleh pihak kampus, dengan alasan ketika ada biaya praktik saya tidak lagi menyusahkan orang tua," tuturnya.
Buku tabungan itu, lanjut CH, baru dikembalikan pihak kampus ketika mereka berada di semester 6. Ada sekitar 12 orang penerima KIP kuliah yang buku tabungannya diminta pihak kampus.
Selain itu, CH menyebut pihaknya diminta untuk memberikan uang Rp 3,6 juta untuk kepentingan praktik di Medan. Uang itu kemudian diambil dari tabungan KIP kuliah miliknya.
"Pada saat itu kami memberinya kepada dosen tanpa adanya slip pembayaran (bukti pembayaran) yang kami terima. Karena ketika memberi uang itu pun kami di kereta (motor) dan dosen tersebut ingin pergi," tuturnya.
Saat itu, kata CH, tidak ada kegiatan praktik yang dimaksud. Meski kegiatan praktik tidak berlangsung, uang yang sudah disetor tidak kunjung dikembalikan.
"Ketika ujian semester tiga uang ujian kami dipotong dari Rp 3.600.000 itu. Dan sekarang sisa uang itu Rp 3.100.000," sebut CH.
Setelah itu, CH menyebut dia dan teman-temannya melakukan kuliah kerja nyata (KKN) sebanyak dua kali pada tahun ini.
"Pada saat pulang KKN ke-2, saya dan beberapa teman-teman saya menjumpai Kaprodi untuk meminta saran dan tolong terakhir agar uang ujian kami bisa dipotong dari sisa uang Rp 3.100.000 itu," sebut CH.
Permintaan itu tidak digubris. Akhirnya CH harus membayar uang ujian menggunakan uang pribadi.
Kemudian, di bulan Mei 2024, CH dan teman-temannya kembali diminta untuk mengikuti praktik ke Medan dengan membayar Rp 8,4 juta. CH mengaku saat itu menyampaikan keberatan karena sudah dalam proses menyusun skripsi dan memang tidak memiliki uang untuk membayar biaya yang ditentukan kampus.
"Pada awalnya saya dan teman-teman saya tidak setuju dengan adanya praktik lagi di semester 8 ini, karena sudah menempuh skripsi dan tidak ada lagi mata kuliah tertinggal dalam KRS. Namun mereka terus melakukan ancaman hingga membuat orang tua takut," ucapnya.
"Tiga dosen datang ke rumah saya untuk membujuk orang tua dalam pembayaran praktik, bahkan sampai meminta untuk menjual perhiasan peninggalan. Saya mencoba menjualnya namun tidak laku, saya kemudian diminta untuk berutang ke sana-sini agar dapat ikut praktik yang tidak jelas diberikan untuk mata kuliah apa," jelasnya.
Respons Pihak Kampus di Halaman Berikutnya...
Dihubungi terpisah, pihak kampus membantah telah menahan buku tabungan mahasiswa. Soal adanya uang Rp 3,1 juta yang belum dikembalikan juga dibantah karena tidak memiliki bukti.
"Buku tabungan tidak ada ditahan pihak kampus," ucap Kepala Prodi SKM, Tina.
Tina mengaku pernah mendatangi rumah mahasiswa tersebut. Namun bukan untuk membujuk agar membayar uang praktik ke Medan.
"Kami datang hanya untuk mengetahui sudah dimana mahasiswa itu berada karena tidak pernah muncul ke kampus. Dan kami tidak mengetahui orang tuanya punya emas," sebutnya.
Terkait praktik, Tina menyebut pihaknya tidak mengancam namun akan memberikan sanksi bagi mahasiswa yang tidak mengikutinya.
"Kami tidak pernah mengancam mahasiswa, akan tetapi ada sanksi apabila tidak mengikuti praktik karena sks tidak terpenuhi untuk pelaporan kelulusan," tuturnya.
Simak Video "Video: UU Sisdiknas Sekolah Rakyat Sedang Disiapkan oleh Tim Formatur"
[Gambas:Video 20detik]
(astj/astj)