- 1. Pesan Persaudaraan di Hari Fitri Khutbah I Khutbah II
- 2. Memaknai Hari Kemenangan yang Sesungguhnya Khutbah I Khutbah II
- 3. Renungan Suci di Hari yang Fitri Khutbah I Khutbah II
- 4. Implementasi Kefitrahan Jiwa dalam Perilaku Rahmatan Lil 'Alamin Khutbah II
- 5. Keluarga Bahagia Dunia Akhirat Khutbah I Khutbah II
Khutbah pada hari raya Idul Fitri termasuk ke dalam bagian dari salat Id. Umat Islam dianjurkan menyimak khutbah yang disampaikan oleh khatib.
Khutbah ini bertujuan agar kita memperoleh hidayah dan hikmah dari isinya. Anjuran mendengarkan khutbah ini tertera jelas dalam hadits berikut:
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ يَوْمَ الْفِطْرِ فَصَلَّى فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ النَّاسَ فَلَمَّا فَرَغَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَزَلَ وَأَتَى النِّسَاءَ فَذَكَّرَهُنَّ وَهُوَ يَتَوَكَّأُ عَلَى يَدِ بِلَالٍ وَبِلَالٌ بَاسِطٌ ثَوْبَهُ يُلْقِينَ النِّسَاءُ صَدَقَةً...
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, "Sesungguhnya Nabi saw berdiri pada hari Idul Fitri, kemudian memulai salatnya, lalu berkhutbah. Setelah selesai khutbah beliau turun dan mendatangi jemaah perempuan kemudian mengajar mereka tentang zakat sambil bersandar pada tangan Bilal. Sementara Bilal membentangkan kainnya, para perempuan memasukkan sedekah pada kain tersebut. (HR Bukhari)
Untuk itu, kita tidak boleh melewatkan khutbah selesai salat Id. Berikut detikSumut telah merangkum contoh khutbah hari raya Idul Fitri dari laman resmi NU Online dan kemenag.
1. Pesan Persaudaraan di Hari Fitri
Khutbah I
اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ
الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَآ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ . وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قال الله تعالى : وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
Jamaah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah,
Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah SWT...
Setelah sebulan lamanya kita berpuasa, maka sekarang tiba-lah masanya kita tumpahkan rasa senang dan rasa haru. Kita ungkapkan sepenuh hati rasa gembira dan rasa syahdu, sembari mengagungkan Nama Allah Azza wa Jalla. "Allahu Akbar x 3 wa lillahil hamd".
Betapa huranya kita, sebab Allah SWT telah menciptakan bulan Ramadan khusus untuk kita, umatnya Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya ada 1 malam, yakni malam Lailatul Qadar, yang lebih utama daripada 1.000 bulan. Satu kali melakukan ibadah fardhu, maka pahalanya seperti mengerjakan 70 ibadah fardhu. Kita melakukan ibadah sunnah-pun dicatat pahalanya seperti mengerjakan ibadah fardhu.
Dalam sebuah hadits dinyatakan:
يا أيُّها النَّاسُ قد أظلَّكم شهرٌ عظيمٌ ، شهرٌ فيهِ لَيلةٌ خَيرٌ من ألفِ شهرٍ ، جعلَ اللَّهُ صيامَهُ فريضةً ، وقيامَ لَيلِهِ تطَوُّعًا ، ومَن تقرَّبَ فيهِ بخَصلةٍ منَ الخيرِكانَ كمَن أدَّى فريضةً فيما سِواهُ ، ومَن أدَّى فريضةً كانَ كمَن أدَّى سبعينَ فريضةً فيما سِواهُ
Saudaraku, kaum muslimin dan muslimat! Wajar saja kalau kita punya rasa haru dan shaydu. Kita yang bergelimang doa ini, oleh Allah SWT masih diberikan kesempatan langka untuk menghirup dan bernafas di bulan yang suci. Sekalipun sepenuh hati kita mengakui, bahwa kita belum bisa manfaatkan waktu siang dan malam bulan Ramadan secara maksimal.
Kita hanya mengharapkan semoga puasa kita, qiyamul lail kita, bacaan Al-Qur'an kita, sedekah dan zakat kita, yang tak seberapa, dapat menebus dosa kita. Sebagai umat yang beriman kita yakin dan percaya apa yang sudah diterangkan di dalam Al-Qur'an:
وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ
bahwa Allah itu dekat dengan diri kita. Apa saja yang kita mohonkan kepada Allah, maka pasti akan dikabulkan Allah SWT.
Oleh sebab itu, beruntunglah kita di pagi hari ini, datang berduyun-duyun dari tempat tinggal kita, menuju masjid tempat yang suci ini untuk menjalankan salat Idul Fitri secara berjamaah. Kita bermunajat untuk mengetuk bilik-bilik rahmat-Nya Allah SWT. Pada hari Sabtu tanggal 1 Syawal 1444 Hijriyah ini, kita rayakan lebaran bersama-sama penuh suka cita dengan mengumandangkan takbir: "Allohu Akbar x3 wa lillahil hamd".
Marilah Kita tanamkan bulat-bulat di dalam hati kita, bahwa ke depannya hidup kita akan menjadi lebih baik. Amal ibadah kita akan semakin meningkat sebagai manifestasi rasa syukur kita kepada Allah SWT.
Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia ....
Selain kita bertekad untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah Yang Maha Pencipta, pada momen Idul Fitri kali ini, kita selayaknya juga memperbagus hubungan saudara, pertalian kerabat, dan interaksi sosial bermasyarakat. Dalam ajaran Islam telah diatur bahwa menjalin hubungan baik "Hablum minan-naas" sama pentingnya dengan "Hablum minallah"
Sebagai manusia yang tak luput dari salah dan alpa, baik kesalahan kita disengaja maupun tidak disengaja. Baik kepada keluarga, saudara, tetangga, maupun teman dan kerabat. Marilah kita perbaiki dengan bermaaf-maafan. Allah SWT telah berfirman dalam Surat An-Nuur ayat 22:
وَلْيَعْفُوْا وَلْيَصْفَحُوْاۗ اَلَا تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
"...Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Di samping itu ada juga satu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra:
قيل للنبى - صلى الله عليه وسلم - إن فلانة تقوم الليل وتصوم النهار وتفعل الخيرات وتتصدق وتؤذى جيرانها بلسانها فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - لا خير فيها هى من أهل النار
Artinya Baginda Nabi Muhammad pernah ditanya. Wahai Rasulullah! Sesungguhnya ada seorang perempuan yang rajin qiyamullail di malam harinya, rajin puasa di siang harinya, rajin mengerjakan kebaikan dan bersedekah, akan tetapi dirinya menyakiti tetangganya dengan tutur katanya. Rasulullah menjawab: Tidak ada kebaikan padanya dan dia termasuk penghuni neraka. Naudzubillah min dzalik!
Jamaah sholat Idul Fitri yang berbahagia...
Kita semua tahu Allah itu al-Tawwab (Maha Penerima Taubat). Kasih sayang-Nya mengalahkan murka-Nya. Rahmat-Nya jauh lebih luas dari azab-Nya. Selama seorang hamba memohon ampun kepadaNya, Allah akan mengampuninya. Namun, manusia tidak seluas itu kasih sayangnya. Manusia tidak sedalam itu kewajarannya. Bisa dibilang manusia adalah makhluk yang paling susah meminta maaf dan memaafkan.
Karena itu, Rasulullah mengajari umatnya untuk menahan diri. Jangan mudah mengumbar kata; jangan gampang menyebar berita; jangan sering menghardik sesamanya. Karena Rasulullah tahu, ruang maaf manusia terbatas, tidak seluas dan sedalam Tuhannya. Mendapatkan maaf manusia jauh lebih berat dan susah. Belum lagi jika kita tidak merasa bersalah, tapi orang lain memendam kesal kepada kita. Mengetahui diri kita salah saja, kita masih enggan meminta maaf, apalagi tak merasa bersalah sama sekali.
Hadits di atas adalah contoh nyata. Seorang wanita ahli ibadah, rajin shalat malam, gemar berpuasa, banyak bersedekah dan beramal, tapi lidahnya selalu membawa rasa sakit bagi tetangganya. Rasulullah mengatakan: "Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk ahli neraka." Artinya, amal ibadah yang tidak berbanding lurus dengan perilaku sosial yang baik, ibadahnya kekurangan makna.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda (HR. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim):
لا يَرْحَمُ اللَّهُ مَن لا يَرْحَمُ النَّاسَ
Artinya "Allah tidak mengasihi orang yang tidak mengasihi manusia (lainnya)." (Imam al-Bukhari, al-Adab al-Mufrad, 1989, h.48)
Dalam riwayat lain dikatakan,
من لا يَرحم لا يُرحم
"orang yang tidak mengasihi, maka tidak akan dikasihi."
Ini menunjukkan bahwa kasih sayang sesama manusia tidak kalah pentingnya dengan ibadah yang bersifat ritual, bahkan Allah, dalam hadits di atas, tidak akan mengasihi orang yang tidak mengasihi sesamanya. Hal ini berarti bahwa Allah menghendaki hamba-hambanya membangun dunia yang harmonis; menciptakan lingkungan yang sehat dari kebencian; membiasakan kepedulian; membudayakan sayang-menyayangi; mengembangkan "saling asa" dan "asuh", serta hal-hal positif lainnya.
Allahu akbar x3 walillahil hamd
Kaum muslimin dan muslimat rohimakumullah
Pada prinsipnya dengan merayakan Idul Fitri, kita bersama-sama diajarkan untuk kembali kepada jati diri manusia. Kita ini makhluk yang sangat lemah, sehingga kita membutuhkan Allah Swt untuk bersandar di mana saja dan kapan saja. Allohus-shomad! Begitu Muliya-Nya Allah SWT memperlakukan kita, maka sewajarnya kita patuh dan taat beribadah kepada Allah.
Sebagai makhluk sosial, kita juga sangat butuh kerjasama dan bantuan sesama manusia, khususnya orang-orang terdekat kita. Hidup bermasyarakat adalah mutiara terpendam, seperti yang disabdakan Rasulullah: "Annaasu Ma'adinun". Oleh sebab itu janganlah kita sia-siakan hubungan di antara kita. Janganlah diperpanjang masalah di antara orang-orang di sekitar kita! Sekarang kita mungkin beranggapan tidak membutuhkan, tapi suatu saat dan kapan saja kita akan memerlukan bantuan.
Marilah kita lapangkan dada kita agar kita semua menjadi golongan orang-orang yang kembali fitri dan menjadi orang-orang yang hidupnya bahagia. Minal Aidin wal faizin. Semoga Allah menerima niat baik dan amalan kita, serta Allah jadikan hari-hari kita selama setahun kedepan menjadi lebih baik. Taqabbalallahu minna wa minkum. Fi kulli 'aamin wa antum bi khoir. Amiin, Amiin. Ya Robbal aalamiin.
Khutbah II
اللهُ اَكْبَرُ (٣×) اللهُ اَكْبَرُ (٤×) اللهُ اَكْبَرُ كبيرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذي وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
(Ustaz Muhamad Abror, penulis buku 'Ramadhan Terakhir', alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Ma'had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta).
2. Memaknai Hari Kemenangan yang Sesungguhnya
Khutbah I
اللَّه أَكْبَرُ ٣×. اللَّه أَكْبَرُ ٣×. أَكْبَرُاللهُ أ٣×. اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ. وَاللهُ أَكْبَرُ. اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الشَّافِعُ فِي الْمَحْشَرْ. نَبِيٌّ قَدْ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ أَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
أَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ، وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ma'asyiral muslimin wal muslimat, jemaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah
Alhamdulillah, pada hari ini kita telah merampungkan ibadah rukun Islam yang keempat, yaitu satu bulan berpuasa berikut rangkaian ibadah-ibadah sunah di dalamnya. Lalu, setelah kita meraih momen kemenangan ini, apa yang harus kita perbuat? Apakah berbangga diri dengan pencapaian spiritual yang telah dicapai? Atau merayakannya dengan penuh suka cita? Atau apa?
Idul Fitri bukan seperti turnamen sepak bola atau kompetisi lomba yang kemenangannya harus dirayakan dengan euforia dan penuh kebanggaan. Kemenangan Idul Fitri adalah ketika kita berhasil meraih kematangan spiritual dan sosial setelah satu bulan penuh digembleng dan dididik di madrasah Ramadhan.
Secara spiritual, selama Ramadhan umat Muslim telah melakukan serangkaian ibadah. Mulai dari puasanya sendiri maupun ibadah-ibadah sunnah di dalamnya seperti shalat tarawih, tadarus Al-Qur'an, beritikaf di masjid, dan sebagainya. Sudah seharusnya jika melalui bulan suci ini dengan maksimal dan melaksanakan beragam amalan di dalamnya, kita akan merasakan sentuhan dan pencapaian spiritual setelah bulan suci ini berlalu. Terkait puasanya sendiri, Allah swt menegaskan:
يٰٓـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُتِبَ عَلَيۡکُمُ الصِّيَامُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُوۡنَ
Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS Al-Baqarah: 183).
Coba kita cermati ayat ini. Allah swt menyampaikan bahwa tujuan melaksanakan puasa adalah untuk melahirkan hamba-hamba yang takwa, yaitu orang yang mematuhi segala bentuk perintah agama dan menjauhi semua larangannya. Itu baru dengan puasanya saja, bagaimana jika kita mengamalkan beragam ibadah sunnah di dalamnya? Tentu kita akan menyentuh titik kematangan spiritual yang matang. Inilah yang dimaksud dengan sebuah pencapaian spiritual.
اللهُ أَكْبَرُ ٣×، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ma'asyiral muslimin wal muslimat, jemaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah
Lalu, apakah jika kita sudah melakukan banyak ibadah selama Ramadhan sudah selesai begitu saja? Tidak, kita harus menanamkan prinsip khauf dan rajā'. Khauf adalah kekhawatiran apakah ibadah kita diterima oleh Allah swt atau tidak, sehingga kita tidak terlalu puas dan berbangga diri dengan pencapaian ibadah yang telah dilakukan. Sementara rajā' adalah sikap optimisme bahwa Allah dengan sifat kasih sayang-Nya pasti mau menerima amal ibadah yang kita lakukan.
Saat Ramadhan berlalu, kita pun harus menerapkan dua sikap ini secara proporsional atau berimbang. Orang yang ibadahnya tidak didasari sifat khauf akan terlalu percaya diri dengan ibadah yang telah dilakukannya sehingga dikhawatirkan merasa cukup dengan amal yang telah dilakukan. Sementara sifat rajā' diperlukan agar kita tidak putus asa kepada Allah swt. Sifat raja' ini dilakukan dengan rasa optimis bahwa Allah menerima ibadah yang telah kita perbuat. Sebab, Allah sesuai prasangka hamba-Nya. Imam Al-Ghazali dalam Iḥya' 'Ulūmiddīn menyampaikan:
أَنْ يَكُوْنَ قَلْبُهُ بَعْدَ الإِفْطَارِ مُعَلَّقاً مُضْطَرِبًا بَيْنَ الْخَوْفِ وَالرَّجَاءِ إِذْ لَيْسَ يَدْرِي أَيُقْبَلُ صَوْمُهُ فَهُوَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ أَوْ يُرَدُّ عَلَيْهِ فَهُوَ مِنَ الْمَمْقُوتِينَ وَلْيَكُنْ كَذَلِكَ فِي آخِرِ كُلِّ عِبَادَةٍ يَفْرَغُ
Artinya, "Setiap selesai berbuka puasa, seyogyanya kita merasa khawatir sekaligus menaruh harap kepada Allah. Khawatir jangan-jangan ibadah kita tidak diterima, juga berharap bahwa Allah menerimanya. Sebab, kita tidak tahu apakah puasa kita diterima sehingga termasuk hamba yang dekat di sisi Allah, atau sebaliknya ditolak sehingga kita termasuk hamba yang mendapat murka-Nya. Sikap seperti ini harus diterapkan setiap selesai melakukan ibadah apapun." (Al-Ghazali, Ihya 'Ulumiddin, [2016], juz I, halaman 319).
Imam Al-Ghazali berpesan agar setiap selesai berbuka puasa kita menerapkan sikap khauf dan rajā' terhadap puasa yang sudah kita laksanakan. Untuk satu ibadah berupa puasa saja perlu ditanamkan prinsip ini apalagi setelah selesai selesai satu bulan dengan segala amalan sunah di dalamnya.
Bayangkan, orang yang sudah beribadah maksimal saja tidak boleh berbangga diri dan terlalu percaya diri dengan amalnya, apalagi mereka yang ibadahnya biasa-biasa saja.
اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ma'asyiral muslimin wal muslimat, jemaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah
Puasa tidak saja ibadah yang memiliki spiritual, tetapi juga ritual keagamaan yang mendidik kepekaan sosial pengamalnya. Saat kita berpuasa, sebagaimana ditegaskan Syekh 'Izzuddin bin 'Abdissalam, sejatinya kita sedang digembleng agar memiliki rasa empati tinggi. Sebab, orang yang berpuasa akan merasakan betapa payahnya menahan lapar dan haus selama kurang lebih tiga belas jam dalam kurun waktu satu bulan.
Dengan pengalaman demikian kita akan sadar bahwa seperti inilah nasib saudara-saudara kita yang hidupnya berkekurangan yang untuk mencari sesuap nasi saja harus memeras keringat di bawah sengatan terik matahari. Barangkali lapar dan haus kita akan berakhir di waktu magrib, tetapi saudara kita yang hidup dengan ekonomi sangat rendah boleh jadi merasakan lapar sepanjang hayat masih dikandung badan, bahkan untuk makan esok harinya saja masih bingung harus mencari kemana lagi.
Saat Idul Fitri sudah tiba, sudah seharusnya kita mencapai titik empati sedemikian rupa karena sudah melalui hari-hari berpuasa selama satu bulan.Namun sayang, kadang kita sendiri justru terlalu larut dalam kegembiraan yang kita sebut sebagai 'hari kemenangan'. Berasyik-ria menerima THR, memakai baju baru, menikmati hidangan spesial Idul Fitri, berkumpul dengan sanak saudara yang masih utuh, dan sejumlah momen keceriaan lainnya.
Namun, kita lupa bahwa di hari kemenangan ini boleh jadi masih ada saudara yang jangankan menerima THR, pekerjaan dengan gajih tetap saja tidak punya. Jangankan menikmati hidangan ketupat dan sedap opor ayam, untuk makan sehari-hari saja masih harus mengetuk pintu dari satu tetangga ke tetangga yang lain. Juga mereka yang sudah tidak memiliki keluarga karena tertimpa bencana, umpamanya. Jangankan berkumpul dengan keluarga lengkap, sosok ibu dan ayahnya saja telah tiada.
Mari kita renungi kembali pada momen suci ini. Sudahkah kita merasakan hari kemenangan dengan meraih nilai-nilai kemenangan yang seharusnya? Kemenangan yang bukan karena kita telah finish melewati jalan terjal Ramadhan, tetapi kemenangan sesungguhnya yang tidak saja berupa kematangan spiritual, melainkan juga pencapaian kepekaan sosial yang seharusnya diraih.
اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Ma'asyiral muslimin wal muslimat, jama'ah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah
Puasa sendiri sejatinya representasi dari sejumlah ibadah yang ada. Sebab, sebagaimana puasa, ibadah-ibadah lain juga memiliki semangat spiritual dan sosial yang harus kita raih kedua-duanya. Sibuk mencari pencapaian spiritual saja tapi mengabaikan aspek sosialnya hanya akan membuat kita buta terhadap lingkungan kita hidup. Sebaliknya, terlalu sibuk dengan aspek sosial tapi mengabaikan sisi ritualnya hanya akan membuat kita jauh dari Allah swt. Dalam satu hadits diriwayatkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، فُلَانَةُ تَصُومُ النهار ، وتقوم اللَّيْلَ ، وَتُؤْذِي جِيرَانَهَا . قَالَ : هِيَ فِي النَّارِ . قَالُوا : فُلَانَةُ تُصَلِّي الْمَكْتُوبَاتِ ، وَتَصَدَّقُ بِالْأَثْوَارِ مِنَ الْأَقِطِ ، وَلَا تُؤْذِي جِيرَانَهَا ؟ قَالَ : هِيَ فِي الْجَنَّةِ
Artinya, "Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, 'Sekalompok sahabat bertanya, 'Wahai Rasulullah, ada seorang perempuan ahli puasa dan ahli ibadah malam, tapi dia masih suka menyakiti tetangganya. Bagaimana pendapatmu?' Rasul menjawab, 'Dia akan masuk neraka.' Mereka bertanya lagi, 'Ada pula seorang perempuan yang hanya menunaikan shalat lima waktu, bersedekah dengan sepotong keju, dan tidak menyakiti tetangganya. Bagaimana pendapatmu?' Rasul menjawab, 'Dia akan masuk surga.'" (HR Al-Hakim).
Dari hadits ini dapat dipahami bahwa shalat yang merupakan tiang agama saja tidak menjamin kita masuk surga jika kita masih berbuat buruk kepada sesama manusia.
Demikianlah khutbah Idul Fitri yang khatib sampaikan. Semoga di momen kemenangan ini membuat kita merasakan kemenangan yang hakiki. Kemenangan yang tidak saja menandai kita telah merampungkan satu bulan berpuasa, tetapi juga telah mencapai kematangan spiritual dan sosial yang sesungguhnya.
تقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ عِيْدِنَا، وَأَعِدْهُ عَلَينَا أَعْوَامًا عَدِيْدَةً أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ: وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءً فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦٓ إِخۡوَٰنًا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنۡهَاۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ
Khutbah II
للهُ اَكْبَرْ ٣× اللهُ اَكْبَرْ ٤ ×. اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ. الْحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اِقْرَارًا بِرُبُوْبِيَّتِهِ وَاِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْبَشَرِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَصَابِيْحِ الْغَرَرِ. مَا اتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وَاُذُنٌ بِخَبَرٍ. مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ الْمَحْشَرِ. أَمَّا بَعْدُ
فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ. وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى عَنْهُ وَحَذَّرَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلَا ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقَالَ تَعَالَى وَلَمْ يَزَلْ قَائِلًا عَلِيْمًا. إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ جَدِّ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ وَعَلَى أَلِهِ وِأَصْحَابِهِ خَيْرِ أَهْلِ الدَّارَيْنِ خُصُوْصًا عَلَى أَوَّلِ الرَّفِيْقِ سَيِّدِنَا أَبِى بَكْرٍ الصِّدِّيْق. وَعَلَى الصَّادِقِ الْمَصْدُوْق سَيِّدِنَا أَبِي حَفْصٍ عُمَرَ الْفَارُوْقِ. وَعَلَى زَوْجِ الْبِنْتَيْنِ سَيِّدِنَا عُثْمَانِ ذِيْ النُّوْرَيْنِ. وَعَلَى ابْنِ عَمِّهِ الْغَالِبِ سَيِّدِنَا عَلِيِّ بْن أَبِيْ طَالِب. وَعَلَى السِّتَّةِ الْبَاقِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى الشَّرِيْفَيْنِ سَيِّدَيْ شَبَابِ أَهْلِ الدَّارَيْنِ أَبِيْ مُحَمَّد الْحَسَنِ وَأَبِيْ عَبْدِ اللهِ الْحُسَيْنِ. وَعَلَى عَمَّيْهِ الْفَاضِلَيْنِ عَلَى النَّاسِ سَيِّدِنَا حَمْزَة وَسَيِّدِنَا الْعَبَّاسِ. وَعَلَى بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمَيْنَ
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ أَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْن وَانْصُرْ مََنْ نَصَرَ الدِّيْنَ. وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُلُوبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ. اللّهمَّ حَبِّبْ إلَيْنَا الإيمَانَ وَزَيِّنْهُ فِي قُلُوْبِنَا وَكَرِّهْ إلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ. وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِيْنَ اللّهُمَّ ارْزُقْنَا الصَّبْرَ عَلى الحَقِّ وَالثَّبَاتَ عَلَى الأَمْرِ والعَاقِبَةَ الحَسَنَةَ والعَافِيَةَ مِنْ كُلِّ بَلِيَّةٍ والسَّلاَمَةَ مِنْ كلِّ إِثْمٍ والغَنِيْمَةَ مِنْ كل بِرٍّ والفَوْزَ بِالجَنَّةِ والنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار
عِبَادَاللهِ. اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
(Ustaz Muhamad Abror, penulis buku 'Ramadhan Terakhir', alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Ma'had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta).
3. Renungan Suci di Hari yang Fitri
Khutbah I
اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ
الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَآ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قال الله تعالى كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْۚ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah
Alhamdulillahirabbilalamin menjadi kalimat yang paling tepat kita ucapkan pada momentum mulia di pagi hari ini. Pasalnya, Allah masih terus mengalirkan nikmat yang tidak bisa kita hitung satu persatu di antaranya nikmat kesehatan sehingga kita bisa hadir dan menikmati kebahagiaan Idul Fitri bersama orang-orang yang kita cintai. Banyak dari saudara-saudara kita yang tidak bisa merasakan aura dan kebahagiaan lebaran karena sakit atau sudah dipanggil terlebih dahulu oleh Allah SWT untuk menghadap-Nya.
Semua ini harus kita syukuri agar kita tidak termasuk dalam golongan orang yang kufur nikmat dan juga menjadi orang-orang yang menyesal karena nikmat-nikmat ini dicabut oleh Allah SWT. Kita mampu merasakan penting dan manisnya nikmat Allah, ketika nikmat itu sudah tidak lagi bersama kita. Seperti anugerah kesehatan yang kita rasakan saat ini, akan semakin terasa nikmatnya ketika sakit sudah menghampiri kita.
5 Contoh Khutbah Hari Raya Idul Fitri 2024, Penuh Hikmah
Jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah Pada kesempatan kali ini, mari kita juga terus menguatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT yang merupakan tujuan utama sekaligus buah dari perintah puasa di bulan Ramadhan. Sebagaimana ditegaskan dalam ayat Al-Qur'an yang sangat masyhur tentang perintah puasa yakni:
يٰٓاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (Al-Baqarah:183).
Sehingga bisa dikatakan bahwa hari ini, setelah kita melaksanakan ibadah puasa dengan iman dan kepasrahan diri kepada Allah, maka sikap-sikap ketakwaan sudah seharusnya bersemayam dalam diri kita. Sikap itu di antaranya adalah keteguhan hati untuk menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah
Momentum Idul Fitri kali ini juga menjadi waktu yang tepat bagi kita untuk mengumandangkan takbir sebagai wujud mengagungkan Allah swt. Allah lah dzat yang paling besar. Tidak ada yang lebih besar dari-Nya. Allah lah yang paling berhak atas segala apa yang terjadi di alam semesta, termasuk apapun yang terjadi pada diri kita. Kita adalah makhluk-Nya yang lemah tiada daya. Makhluk yang diciptakan dari tanah yang proses penciptaannya memberikan pelajaran mendalam bagi kesadaran tentang siapa kita, di mana kita, dan akan kemana kita. Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Mu'minun ayat 12:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ سُلٰلَةٍ مِّنْ طِيْنٍ
Artinya, "Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari sari pati (yang berasal) dari tanah."
Kemudian dilanjutkan dengan ayat 13:
ثُمَّ جَعَلْنٰهُ نُطْفَةً فِيْ قَرَارٍ مَّكِيْنٍ
Artinya: "Kemudian, Kami menjadikannya air mani di dalam tempat yang kukuh (rahim)."
Selanjutnya Allah SWT menjelaskan keagungan dan kekuasaan-Nya memproses terbentuknya jasad dan ruh kita dalam ayat 14:
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظٰمًا فَكَسَوْنَا الْعِظٰمَ لَحْمًا ثُمَّ اَنْشَأْنٰهُ خَلْقًا اٰخَرَۗ فَتَبَارَكَ اللّٰهُ اَحْسَنُ الْخٰلِقِيْنَۗ
Artinya: "Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang menggantung (darah). Lalu, sesuatu yang menggantung itu Kami jadikan segumpal daging. Lalu, segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. Lalu, tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta."
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ
Jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah
Tiga (3) ayat ini menyadarkan kita untuk kembali merenungkan betapa agung-Nya Allah swt dan betapa lemahnya kita. Jika kesadaran ini kita tanamkan dalam jiwa kita, maka bisa dipastikan kita akan senantiasa patuh dan takut karena cinta kepada Allah swt. Dari 3 ayat ini kita harus menyadari bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepadanya. Kita berawal dari kondisi yang lemah dan akan kembali menjadi lemah. Kita akan melewati sebuah siklus yang berasal dari tidak ada dan akan kembali kepada ketiadaan kembali.
Allah SWT berfirman:
كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْۚ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Artinya, "Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia akan mematikan kamu, Dia akan menghidupkan kamu kembali, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan?" (QS Al-Baqarah: 28).
Takbir, tahmid, dan tahlil yang kita kumandangkan dari lisan kita di hari yang fitri ini harus kita tancapkan juga dalam hati kita. Takbir yang membesarkan nama Allah, harus serta merta mengecilkan nafsu dan kesombongan kita. Takbir tanda kebahagiaan Idul Fitri, harus serta merta menjadi tanda perubahan untuk menjaga kesucian ini. Takbir di Idul Fitri ini harus tumbuh dari dalam hati untuk menjadi pujian terbaik bagi penguasa alam semesta.
Mari renungkan kembali doa kita saat iktidal shalat yang setiap hari kita baca:
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ
Artinya: "Ya Allah Tuhan kami! Bagi-Mu segala puji, sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh barang yang Engkau kehendaki sesudah itu."
Doa ini menjadi sebuah pengakuan kita, atas kebesaran Allah yang lebih besar kebesarannya dari bumi dan segala isinya. Doa ini sekaligus harus menyadarkan betapa kecilnya kita di hadapan Allah SWT.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ
Karena itu, jamaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah
Mari jadikan Idul Fitri kali ini sebagai renungan suci akan kebesaran Allah SWT sekaligus tekad untuk menjaga kesucian diri. Setelah melalui kawah candradimuka perjuangan dan pendidikan di bulan Ramadhan, kita harus mampu menjadi pribadi yang paripurna setelah gemblengan puasa satu bulan penuh.
Dalam puasa, kita diajarkan menahan diri untuk tidak makan dan minum, sehingga setelah puasa jangan lagi kita memakan yang bukan hak kita. Dalam puasa kita terbiasa dengan bibir kering karena kehausan, mata kita sayu karena keletihan, dan perut kita kosong menahan lapar, sehingga jangan sampai ke depan tangan-tangan kita kotor karena berbuat zalim kepada orang lain.
Pada Ramadhan kita yang bisa khusyuk dalam shalat, sehingga jangan lagi setelah Ramadhan kita juga khusyuk merampas hak orang lain. Pada Ramadhan, kita lihai membaca ayat-ayat Al-Qur'an, sehingga jangan sampai kita juga lihai menipu orang lain.
اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا، وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ. ،وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً، وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
'Artinya, 'Ya Allah, tampakkanlah kepadaku kebenaran sebagai kebenaran dan kuatkanlah aku untuk mengikutinya serta tampakkanlah kepadaku kesalahan sebagai kesalahan dan kuatkan pula untuk menyingkirkannya.'' (HR Imam Ahmad).
Mari jadikan Idul Fitri kali ini, Idul Fitri kita yang terbaik, karena kita tidak akan tahu apakah kita akan bisa bertemu dengan Idul Fitri di masa yang akan datang atau tidak. Mari kita saling memaafkan dengan sesama atas segala dosa yang telah kita lakukan untuk semakin menguatkan kesucian kita. Rasulullah bersabda dalam haditsnya:
الْفَضْلُ فِيْ أَنْ تَصِلَ مَنْ قَطَعَكَ وَتُعْطِي مَنْ حَرَمَكَ وَتَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَكَ (رواه هناد)
Artinya, "Keutamaan adalah bahwa engkau menghubungi orang yang memutusimu, dan engkau memberi orang yang tidak memberimu, dan engkau memaafkan orang yang menganiayamu." (HR Hanaad, Kitab Al-Jami'us Shaghir).
Terutama meminta maaf kepada kedua orang tua kita yang telah melahirkan kita ke dunia. Beruntunglah yang masih memiliki kedua orang tua. Mereka adalah jimat yang harus kita jaga. Merekalah yang telah berjasa dalam kehidupan kita dan menghantarkan kita meraih kesuksesan kehidupan di dunia.
Bagi orang tuanya yang sudah meninggal dunia, bukan berarti selesai bakti kita kepada mereka. Ziarahilah makamnya. Berdoalah kepada Allah untuk mengampuni segala dosa dan menerima amal ibadahnya. Bukan harta, jabatan, dan materi dunia yang mereka harapkan dari anak-anaknya. Namun untaian doa dan kebaikan para penerusnya lah yang mereka nanti-nantikan di alam kuburnya. Semoga Allah swt menerima doa-doa kita untuk orang tua kita. Amin.
Jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah
Demikian khutbah Idul Fitri yang mudah-mudahan bisa menjadi renungan suci kita di hari yang fitri ini. Semoga amal ibadah kita selama Ramadhan dan hari-hari selanjutnya akan senantiasa diterima oleh Allah swt. Semoga kita dijadikan golongan orang-orang yang kembali suci dan meraih ketakwaan. Amin.
جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ، وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ، اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ الله لِى وَلَكُمْ، وَلِوَالِدَيْنَا وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، فَاسْتَغْفِرهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اللهُ اَكْبَرُ (٣×) اللهُ اَكْبَرُ (٤×) اللهُ اَكْبَرُ كبيرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذي وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
(Ustaz H Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung).
4. Implementasi Kefitrahan Jiwa dalam Perilaku Rahmatan Lil 'Alamin
اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ
للهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَم
الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ
الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَآ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قال الله تعالى كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْۚ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
"Hadirin Jama'ah Shalat 'Id Rahimakumullah" Dalam suasana menunaikan shalat 'Idul Fitri yang khidmat berselimut rahmat dan kemenangan ini, marilah kita menghaturkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas curahan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita, sehingga pada pagi hari yang cerah ini, kita dapat berkesempatan mensyiarkan dan mengikuti shalat Idul Fitri 1444 H / 2023 M dalam keadaan sehat walafiat, penuh gembira, bahagia dan syahdu. Dimana sebelumnya kita telah bersama-sama berjuang yang amat melelahkan, menahan lapar dan dahaga di bawah terik sinar matahari yang menyengat, serta mengendalikan diri dan anggota tubuh kita untuk tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang selama puasa pada Bulan Ramadhan ini.
Hari raya Idul Fitri yang disambut oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia dengan kumandang takbir, tahlil, dan tahmid yang menyeruak dan bergemuruh di setiap sudut kehidupan, di masjid, di surau, di lapangan, di jalan, di gunung dan di seluruh atmosfer kehidupan, menggema memenuhi seluruh angkasa raya sesungguhnya adalah wujud kemenangan dan ekspresi rasa syukur kaum muslimin kepada Allah SWT atas keberhasilannya menaklukkan hawa nafsu dan mengembalikan fitrah (kesucian jiwa) melalui serangkaian aktivitas ibadah, amal shaleh dan mujahadah selama satu bulan penuh di bulan suci Ramadhan yang baru saja kita lewati. Allah SWT berfirman :
هْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (QS. Al-Baqarah: 185).
"Ma'asyiral Muslimin wal Aidin, Rahimakumullah" Dalam suasana hari raya kemenangan ini, mari kita hayati kembali makna dan pesan penting kefitrahan manusia, baik sebagai ibadullah (hamba Allah) maupun sebagai khalifatullah fil ardli (khalifah di bumi). Pertama: 'Idul Fitri mengandung arti kembali kepada kesucian rohani, atau kembali ke asal kejadian, atau kembali ke sikap keberagamaan yang benar. Makna ini mengisyaratkan bahwa setiap muslim yang merayakan Idul Fitri sebenarnya dia sedang merayakan kesucian rohaninya dan menikmati sikap keberagamaan yang benar. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۚ وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَىٰ حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۗ إِنَّمَا تُنْذِرُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ ۚ وَمَنْ تَزَكَّىٰ فَإِنَّمَا يَتَزَكَّىٰ لِنَفْسِهِ ۚ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka mendirikan sembahyang. Dan barangsiapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allahlah kembali(mu) (QS. Al-Fathur: 18-21).
Mari kita perhatikan, betapa Allah SWT membandingkan orang yang mensucikan dirinya dengan orang yang mengotorinya laksana orang yang melihat dengan orang yang buta, laksana terang berbanding gelap, laksana teduh berlawan panas. Sungguh sebuah metafora yang patut kita renungkan.
Allah seakan hendak menyatakan bahwa manusia yang fitri itu adalah yang mau melihat persoalan masyarakatnya secara empatik, kemudian berupaya mengurainya untuk terciptanya tatanan kehidupan yang adil dan berkesejahteraan. Ia mampu menjadi lentera di kala gelap, menjadi payung di kala panas, menjadi garam bagi kehidupan dengan berupaya menghadirkan kemaslahatan dan prestasi yang maksimal untuk peradaban manusia yang lebih baik.
Mereka inilah pemilik agama yang benar, hanifiyyah wa al-samhah yang santun, toleran, dan penuh kasih sayang kepada sesama.
اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Hadirin Jamaah shalat Idul Fitri, Yang berbahagia".
Kedua: disadari bahwa fitrah manusia dapat berubah dari waktu ke waktu. Berubah karena pergaulan, karena pengaruh lingkungan, karena pendidikan, karena bacaan dan tontonan, bahkan karena asupan makanan dan minuman. Maka, agar fitrah itu tetap terpelihara dan terus bersemi, hendaknya manusia mengacu pada pola kehidupan yang Islami. Yaitu, pola kehidupan yang bernafaskan nilai-nilai spiritualitas dan akhlak mulia. Sehingga, darinya diharapkan mampu membangun insan kamil yang memiliki keteguhan iman, keluasan ilmu pengetahuan serta terampil dalam menjawab berbagai peluang dan tantangan.
Maka itu puasa Ramadhan diharapkan dapat membentuk pribadi seorang muslim yang sejati, seperti yang dijelaskan Hadis tersebut bahwa muslim sejati yang kehadirannya benar-benar dapat melahirkan suasana nyaman dan sejuk dimanapun, kapanpun dan kepada siapapun. Terutama saat kita menjelang memasuki Tahun Politik, mari menjaga kerukunan, dan menghindarkan diri dari ucapan dan perbuatan atau perilaku yang dapat memperkeruh kedamaian di antara umat. Hal ini karena kehadiran Islam untuk membawa rahmat bagi seluruh alam semesta ini, sebagaimana dijelaskan Firman Allah dalam QS. Al Anbiya'ayat 107:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS. Al-Anbiya ayat 107).
Untuk itu, segala kebiasaan baik yang telah kita jalankan di bulan suci Ramadan, berupa pengendalian hawa nafsu, tadabbur Al-Quran, berderma kepada sesama, mengelola emosi, peduli dan disiplin, bertutur kata yang jujur serta berbagai amal kebajikan yang lain, hendaknya tetap dirawat dan ditingkatkan sedemikian rupa agar menjadi tradisi yang mulia dalam diri, keluarga dan masyarakat, terlebih di tengah disrupsi kehidupan manusia yang semakin krisis spiritualitas dan empati kemanusiaan.
Dengan menghayati pesan ayat tersebut, mari kita tegaskan kembali bahwa segala aktifitas ibadah yang kita laksanakan hendaknya tidak terjebak pada rutinitas ritual yang kering makna. Sebaliknya, amaliyah ibadah yang kita laksanakan seharusnya mampu mengaktualisasikan maqashid (tujuan asasi) dan hikmah tasyri di balik setiap pelaksanaan ibadah. Yaitu, untuk menata dan memuliakan harkat dan martabat kemanusiaan.
Ramadhan adalah kampus kehidupan manusia. Sukses Ramadhan sesungguhnya tidak diukur pada saat sedang berlangsung, akan tetapi justru dilihat dari sebelas bulan yang akan dijalaninya ke depan.
اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
"Hadirin yang dirahmati Allah" Ketiga: adalah merupakan sunnatullaah bila dinamika kehidupan diwarnai dengan susah dan senang, datang dan hilang, peluang dan tantangan, tangis dan tawa, anugerah dan musibah yang acap kali menghiasi perjalanan hidup.
Orang bijak menyatakan, kehidupan laksana roda berputar, sekali waktu bertengger di atas, waktu lain tergilas di bawah. Kehidupan laksana samudra yang tak pernah sepi dari deburan gelombang. Segala yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan dari Yang Maha Kuasa, tidak ada sesuatupun yang abadi, apalagi yang dapat disombongkan.
Dalam puasa terkandung pesan ibadah ritual dan sosial sekaligus. Orang yang sedang melaksanakan puasa, ketika merasakan lapar dan dahaga, maka pada saat itulah mereka merasakan, betapa sulit dan pahitnya kehidupan orang-orang yang lemah dan miskin papa, supaya hatinya tergerak dan bangkit menyayangi dan menyantuni mereka. Itulah sebabnya, pada akhir Ramadhan kita diwajibkan mengeluarkan zakat sebagai wujud kepedulian dan solidaritas kita untuk menghadirkan kebahagiaan kepada sesama. Suatu hari, Rasulullah Saw berpidato di atas mimbarnya, maukah kalian aku kabarkan orang yang paling jahat di antara kalian? Para sahabat pun serentak menjawab : Tentu ya Rasulullah. "Orang yang paling jahat di antara kalian ialah orang yang kenyang sendirian, yang suka memukul (budak) yang melayani dirinya, dan orang yang menolak pemberian karena keangkuhannya". Lalu Rasulullah meneruskan pidatonya, maukah kalian kuberitahu, orang yang lebih jahat dari mereka? Tentu ya Rasulullah. Yaitu, orang yang tidak mau menyelamatkan orang yang sedang tergelincir dan yang tidak mau memaafkan kesalahan orang lain. Lalu, Rasul pun meneruskan pidatonya, maukah aku beritahukan orang yang lebih jahat dari semua itu? Tentu, ya Rasulullah. Yaitu, orang yang suka membenci orang lain dan orang lain pun membenci kepada dirinya. (Kitab Bihar al-Anwar, 75: 186; al-Mukjam al Kabir, hadits nomor. 10.775).
Idul Fitri adalah momentum emas untuk memperkuat solidaritas kemanusiaan kita dengan saling peduli, berbagi dan menghargai, saling merajut silaturahmi, menyapa dan memaafkan serta mengaktualisasikan nilai-nilai fitrah dalam perbuatan nyata dan perilaku mulia. Semoga momentum Idul Fitri juga benar-benar mampu mengantarkan tatanan kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang berlandaskan nilai-nilai agama, akhlak mulia, kebersamaan dan kasih sayang sejahtera dan berkeadaban di bawah naungan ridha, maghfirah, dan kasih sayang Allah SWT. Amin, Ya Mujiibassaa'iliin.
Khutbah II
اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ
للهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لاَإِلٰهَ إِلَّا
اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَم
الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ
الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا
مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَآ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قال الله
تعالى كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْۚ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
(Dr. Syafitri Irwan, S.Ag., M.Pd.I, Kepala Kanwil Kementerian Provinsi Sumatera Selatan).
5. Keluarga Bahagia Dunia Akhirat
Khutbah I
للهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ
للهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَم
للهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لاَإِلٰهَ إِلَّا
اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَم
الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا
مَّا بَعْدُ، فَيَآ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قال الله
تعالى كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْۚ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Allāhu Akbar, Allāhu Akbar, Allāhu Akbar. Mari kita panjatkan tahmid dan syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya yang tiada terhingga, sehingga pada hari ini kita masih dapat merayakan Idul Fitri 1441 H, meskipun dalam kondisi yang masih mengharuskan kita untuk terus waspada dan berdisiplin melaksanakan protokol kesehatan.
Shalawat dan salam mari kita mohonkan bagi nabi kita Muhammad saw.: Allāhumma shalli 'alā sayyidinā Muhammad wa 'alā āli sayyidinā Muhammad.
Allāhu Akbar, Allāhu Akbar, Allāhu Akbar. Suasana Idul Fitri tahun ini, bahkan ibadah selama bulan Ramadan yang baru lalu, kita rasakan benar-benar berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini, kita melaksanakan semua ibadah dari rumah bersama keluarga. Sekarang mari kita gali hikmah di balik semua itu: mengapa Allah SWT menguji kita dengan wabah virus corona, makhluk kecil yang membuat kita dan seluruh umat manusia berada dalam situasi dan kondisi serba terbatas. Tentu saja banyak hikmahnya, tapi yang terpenting di antaranya ialah:
Pertama: agar kita tidak sombong. Mari kita bermuhasabah sejenak, kita koreksi diri kita. Barangkali selama ini kita sering bersikap angkuh dan sombong terhadap Allah SWT. Kita sering mengabaikan perintah-Nya dan melanggar larangan-Nya, bahkan mungkin berdoa pun kita enggan. Barangkali karena kesombongan itulah Allah SWT memberi kita ujian dengan menghadapkan kita pada makhluk-Nya yang amat sangat kecil tetapi mampu memporak porandakan seluruh dunia. Tentang kesombongan ini kita diperingatkan dengan sebuah Hadis Qudsi, yang artinya:
Rasulullah saw bersabda, Allah 'Azza wa Jalla berfirman: Kesombongan itu adalah selendang ku, dan keagungan adalah sarungku. Siapa yang mencoba menyamai aku pada salah satu dari keduanya, niscaya aku lemparkan ke dalam neraka. (Hadis Riwayat Abu Daud)
Kedua: agar kita menghayati dan menyadari bahwa ajaran Islam itu mudah. Ad-Dīnu yusrun. Misalnya, shalat Jumat boleh diganti dengan shalat zuhur, shalat tarawih di masjid diganti dengan shalat tarawih di rumah, dan lain sebagainya. Moderasi dalam beragama ini diingatkan oleh Rasulullah saw. di dalam hadis yang artinya:
Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak seorang pun berusaha untuk memaksakan dirinya (secara ekstrim) dengan ibadah di luar kemampuannya, kecuali dia akan dikalahkan olehnya (beragamanya itu pada akhirnya akan kembali kepada kemudahan dan moderat). Oleh sebab itu, tetaplah bersikap moderat (dalam beragama), mendekatlah (kepada kesempurnaan jika memang tidak sanggup), berilah kabar gembira (dengan moderasi agama), mintalah tolong dalam menekuni ibadah itu dengan melaksanakannya pada (waktu-waktu masih bersemangat, yaitu) pagi, sore, dan akhir malam. (Hadis Riwayat al-Bukhari)
Allāhu Akbar, Allāhu Akbar, Allāhu Akbar. Hikmah ketiga, dan ini yang terpenting ialah agar kita sebagai keluarga berusaha menjadi keluarga yang bahagia dunia akhirat. Suasana yang kita rasakan sekarang hendaknya diartikan sebagai kesempatan yang baik bagi kita untuk berbagi suka dan duka di dalam keluarga. Rasulullah saw bersabda, yang artinya:
Apabila manusia telah meninggal dunia, maka dengan kematiannya itu terputuslah produksi pahalanya, kecuali pada tiga hal berikut ini: sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak saleh yang mendoakannya. (Hadis Riwayat Muslim)
Allāhu Akbar, Allāhu Akbar, Allāhu Akbar. Mari kita bina terus dan pertahankan kebahagiaan keluarga ini bersama-sama. Setiap individu dari kita harus menguatkan rasa cinta kepada keluarga: ayah, ibu, kakak, adik, dan lain-lain, semuanya mempunyai peran yang penting dalam membina kebahagiaan keluarga. Sebagaimana sudah kita lakukan kebersamaan itu selama sebulan penuh ibadah di rumah bersama keluarga kita.
Allāhu Akbar, Allāhu Akbar, Allāhu Akbar. Demikianlah pesan khutbah ini. Selanjutnya, sebelum bermaaf-maafan, mari kita berdoa kepada Allah SWT, semoga kita menjadi keluarga yang selalu diliputi kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak.
تقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ عِيْدِنَا، وَأَعِدْهُ عَلَينَا أَعْوَامًا عَدِيْدَةً أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ: وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا
وَلَا تَفَرَّقُواْۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءً فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦٓ إِخۡوَٰنًا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم
مِّنۡهَاۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ
Khutbah II
اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ
للهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لاَإِلٰهَ إِلَّا
اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَم
الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ
الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا
مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَآ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قال الله
تعالى كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْۚ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
(Drs. H. Bustasar, MS, M.Pd, Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Bengkulu).
Demikianlah serangkaian khutbah lebaran Idul Fitri 2024 dengan berbagai tema. Semoga kita semua dapat mengamalkan isinya ya, detikers.
Artikel ini ditulis Salamah Harahap, mahasiswi magang merdeka di detikcom.
(astj/astj)