Berhubungan suami istri termasuk hal yang dilarang saat berihram haji. Lantas kapan suami istri diperbolehkan melakukan hubungan saat berhaji?
Allah SWT melarang suami dan istri berhubungan badan saat melaksanakan haji. Hal itu termaktub dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 197.
اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَاب
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "(Musim) haji itu (berlangsung pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Siapa yang mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, janganlah berbuat rafaṡ, berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala kebaikan yang kamu kerjakan (pasti) Allah mengetahuinya. Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat."
Menurut Tafsir Ibnu Katsir yang diterjemahkan M. Abdul Ghoffar E.M dkk, rafats dalam ayat tersebut diartikan dengan hubungan suami istri. Adapun Atha bin Abi Rabbah berpendapat rafats adalah hubungan suami istri dan turunannya termasuk berkata kotor.
Dalam buku Haji dan Umrah Wanita yang ditulis Muhammad Utsman Al-Khasyt, ibadah haji bisa batal jika suami istri berhubungan di waktu yang terlarang. Yakni apabila hubungan suami istri dilakukan sebelum wukuf di Arafah.
Adapun apabila hubungan suami istri dilakukan setelah wukuf dan sebelum tahallul awal, maka haji tidak batal. Namun, hal itu membuat jemaah haji wajib menyembelih seekor unta sebagai dam atau denda. Aturan tersebut berangkat dari pemahaman bahwa wukuf merupakan rukun haji yang utama, sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
"Haji (manasik yang paling pokok) itu (wukuf) di Arafah." (HR Sunan)
Disebutkan juga bahwa ibadah haji tidak batal jika suami istri melakukan hubungan setelah tahallul awal. Namun tetap wajib membayar dam atau denda berupa seekor unta.
Dinukil dari kitab Al-Tadzhib fi dillati Matn al-Ghayah wa al-Taqrib karya Musthafa Dib Al-Bugha dkk yang diterjemahkan Toto Edidarmo, ketentuan dam haji akibat berhubungan suami istri didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA.
Ketika itu, Ibnu Abbas RA ditanya tentang seseorang yang menggauli istrinya di Mina sebelum tawaf ifadah. Ibnu Abbas RA pun lalu menjawab dan menyuruh orang tersebut untuk menyembelih seekor unta (badanah). Jika tidak ada unta, dapat diganti dengan seekor sapi atau dengan tujuh ekor kambing.
Jika tidak ada kambing, dam bisa dilakukan dengan uang seharga taksiran seekor unta. Uang itu dibelanjakan untuk makanan pokok yang nantinya akan disedekahkan. Atau bisa juga berpuasa dengan ketentuan per satu mud makanan (yang setara dengan harga buruan) diganti puasa sehari.
Lantas kapan dibolehkan berhubungan suami istri yang tidak menimbulkan dam? Abdul Syukur al-Azizi dalam Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita menjelaskan hubungan suami istri diperbolehkan bila jemaah haji sudah melakukan semua rukun haji, atau dengan kata lain sudah memasuki kondisi tahallul tsani.
Tahallul dapat diartikan dibolehkannya atau dibebaskan dari larangan atau pantangan ketika masih berihram. Hal itu ditandai dengan mencukur atau memotong rambut paling sedikit tiga helai.
Baca juga: Bayar Pakai 'Jokowi' di Pasar Kakiyah Makkah |
Tahallul sendiri terbagi dua, yaitu tahallul awal dan tahallul tsani. Menurut Imam Syafi'i, tahallul awal yakni saat jemaah haji telah melakukan dua rukun ditambah satu wajib haji, yakni berihram, wukuf, dan melempar jumrah aqabah. Saat tahallul awal, jemaah haji memotong keseluruhan atau sebagian rambut.
Setelah tahallul awal, jemaah haji terbebas dari beberapa larangan ihram, kecuali hubungan suami istri.
Sedangkan tahallul tsani tercapai saat semua rangkaian rukun haji telah dilakukan, termasuk tawaf ifadah dan sa'i. Jika telah sampai pada tahallul tsani, jemaah tidak perlu memotong rambut lagi karena sudah gugur dengan sendirinya jika dua hal tersebut telah dilakukan.
Setelah tahallul tsani, jemaah terbebas dari larangan ihram, termasuk larangan berhubungan suami istri.
(nkm/nkm)