12+ Ceramah Ramadhan Singkat dan Judulnya dalam Berbagai Topik

12+ Ceramah Ramadhan Singkat dan Judulnya dalam Berbagai Topik

Fria Sumitro - detikSumut
Kamis, 21 Mar 2024 17:30 WIB
Umat Islam melakukan salat sunnah, mendengarkan ceramah di Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta, Rabu (13/4/2024).
Kumpulan Ceramah Ramadhan Singkat dan Judulnya (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Medan -

Menurut KBBI, ceramah adalah pidato oleh seseorang di hadapan banyak pendengar mengenai suatu hal atau pengetahuan. Dalam agama Islam, ceramah bisa disampaikan oleh seorang ustaz atau ustazah.

Selama Ramadan, ceramah kerap diperdengarkan, terlebih ketika akan melaksanakan salat tarawih di masjid ataupun usai salat subuh berjemaah.

Nah, berikut ini detikSumut telah merangkum sederet ceramah Ramadhan singkat dan judulnya dalam berbagai topik, dikutip dari Nahdlatul Ulama (NU) dan buku Syiar Ramadhan Perekat Persaudaraan: Materi Kuliah dan Khutbah di Masjid dan Musala Selama Ramadhan oleh Kemenag RI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ceramah 1: Membangun Jiwa Takwa, Menempa Diri di Bulan Suci

Alhamdulillah kita berada pada bulan yang penuh rahmah dan ampunan Allah, yaitu bulan suci Ramadhan. Sebagian dari hikmah puasa adalah meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah dan menempa diri di bulan suci Ramadhan.

Puasa di bulan Ramadhan kita lakukan tidak hanya dengan menahan lapar dan haus selama siang hari, tetapi juga dengan memperbaiki diri secara vertikal, horizontal, jasmani, dan rohani. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah: 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa."

Ayat di atas menjelaskan bahwa tujuan puasa adalah bertaqwa kepada Allah. Menurut Imam Fakhrur Razi dalam kitab tafsirnya Ar-Razi, beliau menjelaskan bahwa puasa dapat menjadikan seseorang bertaqwa kepada Allah, karena puasa menjadikan seseorang dapat menahan syahwat dan hawa nafsu, sehingga menjauhkannya dari perbuatan tercela, perbuatan sombong, serta perbuatan yang keji dan munkar.

Seseorang yang sering melakukan puasa, mudah baginya untuk menghindarkan diri dari perbuatan tercela. Harapan utama dari seorang yang puasa adalah menghindarkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak baik. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وشرابه

Artinya: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan yang kotor dan melakukannya, maka Allah tidak memiliki hajat padanya yang telah meninggalkan makanan dan minumnya." (HR. Bukhari).

Dalam hadits ini Nabi mengingatkan kepada umatnya, agar tidak menganggap puasa hanya sebatas meninggalkan makan dan minum. Berpuasa, namun tetap melakukan perbuatan tercela, seperti berkata dusta, senang berbohong, dan mengucapkan kalimat yang kotor. Maka Nabi mengingatkan bahwa siapapun yang berpuasa, tidak makan, tidak minum, namun tetap mengerjakan hal yang tercela, maka Allah tidak peduli terhadap puasanya, tiada pahala baginya. Lebih lanjut, terdapat hadits shahih yang diriwayatkan Imam Ibnu Majah, Nabi bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ

Artinya: "Banyak orang yang berpuasa, tidak mendapat pahala puasa kecuali hanya lapar. Banyak orang yang bangun malam, tidak mendapat pahala kecuali hanya bangun malam." (HR. Ibnu Majah)

Hadits ini memberikan motivasi dan dorongan kepada orang yang berpuasa untuk meninggalkan kemaksiatan, serta mendorong untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Syekh Hafidz Hasan Al Mas'udi dalam kitabnya Taisirul Khalaq menjelaskan, bahwa taqwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya, baik terang-terangan maupun rahasia.

Taqwa bisa digapai dengan cara menghindarkan diri dari perbuatan tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang mulia. Harapannya, orang yang berpuasa di bulan Ramadhan dapat menggapai derajat ketakwaan kepada Allah. Selanjutnya Syekh Hafidz Hasan Al Mas'udi menjelaskan, takwa dapat dibangun seseorang dengan beberapa hal.

Pertama. introspeksi diri. Seseorang hendaknya melihat bahwa dirinya adalah seorang hamba yang hina, sedangkan Tuhannya adalah Dzat Yang Maha Mulia dan Kuasa. Maka tidak pantas bagi seorang hamba yang hina menentang terhadap perintah Tuhannya Yang Maha Kuasa, karena jiwa raganya ada pada kekuasaan Tuhannya.

Bulan Ramadhan ini adalah bulan introspeksi diri, dengan merasa diri ini adalah hamba yang hina, lemah, dan banyak dosa, agar kita malu kepada Allah, sehingga menjadi hamba yang bertaqwa dan taat kepada Allah.

Kedua, selalu mengingat dan mensyukuri nikmat-nikmat dari Allah. Perlu diingat bahwa kita telah diberikan nikmat keimanan, keislaman, kesehatan, kehidupan dan kebaikan oleh Allah, bahkan jika kita menghitung nikmat Allah, kita tidak bakal bisa menghitungnya, maka tidak sepatutnya bagi kita untuk mengingkari nikmat Allah.

Ingat, barangsiapa mensyukuri nikmat Allah, maka Allah akan memberikan keberkahan baginya, dan barangsiapa mengingkarinya, sesungguhnya azab Allah sangat pedih. Mari kita syukuri nikmat Allah di bulan Ramadhan ini dengan melakukan kebaikan dan menjauhi kemaksiatan.

Ketiga, mengingat mati. Seseorang yang menyadari bahwa dirinya besok akan mati, pasti dihadapkan pada dua hal, antara surga dan neraka. Kesadaran ini akan mendorongnya untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya, sesuai kemampuannya.

Apalagi di bulan Ramadhan ini, kebaikan dilipatgandakan pahalanya, maka sudah sepatutnya kita banyak melakukan kebaikan di bulan suci ini, seperti shalat berjamaah, sholat tarawih, tadarus Al-Qur'an, membantu terhadap yang membutuhkan, peduli sosial, berbagi takjil, menebarkan rahmat dan kasih sayang, serta kebaikan lainnya.

Mengapa kita perlu bertakwa? Orang yang bertakwa akan mendapatkan dua keberuntungan, yaitu keberuntungan dunia dan keberuntungan akhirat. Keberuntungan di dunia maksudnya adalah ia akan mendapat kemuliaan yang tinggi, nama baik, dan dicintai masyarakatnya.

Orang yang bertaqwa akan dimuliakan masyarakat umum, orang yang bertakwa juga akan dihormati oleh pemimpin, dan setiap orang menilainya sebagai orang yang pantas diberikan kebaikan dan kehormatan. Sedangkan keberuntungan akhirat maksudnya adalah keselamatan dari api neraka dan keberuntungan masuk surga Allah. Wallahu a'lam.

Ceramah 2: Tiga Tips Konsisten Beribadah Selama Ramadhan

Assalamu'alaikum, Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bismillahirrahmanirrahim.

لْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُولِهِ الْـمُصْطَفَى، وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى، أَمَّا بَعْدُ

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT., yang dengan limpahan rahmat-Nya memungkinkan kita berkumpul di malam yang penuh berkah ini dengan kesehatan untuk melaksanakan salat tarawih dan witir berjemaah.

Pada kesempatan ini, saya akan membawakan ceramah singkat yang berjudul "Tips Konsisten Beribadah selama Ramadhan".

Kaum muslimin muslimat Rahimakumullah,

Jika diumpamakan, bulan Ramadhan laksana hamparan ladang yang ditumbuhi aneka pohon berbuah lebat. Kita bisa memanennya sesuka dan sebanyak mungkin. Semakin rajin kita memetiknya maka semakin banyak pula buah-buahan yang diperoleh. Saat Ramadhan, buah-buah itu adalah limpahan pahala yang bisa diraih dengan amal ibadah. Semakin giat ibadah yang dilakukan seseorang maka semakin banyak pula pahala yang ia peroleh.

Namun demikian, ibadah adalah persoalan iman. Suatu saat ia bisa naik dan di saat yang lain akan melandai. Hal demikian juga kerap dijumpai saat Ramadhan. Memasuki awal bulan semangat ibadah masih aman. Masjid dan mushala masih ramai dipenuhi jamaah shalat tarawih, suara tadarus Al-Qur'an masih lantang terdengar dimana-mana, dan sejumlah ritual keagamaan lainnya masih riuh-ramai, terutama yang khas Ramadhan.

Sayangnya begitu memasuki separuh bulan terakhir, semangat ibadah tidak lagi sebesar di fase awal. Jamaah tarawih mulai berguguran satu persatu, semangat tadarus Al-Qur'an mulai menurun, dan sebagainya.

Lantas, apa saja yang bisa kita lakukan agar semangat ibadah tetap terawat selama Ramadhan?

Yang pertama, jangan makan terlalu kenyang.

Meskipun bulan Ramadhan mewajibkan umat Muslim untuk berpuasa sejak waktu imsak sampai maghrib tiba, namun momen berbuka kadang menjadi semacam kesempatan untuk balas dendam. Segala macam hidangan disajikan di meja makan. Akibatnya perut terlalu kenyang. Padahal, Allah swt menegaskan bahwa berlebihan dalam konsumsi makanan tidak baik. Dalam Al-Qur'an disebutkan,

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّه لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ

Artinya, "Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan." (QS Al-A'raf: 31).

Ayat ini secara tegas melarang kita untuk bertindak berlebihan. Sesuatu yang baik akan mengundang petaka jika dilakukan melampaui batas. Dalam konteks Ramadhan, makan terlalu berlebihan bisa menyebabkan kita tertinggal banyak kesempatan ibadah yang balasan pahalanya berkali-kali lipat dibanding pada bulan-bulan lainnya. Terkait batas konsumsi makanan yang ideal, Rasulullah saw juga pernah bersabda,

مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ

Artinya, "Tiada tempat yang manusia isi yang lebih buruk daripada perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun, jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernapas." (HR At-Tirmidzi).

Menguatkan hadits di atas, Imam As-Syafi'i juga pernah menyampaikan,

الشَّبْعُ يُثْقِلُ الْبَدَنَ، وَيُقْسِي الْقَلْبَ، وَيُزِيْلُ الْفِطْنَةَ، وَيُجْلِبُ النَّوْمَ، وَيُضْعِفُ صَاحِبَهُ عَنِ الْعِبَادَةِ

Artinya, "Makan terlalu kenyang membuat berat badan naik, menjadikan hati keras, menghilangkan kecerdasan, menyebabkan kantuk, dan menjadikan malas beribadah." (Abu Nu'aim Al-Ashfihani, Ḥilyatul Auliyā, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1988], juz IX, halaman 127).

Yang kedua, hindari perbuatan maksiat.

Kaum muslimin muslimat Rahimakumullah,

Dosa yang diperbuat oleh seorang Muslim akan mempengaruhi kualitas spiritualnya, yaitu dengan menyebabkan pelakunya malas beribadah. Tentu kita tidak berharap kesempatan memperbanyak ibadah selama Ramadhan terlewat begitu saja sebab pengaruh dosa yang kita perbuat. Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Abbas pernah berkata,

إِنَّ لِلْحَسَنَةِ ضِيَاءً فِي الْوَجْهِ، وَنُوْرًا فِي الْقَلْبِ، وَسَعَةً فِي الرِّزْقِ، وَقُوَّةً فِي الْبَدَنِ، وَمَحَبَّةً فِي قُلُوبِ الْخَلْقِ، وَإِنَّ لِلسَّيِّئَةِ سَوَادًا فِي الْوَجْهِ، وَظُلْمَةً فِي الْقَبْرِ وَالْقَلْبِ، وَوَهْنًا فِي الْبَدَنِ، وَنَقْصًا فِي الرِّزْقِ، وَبُغْضَةً فِي قُلُوبِ الْخَلْقِ

Artinya, "Sesungguhnya pada kebaikan terdapat sinar pada wajah, cahaya dalam hati, kelapangan dalam rezeki, kekuatan pada badan, dan kecintaan pada hati makhluk. Sesungguhnya pada kejelekan terdapat kegelapan pada wajah, gulita pada alam kubur dan hati, kelemahan pada badan (untuk beribadah), kekurangan dalam rezeki, dan kebencian pada hati makhluk." (Abdul Majid Kisyk, Fi Riḥābit Tafsīr, juz XIV, halaman 3316).

Ketiga, tidak berlebihan dalam beribadah.

Segala hal yang berlebihan tidak baik, sekalipun dalam hal beribadah. Dalam melakukan amalan-amalan sunnah selama Ramadhan, kita perlu melakukannya secara proporsional dengan mengukur sejauhmana kemampuan yang kita miliki. Jangan sampai karena terlalu banyak porsi ibadah yang dilakukan, akhirnya memberatkan diri sendiri sehingga merasa 'kapok' untuk meneruskannya. Rasulullah saw pernah bersabda,

خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوْا وَأَحَبُّ الصَّلَاةِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّتْ وَكَانَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً دَاوَمَ عَلَيْهَا

Artinya, "Lakukanlah amal-amal yang kalian sanggup melaksanakannya, karena Allah tidak akan berpaling (dalam memberikan pahala) sampai kalian yang lebih dahulu berpaling (dari mengerjakan amal)." Dan shalat yang paling Nabi saw cintai adalah shalat yang dijaga kesinambungannya sekalipun sedikit. Dan Beliau bila sudah biasa melaksanakan shalat (sunnah) akan melakukannya dengan konsisten." (HR Al-Bukhari).

Dalam satu hadits riwayat Al-Bukhari pernah dikisahkan bahwa Rasulullah saw memarahi sekelompok sahabat yang memiliki semangat ibadah berlebihan sehingga dikhawatirkan membahayakan pengamalnya. Saat itu mereka ada yang bertekad menghabiskan seluruh malamnya untuk beribadah, berpuasa setiap hari, bahkan ada yang berniat membujang seumur hidup demi fokus beribadah. Nabi yang mendengar kabar ini segera menegur mereka dengan tegas.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah

Untuk itu, mari warnai Ramadhan dengan spirit ibadah yang terawat sampai bulan suci berpamit. Semakin banyak ibadah yang kita lakukan memang semakin baik, tapi akan jauh lebih baik jika kita mampu menjalaninya dengan konsisten dan penuh penghayatan.

Demikianlah ceramah yang dapat saya sampaikan, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ceramah 3: Tetap Produktif Bekerja saat Berpuasa

Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh

الْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ الْوَفَا أَمَّا بَعْدُ.

Jamaah yang Dirahmati Allah

Puasa Ramadhan bukan penghalang untuk bekerja produktif. Justru, dengan niat yang tulus dan perencanaan yang baik, ibadah puasa bisa menjadi pendorong semangat kerja. Disiplin dan pengendalian diri yang diperoleh saat berpuasa dapat diterapkan dalam mengatur waktu dan menyelesaikan tugas secara efisien.

Lantas mengapa puasa tidak menghambat produktivitas? Pertama, puasa melatih disiplin dan kontrol diri. Selama berpuasa, kita dituntut untuk menahan lapar dan haus. Disiplin ini terbawa ke dalam dunia kerja. Kita jadi lebih bisa mengatur waktu, fokus pada pekerjaan, dan menghindari hal-hal yang bisa mengganggu konsentrasi.

Ma'asyiral Muslimin wal Muslimat rahimakumullah

Kedua, puasa menyehatkan tubuh dan pikiran. Dengan pola makan teratur saat sahur dan berbuka, asupan nutrisi menjadi lebih terjaga. Hal ini berdampak positif pada kesehatan secara keseluruhan, sehingga kita tetap berenergi dan bisa bekerja secara optimal. Selain itu, puasa juga diyakini dapat meningkatkan kejernihan pikiran dan ketenangan batin, yang tentunya akan mendukung produktivitas.

Ketiga, puasa menumbuhkan semangat berbagi dan kepedulian. Suasana Ramadhan yang penuh kebersamaan dan kedermawanan bisa memotivasi kita untuk bekerja lebih giat. Dengan niat beribadah, kita akan merasa bahwa pekerjaan yang kita lakukan tidak hanya mendatangkan keuntungan finansial, tetapi juga pahala.

Jamaah yang Berbahagia

Dalam Al-Quran, Allah mengingatkan manusia bahwa bekerja untuk memenuhi nafkah keluarga termasuk kewajiban. Pada surah at-Taubah ayat 105 Allah mengingatkan pentingnya bekerja serta larangan untuk bermalas-malasan.

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَلِمٍ الْغَيْبِ وَالشَّهْدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

"Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."

Jamaah yang Berbahagia

Pada sisi lain, dijelaskan oleh Nabi Muhammad dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim bahwa bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, meskipun dengan pekerjaan yang kasar, lebih mulia daripada meminta-minta kepada orang lain. Hal ini berlaku meskipun orang yang dimintai memberi atau menolak permintaan tersebut.

لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ

"Sungguh seorang dari kalian yang memanggul kayu bakar dengan punggungnya lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya atau menolaknya." [HR. Bukhari dan Muslim].

Mengomentari hadits tersebut Imam Nawawi mengatakan bahwa hadits ini juga menganjurkan umat Islam untuk memakan hasil kerja sendiri, bukan hasil mencuri atau menipu. Islam mendorong umatnya untuk bekerja keras dengan sungguh-sungguh dalam mencari nafkah, karena hal ini dianggap sebagai bentuk ibadah. Rasulullah Muhammad SAW sendiri memberikan contoh dengan berusaha dan bekerja keras untuk menyediakan kebutuhan dirinya serta keluarganya.

Jamaah yang Berbahagia

Pun dalam Al-Quran, Allah SWT juga mengingatkan umatnya agar tidak hanya berdoa, namun juga melakukan usaha nyata dalam mencari rezeki. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memandang kerja keras sebagai salah satu cara untuk mencapai keberkahan dan mendapatkan ridha Allah SWT.

Selain menekankan pentingnya usaha dan kerja keras, Islam juga menganjurkan agar setiap orang bekerja dengan cara yang halal. Konsep ini mengacu pada prinsip bahwa segala sesuatu yang diperoleh haruslah melalui cara yang sah dan tidak melanggar aturan agama.

Dalam Islam, kehalalan dalam mencari nafkah dianggap sebagai bagian penting dari ibadah dan ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu, umat Islam diajarkan untuk menghindari segala bentuk pekerjaan atau praktik yang melibatkan penipuan, korupsi, atau eksploitasi terhadap orang lain.

Jamaah yang dirahmati Allah,

Imam Nawawi berkata dalam kitab Shahih Muslim;

إِنَّ فِي الْحَدِيثِ حَقًّا عَلَى الصَّدَقَةِ وَالأَكْلِ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَالاكْتِسَابِبِالْمَبَاحَاتِ.

"Sesungguhnya dalam hadits tersebut terdapat anjuran untuk bersedekah, makan dari hasil kerja tangan sendiri, dan mencari penghasilan dengan cara yang halal."

Dengan demikian, puasa bukan alasan untuk menjadi tidak produktif dalam bekerja. Justru sebaliknya, puasa melatih setiap orang untuk bisa lebih disiplin dan mandiri dalam kehidupannya.

Ceramah 4: Bukber Semangat, tapi Sholat Magrib Lewat

Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh

الْحَمْدُ للهِ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَلَيْنَا الصِّيَامَ لِأَجْلِ التَّقْوَى. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مَحَمَّدِ بِالْمُجْتَبى، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التَّقَى وَالْوَلَى أَمَّا بَعْدُ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ : فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (٤) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (٥) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُوْنَ (٦) وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُونَ (۷)

Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, Saudara-Saudari,
Bagaimana puasa hari ini? Semoga selalu lancar Amiin ya Rabbal Alamiin

Tema ceramah hari ini sangat menarik yakni, Bukber semangat, tapi sholat Maghrib terlewat. Ada di sini orang yang pernah seperti itu? Orangnya datang? Jangan diulangi lagi ya.

Sebelum dibahas lebih lanjut, mari kita baca bersama-sama QS. Al-Ma'un ayat 4-7.

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (٤) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (٥) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُوْنُ (٦) وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُونَ (۷)

"4. Celakalah orang-orang yang melaksanakan shalat; 5. (yaitu) yang lalai terhadap sholatnya; 6. Yang berbuat riya; 7. Dan enggan (memberi) bantuan."

Hadirin yang dirahmati Allah SWT

Baca ayat ini jangan hanya sepotong ya Pak, Bu. Jangan hanya fawailul lil mushollin. Jika hanya sepotong, ini bahaya, masak orang yang melaksanakan sholat kok celaka. Kita lihat ayat setelahnya, yaitu orang yang lalai terhadap sholatnya.

Maksud dari lalai itu apa sih? Ini yang mesti dijelaskan. Syekh Ibnu Asyur dalam kitab tafsirnya At-Tahrir wa AtTanwir menekankan betul bahwa kata sahûn itu bukan lalai karena lupa tidak melakukan sunnah ab'ad dalam sholat, seperti lupa tidak tasyahud awal misalnya, atau karena ragu dengan jumlah rakaat sholat. Bukan itu maksudnya. Kalau itu kan kita diminta untuk melakukan sujud sahwi.

Ibnu Asyur menyebutkan bahwa orang lalai itu adalah orang yang melakukan sholat karena riya', tidak ikhlas dan tanpa ada niat yang tulus. Orang ini pun mudah meninggalkan sholat. Ini yang dimaksud sebagai orang yang lalai itu.

Imam Jajaluddin As-Suyuthi mengumpulkan beberapa riwayat yang menafsirkan ayat ini. Dalam kitab Ad-Durrul Mantsur, salah satu riwayat itu adalah:

وأَخْرَجَ ابْنُ جَرِيرٍ، وَابْنُ مَرْدُويَة عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَالَّذِينَ هُم عَنْ صَلَاتِهِمْ ساهُونَ قالَ : هُمُ المَنافِقُونَ يَتْرُكُونَ الصَّلاةَ في السِّرِ ويُصَلُّونَ في العلانية.

"Ibnu Jarir dan Ibnu Marduwiyah dari Ibnu Abbas menyebutkan bahwa mereka adalah orang-orang munafik yang meninggalkan sholat saat tidak ada orang dan sholat saat di keramaian."

Dari sini, istilah munafik itu sangat luas artinya. Tetapi, yang perlu digarisbawahi adalah dalam kondisi apapun jangan pernah menyepelekan sholat. Wajib is wajib, no debat!!

Hadirin yang dirahmati Allah SWT

Buka bersama pada dasarnya adalah aktivitas yang boleh dan baik. Karena hadis Nabi sebenarnya menyebutkan bahwa kebahagiaan bagi orang yang berpuasa itu salah satunya karena berbuka.

Rasulullah SAW bersabda:

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ : فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ

"Orang yang berpuasa akan meraih dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka puasa/berhari raya, dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya," (HR Muslim).

Saya membayangkan betapa nikmatnya berbuka puasa bersama. Di momen tersebut, kita bisa silaturahim mengumpulkan sanak famili, kerabat, tetangga, bahkan kawan lama. Kebahagiaan itu memang sudah Rasulullah SAW sampaikan.

Tetapi, problemnya bukan di buka bersama ya Pak, Bu. Problemnya adalah jika orang-orang yang berbuka puasa itu melewatkan sholat maghrib. Allah SWT, memperingati betul, bahwa orang yang melewatkan puasa ini disebut akan celaka lho. Jadi, kita perlu berhati-hati.

Lantas, bagaimana kita agar tetap tidak melewatkan shalat maghrib. Berikut tipsnya:

Kita menyusun agenda sholat berjamaah. Maksudnya, ketika adzan maghrib kita hanya membatalkan puasa saja dengan sajian iftar secukupnya. Setelah itu kita sholat berjamaah, baru kemudian kita makan besar.

Acara dimulai dari siang atau setelah ashar, bukan dimulai ketika maghrib. Ini menjadi perhatian, karena biasanya bukber ini kemepetan. Sehingga, rata-rata meskipun sholat maghribnya aman tapi sholat tarawihnya bablas.

Mencari tempat yang kondusif. Ini sangat penting, kalau buka bersama di tempat umum yang tidak kondusif, maka kemungkinan agenda sholat akan terganggu. Bisa jadi ada rombongan lain yang pada akhirnya gantian dulu untuk bisa sholat.

Kepanitiaan dibentuk dengan maksimal. Ini untuk menjaga-jaga, karena sholat maghrib itu waktunya sangat pendek.

Terakhir, izinkan saya berpantun:

Pak camat beli tomat
Yang beli harus hormat
Boleh saja buka bersama semangat
Tapi ingat, shalat maghrib jangan lewat

Terima kasih saya sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ceramah 5: Puasa sebagai Tips untuk Jomblo yang Belum Menikah

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pertama-tama marilah kita sampaikan rasa puji dan syukur kita kehadirat Allah SWT sehingga kita dapat berkumpul dalam kondisi sehat walafiat.

Shalawat serta salam kita kirimkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.

Hadirin yang saya hormati

Puasa merupakan ibadah yang menjadi rahasia antara seorang hamba dan Tuhannya. Dalam praktiknya, puasa tak hanya sekedar menahan makan dan minum serta hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa.

Puasa juga merupakan sarana dalam untuk meredam hawa nafsu yang menyebabkan kriminalitas terutama kriminal yang berhubungan dengan seksualitas.Sebab yang menjadi sumber dari syahwat sendiri adalah makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh manusia sebagai sumber energi. Dalam hal ini puasa dapat dijadikan media untuk mengendalikannya, sebagaimana Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin menjelaskan sebagai berikut:

أنه قهر لعدو الله عز وجل, فإن وسيلة الشيطان لعنه الله الشهوات, وإنما تقوى الشهوات بالأكل والشرب, ولذالك قال صم: "إن الشيطان ليجري من ابن أدم مجرى الدم, فضيقوا مجاريه بالجوع, ولذلك قال صم لعائشة رضي الله عنها: "داومي قرع باب الجنة", قالت: بماذا؟ قال صم: "بالجوع"

Artinya: "Puasa dapat menundukkan musuh Allah, sebab media yang digunakan oleh setan ialah syahwat; dan syahwat menjadi kuat dengan makan dan minum. Karenanya Rasulullah saw bersabda: "Sungguh setan mengalir pada diri anak Adam dalam aliran darahnya, maka persempitlah tempat alirannya dengan lapar (puasa)". Rasulullah saw juga berkata pada Siti Aisyah ra: "Perbanyaklah mengetuk pintu surga". Aisyah bertanya: "Dengan apa?". "Dengan rasa lapar (puasa)". (Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Jeddah, Darul Minhaj, 2011 M], juz II, halaman 101).

Puasa juga dalam hal ini dapat menjadi alternatif sarana para pemuda jomblo yang belum mampu untuk menikah. Nabi Muhammad saw sudah jauh-jauh hari memberi tips kepada pemuda jomblo yang belum mampu untuk menikah karena belum adanya biaya dengan cara mendawamkan puasa.

Berikut adalah hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dalam Kitab Shahih-nya:

حدثنا عبدان عن أبي حمزة عن الأعمش عن إبراهيم عن علقمة قال: بينا أنا أمشي مع عبد الله رضي الله عنه فقال: كنا مع النبي صم فقال: من استطاع الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر, وأحصن للفرج. ومن لم يستطع فعليه بالصوم, فإنه له وجاء

Artinya: "Menceritakan kepada kami Abdan (Abdullah bin Utsman) dari Abi Hamzah dari Al-A'masyh dari Ibrahim dari Alqamah, ia berkata: "Ketika aku berjalan bersama Abdullah ra ia berkata: "Aku bersama Nabi saw, kemudian Nabi bersabda: "Barangsiapa mampu untuk menikah, maka menikahlah karena dapat menjaga pandangan mata dan menjaga kelamin. Barangsiapa belum mampu maka baginya berpuasa, karena puasa ialah perisai baginya". (Al-Bukhari).

Hadirin sekalian,

Selain sebagai sarana bagi pemuda jomblo untuk belajar mengendalikan syahwatnya, puasa juga dapat menjadi sarana untuk mengendalikan nafsu ghadabiyah (amarah) pada diri manusia. Karena puasa tidak hanya menuntut seseorang untuk menahan makan, minum dan syahwat seksual saja, melainkan juga menuntut untuk menjaga seseorang untuk tidak mencela, memusuhi orang lain serta mengendalikan amarah ketika ada yang mencela kita. Nabi Muhammad saw bersabda:

والصيام جنة, وإذا كان يوم صوم أحدكم فلا يرفث ولا يصخب. وإن سابه أحد أو قاتله فليقل: إني امرؤ صائم

Artinya: "Puasa adalah perisai, jika pada hari puasa salah satu dari kalian maka hendaknya ia tidak berkata kotor dan tidak memusuhi. Jika ada seseorang yang mencela atau memusuhinya hendaknya ia berkata: "Aku dalam keadaan berpuasa.". (HR Al-Bukhari).

Jamaah sholat Isya dan tarawih rahimakumullah,

Akhir kata, semoga puasa yang kita laksanakan tidak hanya mendapatkan lapar dan haus saja melainkan mendapatkan keberkahan karenanya. Serta menjadikan kita setelahnya terbiasa untuk mengendalikan diri baik dari jeratan syahwat dan amarah. Aamiin ya Rabbal alamiin. Wallahu a'alam.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ceramah 6: Enam Adab Berpuasa

الحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ. وَنُصَلِّي وَنُسَلِّمُ عَلَى خَيْرِ الْأَنَامِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ

Jamaah yang berbahagia ...

Ibadah puasa tidak hanya memiliki ketentuan hukum yang menentukan sah tidaknya, tetapi juga memiliki adab tertentu yang berpengaruh terhadap pahala yang diterima oleh seseorang. Artinya, adab berpuasa sangat penting untuk diperhatikan karena menentukan kualitas ibadah ini di hadapan Allah sebagaimana nasihat Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al- Ghazali halaman 439, sebagai berikut:

آدَابُ الصِّيَامِ: طَيِّبُ الغِذاءِ، وَتَرْكُ المِرَاءِ، وَمُجَانَبَةُ الغِيْبَةِ، وَرَفْضُ الكَذِبِ، وَتَرْكُ الْآذَى ، وَصَوْنُ الْجَوَارِحِ عَنِ القَبَائِحِ

"Adab berpuasa, yakni: mengonsumsi makanan yang baik, menghindari perselisihan, menjauhi gibah (menggunjing orang lain), menolak dusta, tidak menyakiti orang lain, menjaga anggota badan dari segala perbuatan buruk."

Muslimin yang dicintai Allah ...

Keenam adab sebagaimana disebutkan di atas akan diuraikan satu per satu berikut ini:

Pertama,

Mengonsumsi makanan yang baik. Selama berpuasa, khususnya pada bulan Ramadhan, makanan yang sebaiknya kita konsumsi adalah makanan yang baik atau halalan thayyiban. Beberapa makanan yang baik kita konsumsi selama Ramadhan, di samping makanan pokok seperti nasi atau lainnya, adalah kurma, madu, sayuran, daging, ikan, dan sebagainya. Intinya adalah makanan yang secara kesehatan baik untuk dikonsumsi dan juga halal secara syar'i. Syukur- syukur makanan itu ada tuntunannya di dalam agama, baik berdasarkan al-Quran atau hadis Nabi, seperti madu dan kurma sebagaimana telah disebutkan di atas.

Kedua,

Menghindari perselisihan. Pertengkaran atau perselisihan bisa terjadi kapan saja. Tetapi, orang-orang berpuasa sangat dianjurkan menjaga kesucian bulan Ramadhan dengan tidak melakukan pertengkaran. Untuk itu, diperlukan kesadaran penuh untuk menahan diri dari emosi yang dapat menjurus pada pertengkaran. Hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah yang dirawayatkan oleh Bukhari berikut ini:

وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمُ مَرَّتَيْنِ

"Dan jika seseorang mengajak bertengkar atau mencela maka katakanlah, 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa"." (Ucapkan hal ini dua kali)

Jadi, ungkapan "Aku sedang berpuasa" sebagaimana dimaksudkan dalam hadis di atas adalah untuk menyatakan ketidaksanggupan kita untuk berselisih atau bertengkar dengan pihak lain pada bulan Ramadhan. Intinya, kita sangat dianjurkan untuk bisa menjaga perdamaian dan kerukunan bersama pada saat kita sedang berpuasa.

Hadirin yang dirahmati Allah ...

Ketiga,

Menjauhi gibah/menggunjing orang lain. Menggunjing orang lain di luar bulan Ramadhan saja tidak baik, apalagi selama puasa pada bulan suci ini. Tentu dosanya lebih besar dan dapat menghilangkan pahala berpuasa itu sendiri. Oleh karena itu, setiap orang yang berpuasa perlu menyadari hal ini, sehingga bisa bersikap hati-hati dalam menjaga lisannya. Semakin baik kita menjaga lisan, semakin banyak keselamatan kita dapatkan. Hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah yang diriwayatkan Imam Bukhari sebagai berikut:

سَلَامَةُ الْإِنْسَانِ فِي حِفْظِ اللسَانِ

"Keselamatan manusia bergantung pada kemampuannya menjaga lisan."

Keempat,

Menolak dusta. Menolak berkata dusta merupakan hal penting, sebab skali berdusta kita akan cenderung berdusta lagi untuk menutupi dusta sebelumnya. Pada saat puasa, kita harus mampu menghindari berkata dusta, karena dusta dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan pahala berpuasa. Juga, kita harus mampu menahan diri dari melakukan sumpah palsu, sebab hal ini juga dapat merusak kualitas ibadah puasa kita. Tentu saja tidak hanya kualitas ibadah puasa kita menjadi menurun akibat dusta dan bersumpah palsu, tetapi juga kita akan mendapatkan dosa yang lebih besar.

Hal tersebut sebagaimana disinggung Rasulullah dalam hadisnya sebagaimana diriwayatkan oleh ath-Thabrani,

فَاتَّقُوا شَهْرَ رَمَضَانَ فَإِنَّ الْحَسَنَاتِ تُضَاعَفُ فِيهِ وَكَذَلِكَ السَّيِّئَات

"Takutlah kalian terhadap bulan Ramadhan, karena pada bulan ini kebaikan dilipatkan sebagaimana dosa juga dilipat-gandakan."

Hadirin hafizhakumullah ...

Kelima,

Tidak menyakiti orang lain. Menyakiti orang lain baik secara fisik maupun verbal merupakan perbuatan tercela. Setiap perbuatan tercela berdampak langsung terhadap kualitas ibadah puasa kita. Oleh sebab itu, betapa pentingnya selalu mengingat bahwa di dalam bulan Ramadhan kita benar-benar harus dapat menjaga lisan agar tidak sekali-kali menggunakannya untuk menyakiti orang lain seperti memfitnah, menghina, dan sebagainya.

Keenam,

Menjaga anggota badan dari segala macam perbuatan buruk. Pada bulan Ramadhan khususnya, hendaklah kita dapat menjaga tangan kita agar tidak kita gunakan untuk maksiat seperti memukul orang lain ataupun mencuri, dan sebagainya. Kaki juga harus kita jaga sebaik mungkin dengan tidak menggunakannya untuk pergi ke tempat-tempat tertentu untuk berbuat maksiat dan sebagainya. Demikian pula mata dan telinga kita, hendaklah selalu kita jaga sebaik-baiknya, sehingga tidak kita gunakan untuk melakukan perbuatan maksiat yang dosanya dilipatkan dalam bulan suci ini.

Ringkasnya, jangan sampai kita berpuasa sepanjang hari, tetapi tidak mendapatkan apa-apa, selain haus dan dahaga saja. Sebab, kita banyak melanggar adab berpuasa se- bagaimana dikhawatirkan oleh Rasululllah dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad,

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَالعَطَسُ

"Banyak orang yang berpuasa, namun mereka tidak mendapatkan apa pun selain dari pada lapar dan dahaga."

Hadirin yang dimuliakan Allah...

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapat rahmat dan pertolongan dari Allah, sehingga ibadah puasa tahun ini akan dapat kita laksanakan dengan sebaik-baiknya tanpa melanggar ketentuan hukum dan adab berpuasa. Dengan cara ini insya Allah puasa kita akan diterima oleh Allah dan mendapatkan ampunan Allah yang sebesar-besarnya. Aamiin ya rabbal alamin.

Ceramah 7: Keutamaan Menyiapkan Makan Sahur

Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh

الْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَنْزَلَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ الْقُرْآنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِي خُلُقُهُ الْقُرْآنُ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ ذَوِي الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ. أَمَّا بَعْدُ

Hadirin yang dimuliakan Allah

Ibadah puasa harus dijalankan dengan penuh ketulusan. Sebagai bentuk ketulusan tersebut, kita harus mempersiapkan ibadah dengan sebaik-baiknya. Persiapan ini dapat berarti persiapan sebelum memasuki bulan puasa. Atau ketika sudah berada di bulan puasa.

Islam mengajarkan agar kita menyiapkan diri sebelum menjalankan ibadah puasa dengan melakukan makan sahur. Makan sahur tidak hanya merupakan persiapan yang bersifat lahiriah, untuk menyimpan energi selama menjalankan puasa.

Tetapi, ada nilai keutamaan tersendiri di luar manfaat jasadiyah. Nilai-nilai itu telah dijelaskan dalam sejumlah hadis Nabi SAW dan penjelasan para ulama terhadap hadits tersebut.

Jamaah yang dimuliakan Allah

Dalam konteks menjelaskan nilai keutamaan sahur ini, Rasulullah SAW menyabdakan:

تَسَخَّرُوا؛ فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً

"Makan sahurlah. Karena, dalam makan sahur terdapat keberkahan." (HR. al-Bukhari).

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari. Karenanya, kesahihan hadis tersebut tidak perlu dipertanyakan. Berdasarkan perintah dalam hadis tersebut, para ulama bersepakat disunnahkannya makan sahur. Imam al-Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim, jilid 7 halaman 206, mengatakan;

أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى اسْتِحْبَابِهِ وَأَنَّهُ لَيْسَ بِوَاجِبٍ

"Para ulama bersepakat akan kesunnahan makan sahur, dan bahwa makan sahur bukan perkara yang diwajibkan."

Bapak Ibu yang Dirahmati Allah

Arti keberkahan dalam hadis adalah ia mengandung banyak sekali kebaikan. Di antara bentuk kebaikan makan sahur adalah ia dapat membuat orang kuat menjalankan ibadah puasa dan membuat lebih bersemangat. Dengan seperti itu, berpuasa menjadi terasa lebih ringan dijalankan.

Ketika 10 puasa terasa ringan, ada keinginan untuk berpuasa lagi. Berbeda dengan orang yang tidak makan sahur, ia akan merasa berat menjalankan puasa. Mungkin ia akan menganggapnya sebagai ibadah yang berat. Demikian penjelasan Imam al-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim.

Jamaah Hafidzakumullah

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menulis beragam bentuk keberkahan makan sahur:

البركة في السحور تَحْصُلُ بِجَهَاتٍ مُتَعَدِّدَةٍ ، وَهِيَ : اتَّبَاعُ السُّنَّةِ ، وَمُخَالَفَةٌ أَهْلِ الْكِتَابِ ، وَالتَّقوّي بِهِ عَلَى الْعِبَادَةِ ، وَالرِّيَادَةُ فِي النَّشَاطِ ، وَمُدَافَعَةُ سوء الخُلْقِ الَّذِي يُثِيرُهُ الجُوعُ ، وَالتَّسَببُ بِالصَّدَقَةِ عَلَى مَنْ يَسْأَلُ إِذْ ذَاكَ ، أَوْ يَجْتَمِعُ مَعَهُ عَلَى الْأَكْلِ ، وَالتَّسَبُّبُ لِلذِّكْرِ وَالدُّعَاءِ وَقْتَ مَظِنَّةِ الْإِجَابَةِ ، وَتَدَارُكُ نِيَّةِ الصَّوْمِ لِمَنْ أَغْفَلَهَا قَبْلَ أَنْ يَنَامَ

"Berkah dalam sahur dapat diperoleh dengan beberapa bentuk; mengikuti sunnah Nabi, menyelisihi ahli kitab, mengambil kekuatan untuk ibadah, menambah semangat, menolak perilaku buruk yang timbul akibat rasa lapar, mendorong sedekah kepada orang yang meminta sahur pada waktu sahur, berkumpul untuk makan sahur bersama, mendorong dilaksanakannya dzikir dan doa pada waktu yang mustajab, membaca niat bagi orang yang lupa membaca niat sebelum tidur." (Fath al-Bari Syarah Shahih al-Bukhari, jilid 4, halaman 140)

Hadirin yang dimuliakan Allah

Ada poin yang menarik dalam penjelasan Imam Ibnu Hajar di atas. Yaitu, sahur menjadi sebab kita berbagi sedekah kepada orang lain yang membutuhkan makan sahur pada waktu sahur. Poin ini penting, tidak hanya bagi orang yang bersahur, tetapi bagi orang yang mau menyediakan makan sahur bagi orang lain.

Poin ini sering dilupakan masyarakat kita. Memberi atau menyiapkan makan sahur untuk orang lain adalah suatu amalan yang utama. Amalan menyiapkan makan sahur untuk orang lain sering dianggap remeh. Padahal, ia merupakan amalan sosial yang utama.

Karena, amalan tersebut merupakan ibadah sosial yang dilakukan di bulan Ramadhan untuk membantu orang yang akan menjalankan kewajiban agama. Dalam sebuah kaidah fikih dikatakan, al-muta'addi afdhalu min al-qashir. Artinya, ibadah yang dapat bermanfaat untuk orang lain lebih utama dibanding ibadah yang hanya kembali kepada pelakunya.

Menyiapkan makan sahur adalah bentuk saling tolong-menolong dalam kebaikan. Al-Qur'an mengatakan, wa ta'awanu 'ala al-birri wa at-taqwa (saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan). Tidak diragukan lagi bahwa menolong orang lain yang akan menjalankan ibadah puasa Ramadhan adalah bentuk tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.

Sedekah yang paling utama adalah sedekah di bulan Ramadhan. Dalam riwayat Imam al-Tirmidzi disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah mengatakan, afdhalu as-shadaqah shadaqah fi Ramadhan. Artinya, sedekah yang paling utama adalah sedekah di bulan Ramadhan. Berbagi makan sahur atau menyiapkan makan sahur merupakan bentuk sedekah di bulan Ramadhan.

Sampai di sini, dapat kita pahami bahwa makan sahur memiliki banyak kebaikan. Salah satu kebaikan itu adalah memberi kesempatan orang berbuat baik kepada orang lain dengan cara berbagi atau menyiapkan makan sahur.

Ceramah 8: Hakikat Ibadah Puasa

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Innalhamdalillah washolatu wasalamu ala rosulillah sayyidina Muhammad ibni abdilah waala alihi wasohbihi wamawalah (amma ba'du).

Jemaah masjid yang semoga Allah muliakan dunia dan akhirat.

Alhamdulillah, dengan izin Allah kita bisa berkumpul di masjid ini untuk menjalankan perintah-Nya. Mudah-mudahan kita dapat meraih pahala dan pengampunan dari Allah SWT di bulan penuh rahmat ini.

Jamaah yang dirahmati Allah SWT,

Ibadah puasa disyariatkan kepada umat Nabi Muhammad saw. Ibadah puasa diwajibkan bagi umat Islam selama bulan Ramadhan pada setiap tahunnya. Ibadah puasa sejatinya bukan syariat baru. Ibadah puasa telah disyariatkan kepada umat-umat terdahulu sebelum umat Nabi Muhammad saw.

Ibadah puasa mengandung banyak manfaat dan keutamaan bagi umat manusia baik secara jasmani maupun secara rohani. Oleh karena itu, ibadah puasa tidak hanya disyariatkan kepada umat terdahulu, tetapi juga umat Nabi Muhammad saw, umat akhir zaman.

Ibadah puasa sendiri cukup unik. Ibadah puasa berbeda dari jenis ibadah lainnya. Pada ibadah puasa, umat Islam diperintahkan untuk menahan dan meninggalkan sesuatu (takhalli), bukan diperintahkan untuk melakukan sesuatu. Karena sifatnya yang takhalli, ibadah puasa tidak terlihat secara kasat mata. Sifat takhalli ini menempatkan ibadah puasa menjadi istimewa.

Imam Al-Ghazali menjelaskan keistimewaan ibadah puasa. Imam Al-Ghazali dalam karyanya yang terkenal Ihya Ulumiddin menjelaskan hakikat puasa. Imam Al-Ghazali menyebut secara singkat dan tepat perihal hakikat puasa sebagaimana berikut:

أن الصوم كف وترك وهو في نفسه سر ليس فيه عمل يشاهد وجميع أعمال الطاعات بمشهد من الخلق ومرأى والصوم لا يراه إلا الله عز و جل فإنه عمل في الباطن بالصبر المجرد

Artinya: "Puasa itu menahan diri dan meninggalkan (larangan puasa). Puasa pada hakikatnya sebuah rahasia. Tidak ada amal yang tampak padanya. Kalau semua ibadah disaksikan dan dilihat oleh makhluk, ibadah puasa hanya dilihat oleh Allah saw. Puasa adalah amal batin, murni kesabaran," (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz I, halaman 293).

Dari penjelasan ini, kita dapat mengerti bahwa keutamaan dan inti ibadah puasa adalah kesabaran dengan ganjaran tiada tara. Kita dapat mengerti mengapa hadits qudsi selalu mengatakan, "Ibadah puasa (dipersembahkan) untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya."

Puasa mengambil seperempat bagian dari keseluruhan keimanan karena "Puasa itu setengah dari kesabaran," (HR At-Tirmidzi). Sedangkan, "Kesabaran mengambil setengah bagian dari keimanan," (HR Abu Nu'aim dan Al-Khatib).

Adapun manfaat dari puasa adalah menurunkan keinginan-keinginan syahwat yang menjadi lahan subur setan. Dengan lapar dan haus puasa, lahan subur dan medan pacu setan menyempit dan terbatas.

Ibadah puasa bermanfaat untuk menaklukkan setan karena syahwat-syahwat itu merupakan jalan masuk setan, "musuh" Allah. Sedangkan syahwat pada manusia itu menguat oleh sebab makan dan minum.

Dari sini kemudian, ibadah puasa menjadi pintu ibadah dan tameng atau perisai bagi mereka yang berpuasa. Ibadah puasa mempersempit ruang gerak setan di dalam tubuh orang yang berpuasa.

قال صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ فَضَيِّقُوْا مَجَارِيَهُ بِالجُوْعِ

Artinya, "Rasulullah saw bersabda, 'Sungguh, setan itu berjalan pada anak Adam melalui aliran darah. Oleh karena itu, hendaklah kalian mempersempit aliran darah itu dengan rasa lapar,' (HR. Muttafaq alaihi)," (Al-Ghazali, 2018 M: I/293).

Ketika puasa membatasi, mempersempit ruang gerak, dan menutup jalan bagi setan, maka orang yang berpuasa layak diistimewakan oleh Allah dengan ganjaran yang tak terduga baik kuantitas maupun kualitasnya. Wallahu a'lam.

Demikianlah ceramah yang dapat saya sampaikan, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Saya akhiri dengan ucapan wabillahi taufik wal hidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ceramah 9: Menjaga Kesehatan di Bulan Ramadhan

Saat ini kita sudah masuk di bulan suci Ramadhan. Semua umat Islam tentu menginginkan agar di bulan yang penuh dengan rahmat dan keberkahan ini diisi dengan berbagai amal ibadah dan kegiatan positif. Namun demikian, terkadang ada hal yang dilupakan, yaitu kesehatan. Nikmat sehat ini merupakan anugerah yang sering dilalaikan oleh Bani Adam.

Padahal, justru dengan sehatlah seseorang dapat terus produktif dalam beribadah. Ketika seseorang sakit, terbaring di atas kasur, di rumah sakit. Puasanya, sholat tarawih, qiyamullail, dan tadarus Al-Qur'annya juga akan terhambat. Oleh karenanya, kesehatan memiliki urgensi besar dalam ibadah. Dalam kaidah ushul fiqih dinyatakan.

مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ الْوَاجِبُ

Artinya: "Suatu perkara yang tidak akan sempurna kewajiban kecuali dengannya maka dihukumi wajib"

Jika ibadah tidak bisa terlaksana karena seseorang sakit, maka memproteksi diri dari hal-hal yang dapat menjerumuskannya ke dalam kondisi sakit juga menjadi wajib. Artinya, kewajiban menjaga kesehatan setara levelnya dengan menjalankan ibadah.

Nah, di awal bulan suci Ramadhan ini, sudah seharusnya kita berusaha menjaga kestabilan tubuh dan kesehatan jasmani. Kesehatan yang prima akan menjadi kunci keberhasilan dalam menyongsong bulan suci Ramadhan. Berikut ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan agar jasmani kita tetap sehat.

Menjaga Pola Makan

Mengatur dan menjaga pola makan sangat penting, khusus bagi orang yang berpuasa. Betapa tidak, seharian full dari subuh hingga maghrib perut dalam keadaan kosong dari makanan dan minuman. Makanya, pada waktu sahur hendaknya memilih makanan dan minuman yang dapat menjaga kestabilan tubuh dari dehidrasi, seperti memperbanyak minum air putih, manis, dan sebagainya.

Pun demikian halnya di waktu berbuka, hendaknya makan dan minum yang kaya akan nutrisi. Menurut ilmu kedokteran, nutrisi menjadi penting untuk mengembalikan energi tubuh. Buah-buahan, sayur dan biji-bijian yang penuh dengan nutrisi akan membantu kita tetap stabil dan semangat dalam beraktivitas.

Fokus pada makanan yang mengandung protein tinggi, karbohidrat dan lemak sehat, baik di saat sahur dan berbuka. Jauhi dari makanan dan minuman yang dapat merusak tubuh. Semuanya ini sejalan dengan perintah Al-Qur'an dalam surah Al-Baqarah ayat 168

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

Artinya: "Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata"

Bisa diperhatikan dari ayat di atas, perintah memakan makanan yang halal tidak berdiri sendiri tapi digandeng dengan kata tayyib (baik). Artinya, di samping memastikan apa yang dimakan itu halal bersih dari keharaman, baik dari sisi zat ataupun cara mendapatkannya, kita juga harus memastikan bahwa makanan juga baik.

Ibnu Asyur dalam tafsirnya, At-Tahrir wa At-Tanwir menyebutkan definisi baik atau tayyib dari ayat di atas.

وهي النُّفُوسُ الَّتِي تَشْتَهِي المُلائِمَ الكامِلَ أوِ الرّاجِحَ بِحَيْثُ لا يَعُودُ تَناوُلُهُ بِضُرٍّ جُثْمانِيٍّ أوْ رُوحانِيٍّ

Artinya: "Baik dalam ayat itu ialah kondisi jiwa yang menginginkan sesuatu yang dinilai layak dan pantas sekiranya tidak akan menimbulkan kemudaratan ketika mampu memperolehnya baik secara fisik maupun rohani"

Baik di sini jelas berarti makanan atau minuman yang dapat mendatangkan kemanfaatan bagi jasmani dan rohani bagi diri kita. Tidak mengandung kemudaratan yang membahayakan tubuh.

1. Berolahraga

Olahraga tetap penting meskipun kita sedang berpuasa. Faktanya, olahraga dapat membantu meningkatkan mood, mengurangi stres, menjaga kebugaran tubuh dan meningkatkan energi. Tentu, olahraga dalam konteks ini adalah yang sifatnya ringan, seperti senam, yoga, atau melakukan pekerjaan rumah.

Waktunya bisa dilakukan pada waktu sore menjelang berbuka, sehingga kita tidak merasa haus dan kelelahan akibat olahraga saat puasa.

2. Istirahat yang Cukup

Umat Islam tentu tidak ingin waktu di bulan Ramadhan terbuang sia-sia. Semuanya ingin terisi dengan berbagai rangkaian ibadah. Tapi, bukan berarti tidak boleh mengambil waktu istirahat dan rehat sejenak. Ambillah waktu beristirahat. Jangan menekan diri kita di luar kemampuan yang bisa lakukan.

Sudah maklum, ketika Ramadhan ketika berusaha menghidupkan malamnya dengan bacaan Al-Qur'an, tahajud, dan dzikir. Bahkan kita rela untuk mengurangi porsi tidur bahkan tidak tidur sama sekali di malamnya hanya untuk meraih ganjaran besar dan pahala berlipat yang Allah sediakan.

Hal tersebut tentu saja bernilai positif. Tapi jangan sampai lupa, tubuh kita perlu istirahat. Ketika kita sudah beribadah semalaman, ambillah waktu di paginya untuk beristirahat dan tidur. Lalu, niatkanlah tidur kita sebagai sarana agar tubuh dapat kembali prima sehingga dapat terus beribadah. Dengan demikian, tidur pun dicatat sebagai pahala.

Di situlah urgensi innama al-a'mal bi an-niyyat, segala perbuatan tergantung niatnya. Ketika niatnya baik, yaitu menjaga kontinuitas ibadah, maka perbuatan yang mubah bisa bernilai pahala. Tidak hanya istirahat atau tidur, sama juga dengan berolahraga dan menjaga pola makan yang sehat. Niatilah semuanya karena Allah dan sebagai sarana bertaqarrub kepada-Nya.

Tiga kiat di atas penting untuk kita lakukan guna terus menjaga kesehatan kita masing-masing. Menjaga pola makan, berolahraga, dan mengambil porsi istirahat yang cukup menjadi kunci agar Ramadhan kita di tahun ini berjalan optimal. Tidak hanya di awal, tapi juga di tengah hingga akhir Ramadhan. Wallahu a'lam.

Ceramah 10: Menjaga Etos Kerja di Bulan Puasa

Pantaskah jika kita mengeluhkan aktivitas kerja saat bulan puasa?

Sebagai salah satu amal yang memiliki nilai ibadah, semestinya bekerja, terutama bagi Muslim yang sudah memiliki kewajiban mencari nafkah, menjadi salah satu kegiatan bernilai pahala yang akan diganjar berlipat ganda oleh Allah swt.

Kemandirian ekonomi merupakan salah satu prinsip yang menjadi perhatian agama Islam. Sehingga, Islam juga sangat mengapresiasi umat Muslim yang memiliki semangat etos kerja tinggi, terlebih jika ia sudah memiliki kewajiban untuk menafkahi keluarga. Dalam satu sabdanya Rasulullah menyampaikan:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

Artinya: "Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Dawud as memakan makanan dari hasil usahanya sendiri." (HR Al-Bukhari)

Jika kita amati dengan seksama, pengambilan contoh Nabi Adam sebagai salah satu potret sosok yang memiliki semangat etos kerja tinggi menyiratkan pesan bahwa umat terdahulu saja sudah menjunjung tinggi kemandirian ekonomi, apalagi umat Nabi Muhammad yang menyandang status umat terbaik dibanding generasi sebelum-sebelumnya.

Hanya, kehadiran bulan suci Ramadhan kadang dianggap 'membebani' oleh sebagian umat Muslim yang menilainya sebagai momen penghambat produktivitas dan penurunan etos kerja. Kondisi tubuh yang lapar dan haus membuat bulan puasa kadang dikambinghitamkan oleh sebagian orang sebab menurunkan stamina tubuh.

Padahal, seharusnya Ramadhan menjadi momen bagi setiap muslim untuk lebih giat lagi dalam bekerja. Sebagai salah satu aktivitas yang memiliki nilai pahala, semangat etos kerja di bulan puasa memiliki nilai ganjaran lebih dibanding pada bulan-bulan lainnya.

Bukankah Rasulullah SAW selalu memberi motivasi kepada para sahabat ketika hendak menyambut Ramadhan,

أَيُّهَا الَّناسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ، شَهْرٌ مُباَرَكٌ، شَهْرٌ فِـيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. جَعَلَ اللهُ صِياَمَهُ فَرِيْضَةً وَ قِياَمَ لَيْلِهِ تَطَـوُّعاً. مَنْ تَقَرَّبَ فِـيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ اْلخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِـيْماَ سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فِـيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِـيْمَا سِواَهُ

Artinya, "Wahai manusia sekalian, telah tiba bulan yang agung lagi mulia. Bulan yang di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dibanding seribu bulan. Allah telah menjadikan puasanya wajib dan shalat malamnya sebagai amal sunnah. Barangsiapa melakukan satu ibadah sunnah pada bulan ini, maka pahalanya setara dengan satu ibadah wajib di bulan lainnya. Dan barangsiapa menunaikan satu ibadah wajib pada bulan ini, maka pahalanya seperti menunaikan tujuh puluh ibadah wajib di bulan lainnya." (HR Ibnu Khuzaimah).

Untuk itu, kita harus menyadari bahwa selain sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menciptakan kemandirian ekonomi, bekerja dengan baik di bulan Ramadhan juga memiliki nilai pahala lebih, apalagi Rasulullah sudah menyampaikan bahwa bekerja memiliki sejumlah pahala yang beragam. Berikut adalah beberapa di antaranya.

1. Bernilai Sedekah

Rasulullah SAW pernah menyampaikan bahwa salah satu ibadah yang paling utama di bulan Ramadhan adalah bersedekah. Seorang Muslim yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya akan memperoleh pahala sedekah. Dalam satu hadits diriwayatkan,

عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِيَكْرِبَ الزُّبَيْدِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا كَسَبَ الرَّجُلُ كَسْبًا أَطْيَبَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَمَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَخَادِمِهِ فَهُوَ صَدَقَةٌ

Artinya, "Dari Miqdam bin Ma'diyakrib az-Zubaidi, dari Rasulullah saw, beliau bersabda, 'Usaha terbaik seorang laki-laki adalah usaha dari hasil tangannya sendiri. Dan apa-apa yang diinfakkan oleh seorang laki-laki kepada diri, istri, anak dan pembantunya adalah sedekah." (Ibnu Majah).

2. Penghapus Dosa

Selain memiliki nilai sedekah, bekerja mencari nafkah juga menjadi salah satu penghapus dosa yang paling ampuh. Rasulullah pernah menyampaikan bahwa jerih payah mencari nafkah bisa menjadi penebus dosa yang tidak bisa dilakukan oleh amal-amal ibadah lain.

Dalam satu hadits diriwayatkan.

عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مِنَ الذُّنُوْبِ ذُنُوْبٌ لَا يُكَفِّرُهَا إِلَّا الْهَمُّ بِطَلَبِ المَعِيْشَةِ

Artinya, "Dari Rasulullah saw, beliau bersabda, 'Dari sekian dosa terdapat jenis dosa yang tidak dapat ditebus kecuali dengan kesusahan (perjuangan) dalam mencari penghidupan (keluarga).'" (HR at-Thabarani, Abu Nu'aim, dan al-Khatib).

3. Meraih Surga

Meraih surga merupakan idaman bagi setiap muslim. Bagaimana tidak, surga disebutkan sebagai tempat terbaik yang keindahannya tidak bisa dibayangkan oleh siapapun. Bisa memasukinya tentu sebuah prestasi muslim yang sangat dibanggakan. Salah satu amal ibadah yang bisa mengantarkan seorang hamba ke tempat mulia ini adalah bekerja untuk menafkahi keluarga.

Dalam satu hadits diriwayatkan,

مَنْ كَانَ لَهُ ثَلَاثُ بَنَاتٍ فَأَنْفَقَ عَلَيْهِنَ وَ أَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ حَتَّى يُغْنِيَهُنَّ اللهُ عَنْهُ أَوْجَبَ اللهُ لَهُ الجَنَّةَ أَلْبَتَّةَ أَلْبَتَّةَ إِلَّا أَنْ يَعْمَلَ عَمَلًا لَا يُغْفَرُ لَهُ

Artinya, "Siapa saja yang memiliki tiga putri, lalu memenuhi nafkah mereka dan memperlakukan mereka dengan baik sehingga Allah menjadikan mereka mandiri terhadap ayahnya, niscaya Allah jadikan surga untuknya. Sudah pasti. Kecuali ia mengamalkan jenis dosa yang tidak dapat diampuni (seperti syirik)." (HR Al-Kharaithi).

Penulis menyarankan, bagi kita yang memiliki pekerjaan rutin saat bulan Ramadhan, apalagi untuk pekerja berat, sebaiknya memaksimalkan momen sahur agar dapat melalui siang hari puasa dengan stamina tubuh lebih stabil. Dengan konsumsi makanan cukup dan waktu sahur diakhirkan, insyaallah akan membuat kita lebih prima di siang hari. Wallahu a'lam.

Ceramah 11: Puasa dan Pendidikan Saleh Sosial

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pertama-tama marilah kita sampaikan rasa puji dan syukur kita kehadirat Allah SWT sehingga kita dapat berkumpul dalam kondisi sehat walafiat.

Shalawat serta salam kita kirimkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah

Kita semua sepakat bahwa tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah swt. Sebab itu, ibadah dalam Islam dirumuskan sedemikian rupa agar bisa selalu diamalkan oleh seorang muslim. Dalam kasus shalat misalnya, jika tidak bisa dilakukan dengan berdiri maka boleh dengan duduk, jika masih tidak mampu bisa dengan posisi tidur menyamping menghadap kiblat, dan seterusnya. Tanggung jawab dasar ini sudah Allah tegaskan dalam firman-Nya,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya, "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS Adz-Dzariyat: 56).

Ayat ini menegaskan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah swt. Namun perlu digarisbawahi, sebagaimana dikemukakan Ibnu Katsir dalam tafsirnya, kewajiban ibadah ini bukan karena Allah butuh pada ibadah tersebut, tapi justru jin dan manusianyalah yang memerlukannya. (Ibnu Katsir, Tafsīr Al-Qur'ānil 'Azhīm, [2018], juz IV, halaman 261).

Namun penting dicatat, bukan berarti karena kebutuhan ibadah ini menjadikan seorang Muslim hanya sibuk mementingkan kepuasan spiritual pribadi, tapi di sisi lain mengabaikan kepekaan sosial terhadap sesama manusia. Tidak sedikit dijumpai orang berlomba berburu pahala dengan melaksanakan ritual keagamaan sebanyak dan sebaik mungkin, tapi ia masih 'buta' secara sosial.

Sebab itu, Allah swt menegaskan bahwa ibadah yang baik adalah yang mampu memberikan dampak positif secara sosial bagi pelakunya. Dalam Al-Qur'an disebutkan,

اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

Artinya, "Bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al-Ankabut: 45).

Jika kita amati, ayat di atas memiliki pesan untuk menciptakan keseimbangan antara saleh ritual (shalat) dan saleh sosial (mengendalikan diri dari perilaku buruk). Shalat yang merupakan praktik ritual keagamaan paling pokok dalam Islam belum sempurna jika belum bisa memberikan dampak sosial positif bagi pelakunya. Maka, Nabi saw pernah menegaskan bahwa shalat yang tidak memiliki dampak moral justru akan menjadikan pelakunya semakin jauh dari Allah. Beliau bersabda,

مَنْ لَمْ تَنْهَهِ صَلاَتُهُ عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرِ، لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا

Artinya, "Orang yang shalatnya tidak dapat mencegah dari melakukan perbuatan keji dan munkar, niscaya dia hanya semakin jauh dari Allah." (HR At-Thabrani).

Ma'asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah

Satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah setiap ritual ibadah yang diajarkan dalam Islam pasti memiliki korelasi dengan kebaikan-kebaikan sosial. Selain shalat sebagaimana telah penulis kemukakan, puasa di bulan Ramadhan merupakan contoh konkrit yang bisa kita amati. Momen Ramadhan yang menjadi gudang amal ibadah untuk meraih limpahan pahala dan mendekatkan diri kepada Allah ini ternyata sarat dengan nilai-nilai sosial.

Dalam konteks sedekah misalnya. Pahala bersedekah saat bulan Ramadhan dinilai sebagai sedekah terbaik. Artinya, bukan saja ibadah-ibadah ritual seperti shalat sunnah dan bertadarus Al-Qur'an yang mendapat apresiasi pelipatgandaan pahala, tetapi juga kebaikan-kebaikan yang memiliki dampak sosial. Dalam satu riwayat disebutkan,

عَنْ اَنَسٍ قِيْلَ يَارَسُولَ اللهِ اَيُّ الصَّدَقَةِ اَفْضَلُ؟ قَالَ: صَدَقَةٌ فِى رَمَضَانَ

Artinya, "Dari Anas ra, sahabat bertanya, 'Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?' Rasulullah saw menjawab, 'Sedekah di bulan Ramadhan,'" (HR At-Tirmidzi).

Pada kesempatan lain Rasul bersabda,

مَنْ اَفْطَرَ صَائِمًا فَلَهُ اَجْرُ صَائِمٍ وَلَا يَنْقُصُ مِنْ اَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ

Artinya, "Siapa yang memberi makanan kepada orang yang berpuasa untuk berbuka, maka baginya pahala seperti orang puasa tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala orang puasa tersebut." (HR At-Tirmidzi).

Secara emosional, sebagaimana disampaikan Syekh 'Izzuddin bin 'Abdissalam, puasa sendiri mampu menumbuhkan rasa empati pada diri setiap Muslim. Menahan lapar seharian penuh saat selama bulan Ramadhan akan membuat seseorang ikut merasakan rasa lapar dan dahaga sehingga ia sadar betul beginilah selama ini yang dirasakan orang-orang berkekurangan. Dari pengalaman spiritual ini harapannya dia lebih terdorong lagi untuk berbagi kepada sesama.

Lebih jauh, berkaitan dengan sedekah di bulan Ramadhan, Syekh 'Izzuddin membuat kalkulasi cermat. Dia menjelaskan dalam kitabnya Maqāshidush Shaum,

فَمَنْ فَطَّرَ سِتَّةً وَ ثَلَاثِيْنَ صَائِمًا فِي كُلِّ سَنَةٍ فَكَاَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ وَ مَنْ كَثُرَ بِفِطْرِ الصَّائِمِيْنَ عَلَى هَذِهِ النِّيَّةِ كَتَبَ اللهُ لَهُ صَوْمَ عُصُوْرٍ وَ دُهُوْرٍ

Artinya, "Barang siapa memberi makanan pada 36 orang yang berpuasa setiap tahun, maka seakan-akan ia puasa satu tahun (karena kebaikan dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali). Dan barang siapa memperbanyak memberi takjil atau makan dan minum untuk orang-orang yang berpuasa atas dasar niat ini, Allah mencatat baginya puasa berabad-abad dan bertahun-tahun." (Izzuddin bin Abdissalam, Maqāshidush Shaum, [Damaskus: Darul Fikr, 1992], halaman 18).

Kalkulasi pahala ini berdasarkan rumus setiap satu amal kebaikan akan dibalas 10 kali lipat. Sehingga, memberi makan berbuka untuk 36 orang akan mendapat balasan pahala 360. Setara dengan jumlah hari dalam satu tahun. Meski dalam satu tahun ada 365 hari.

Sebab itu, sangat disayangkan jika ada sebagian Muslim yang terlalu semangat beribadah di bulan Ramadhan, namun ia mengabaikan kepekaan sosial. Contoh paling real yang sering dijumpai saat Ramadhan adalah penggunaan pengeras suara untuk tadarus Al-Qur'an. Terkadang volumenya terlalu keras, kadang pula sudah larut malam tapi volumenya tidak disesuaikan sehingga mengganggu kenyamanan publik.

Sayyid Abdurrahman Al-Ba'alawi dalam Bughyatul Mustarsyidīn menjelaskan, membaca Al-Qur'an atau bacaan lain seperti dzikir dan shalawat dengan volume suara terlalu tinggi, jika sampai mengganggu kenyamanan publik maka hukumnya makruh. Bahkan jika gangguannya lebih besar bisa sampai haram. (Abdurrahman Al-Ba'alawi, Bughyatul Mustarsyidīn, [1952], halaman 66).

Hadirin yang berbahagia,

Untuk itu, mari jadikan ibadah-ibadah yang kita lakukan memiliki dampak positif sosial bagi publik. Jangan sampai kita berlomba-lomba menjadi pribadi yang saleh secara ritual, tapi buruk secara sosial. Wallahu a'lam.

Demikianlah ceramah yang dapat saya sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga ada manfaatnya bagi kita semua.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ceramah 12: Memaksimalkan Kedermawanan di Bulan Ramadhan

Asalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh

الْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ الْوَفَا أَمَّا بَعْدُ.

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,

Kedermawanan sudah seharusnya menjadi ciri khas orang-orang bertakwa. Orang dermawan disukai oleh siapa saja, terutama disukai oleh Allah. Banyak sekali perintah dalam Al-Quran atau hadis agar kaum muslimin gemar berinfak dan bersedekah. Selain ganjaran pahala melimpah, orang yang dermawan memperoleh rahmat Allah dan rezeki yang tidak pernah surut.

Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Kedermawanan beliau semakin meningkat di bulan Ramadhan. Saking takjubnya para sahabat dengan kedermawanan Rasulullah, maka kedermawanan beliau di bulan Ramadhan dikiaskan melebihi lembutnya angin yang berhembus, masyaAllah!

Jika kita berinfak atau bersedekah setiap hari selama bulan Ramadhan, maka kebiasaan tersebut akan membekas dan menjadi kebiasaan permanen yang sangat positif. Jangan dilihat besar atau kecilnya jumlah uang yang kita sedekahkan. Yang sangat mahal adalah keberhasilan kita menjadi dermawan setiap hari.

Jamaah yang dimuliakan Allah

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran mengenai orang orang yang dermawan:

الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَهُم بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَاخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

"Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati." (Q.S. Al-Baqarah: 274).

Selain itu, dalam firman-Nya, Allah juga mengingatkan betapa besar pahala infak dan sedekah sangat berlimpah. Allah berfirman:

مثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنُبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضْعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللَّهُ وَسِعٌ علِيمٌ

"Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah: 261).

Jamaah yang dimuliakan Allah

Oleh karena itu, anjuran meneladani kedermawanan Rasulullah, terlebih di bulan Ramadhan, tercantum dalam hadisnya.

إِنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِحْ يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامِ كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

"Sesungguhnya Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang paling lembut (dermawan) dalam segala kebaikan. Dan 53 kelembutan Beliau yang paling baik adalah saat bulan Ramadhan ketika Jibril alaihissalam datang menemui Beliau.

Dan Jibril Alaihissalam datang menemui Beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al Qur'an) hingga Al Qur'an selesai dibacakan untuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Apabila Jibril Alaihissalam datang menemui Beliau, maka Beliau adalah orang yang paling lembut dalam segala kebaikan melebihi lembutnya angin yang berhembus"." (Muttafaq Alaih).

Maksud dari kedermawanan Rasulullah SAW melebihi lembutnya angin yang berhembus adalah:

أَشَارَ بِهِ إِلَى أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْإِسْرَاعِ بِالْجُودِ أَسْرَعَ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ، وَإِلَى عُمُومِ النَّفْعِ بِجُوْدِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا تَعُمُ الرِّيحُ الْمُرْسَلَة جَمِيعَ تَهُبُ عَلَيْهِ.

"Menunjukkan sangat cepat dalam hal kedermawanan melebihi cepatnya angin ketika berhembus. Kedermawanan Nabi SAW juga memberikan manfaat yang menyeluruh seperti hembusan angin yang memberikan manfaat pada apa yang dilewatinya."

Jamaah yang dimuliakan Allah

Orang dermawan dijamin tidak akan merasa takut dan sedih, terutama di akhirat. Al Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya, Mafatih Al-Ghaib menulis sebagai berikut:

إِنَّهَا تَدُلُّ عَلَى أَنَّ أَهْلَ الثَّوَابِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيُتَأَكَّدُ بِذَلِكَبِقَوْلِهِ تَعَالَى (لَا يَحْزُقُهُمُ الْفَزَعُ الْأَكْبَرُ).

"Sesungguhnya (ayat 274 Al-Baqarah) menunjukkan bahwa orang yang mendapat ganjaran sedekah tidak merasa ketakutan pada hari kiamat, hal ini dikuatkan dengan ayat Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar pada (hari kiamat),(QS. Al-Anbiya: 103)"

Jamaah yang dimuliakan Allah

Jangan lewatkan kesempatan di bulan Ramadhan untuk meningkatkan kedermawanan dengan cara bersedekah atau berinfak serajin mungkin agar kita tetap menjadi dermawan setiap hari walaupun Ramadhan telah pergi.

Ceramah 13: Tips Ngabuburit Islami

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pertama-tama marilah kita sampaikan rasa puji dan syukur kita kehadirat Allah SWT sehingga kita dapat berkumpul dalam kondisi sehat walafiat.

Shalawat serta salam kita kirimkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Nabi yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.

Hadirin yang saya hormati

Menjelang waktu berbuka puasa, umat muslimin di Indonesia biasanya menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas santai dengan menikmati suasana sore Ramadhan yang khas. tradisi ini kita kenal dengan sebutan ngabuburit.

Hanya saja, terkadang kita terlalu larut menikmati sore menjelang Magrib ini. Tidak jarang pula yang menggunakannya sebatas untuk nongkrong di pinggir jalan, menonton reels video di media sosial, atau sebatas tidur-tiduran sambil mengamati jarum jam yang terus berputar menuju waktu berbuka, dan banyak lainnya.

Padahal, waktu ngabuburit bisa kita gunakan untuk melakukan hal-hal positif yang bernilai ibadah. Tentu, sebagai momen panen pahala kita ingin kesempatan emas yang datang satu bulan sekali dalam setahun ini bisa dimanfaatkan dengan baik. Sayang sekali jika ngabuburit hanya dihabiskan untuk hal-hal kurang berfaedah atau bahkan berpotensi memicu maksiat. Alih-alih dapat pahala justru puasa berlalu tanpa makna. Ingat, Rasulullah pernah bersabda,

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ

Artinya, "Betapa banyak orang yang berpuasa, ia tidak mendapat apa-apa kecuali rasa lapar." (HR Ibnu Majah)

Sebab itu, berikut penulis bagikan sejumlah tips agar ngabuburit kita memiliki nilai positif lebih dan menghasilkan pahala yang melimpah.

Yang pertama, tadarus Al-Qur'an.

Bulan Ramadhan dikenal dengan syahrul quran (bulan Al-Quran). Selain karena kitab suci umat Muslim turun pada bulan ini, Rasulullah saw juga menjadikan momen Ramadhan untuk memberikan perhatian lebih kepada Al-Quran. Ibnu Rajab Al-Hambali dalam Bughyatul Insān fī Wadzā'ifi Ramadhān saat menjelaskan anjuran perbanyak tadarus Al-Quran di bulan puasa mengutip hadits berikut,

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

Artinya, "Dari Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah saw adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril as menemuinya, dan adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, dimana Jibril mengajarkannya Al-Quran. Sungguh Rasulullah saw orang yang paling lembut daripada angin yang berhembus." (HR Al-Bukhari).

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw menjadikan Ramadhan untuk lebih intens membaca Al-Quran. Para ulama sejak dulu pun demikian, bahkan ada juga yang bisa mengkhatamkan satu sampai dua kali dalam satu hari selama Ramadhan.

Yang kedua, berbagi takjil.

Istilah takjil barangkali tidak asing lagi bagi umat Muslim saat bulan puasa. Takjil merupakan makanan atau minuman untuk mengawali buka puasa. Biasanya berupa yang manis-manis seperti sirup, es buah, buah-buahan, dan sebagainya. Kita bisa menjadikan waktu ngabuburit untuk bersedekah takjil kepada saudara sesama Muslim. Bersyukur, tampaknya berbagi takjil sudah menjadi tradisi di Indonesia. Kita bisa banyak menjumpainya saat sore hari di sejumlah jalan dan masjid atau mushala. Terkait keutamaan sedekah di bulan Ramadhan, Rasulullah bersabda,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

Artinya, "Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka ia akan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga." (HR At-Tirmidzi).

Dalam kesempatan lain, Syekh 'Izzuddin bin Abdissalam dalam Maqāshidush Shaum mengatakan,

فَمَنْ فَطَّرَ سِتَّةً وَ ثَلَاثِيْنَ صَائِمًا فِي كُلِّ سَنَةٍ فَكَاَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ وَ مَنْ كَثُرَ بِفِطْرِ الصَّائِمِيْنَ عَلَى هَذِهِ النِّيَّةِ كَتَبَ اللهُ لَهُ صَوْمَ عُصُوْرٍ وَ دُهُوْرٍ

Artinya, "Barang siapa memberi makanan pada 36 orang yang berpuasa setiap tahun, maka seakan-akan ia puasa satu tahun (karena kebaikan dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali), dan barangsiapa memperbanyak memberi takjil atau makan dan minum untuk orang-orang yang berpuasa atas dasar niat ini, Allah mencatat baginya puasa berabad-abad dan bertahun-tahun." (('Izzuddin bin Abdissalam, Maqāshidush Shaum [Damaskus: Darul Fikr, 1992], h. 18)

Kalkulasi pahala ini berdasarkan rumus setiap satu amal kebaikan akan dibalas 10 kali lipat. Sehingga, memberi makan berbuka untuk 36 orang akan mendapat balasan pahala 360. Setara dengan jumlah hari dalam satu tahun. Meski dalam satu tahun ada 365 hari.

Yang ketiga, i'tikaf di masjid.

Menghabiskan waktu ngabuburit dengan beri'tikaf di masjid juga memiliki nilai pahala yang cukup tinggi. I'tikaf dilakukan dengan berdiam diri di dalam masjid sambil memperbanyak ibadah seperti shalat sunah, dzikir, dan membaca Al-Qur'an. Hal ini sudah biasa dilakukan oleh Rasulullah saw. Dalam satu hadits disebutkan,

كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Artinya, "Rasulullah saw melaksanakan i'tikaf pada sepuluh (malam) terakhir dari bulan Ramadhan sampai beliau wafat, lalu (dilanjutkan) istri-istrinya yang i'tikaf sepeninggalnya." (HR Al-Bukhari).

Hadits di atas menjelaskan bahwa Rasulullah saw menjadikan sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan untuk banyak beri'tikaf di masjid. Sebab, waktu-waktu tersebut merupakan momen potensial terjadinya Lailatul Qadar. Meski demikian, tidak ada salahnya jika kita beri'tikaf selama satu bulan penuh, sebab waktu terjadinya Lailatul Qadar juga berpotensi di selain sepuluh hari terakhir.

Yang keempat, menuntut ilmu.

Mendengarkan kajian Ramadhan juga bisa menjadi pilihan tepat untuk mengisi waktu ngabuburit. Di era digital seperti sekarang, kita bisa banyak menjumpai kajian-kajian keislaman di media sosial. Banyak para pendakwah milenial membuat konten islami yang bisa kita akses. Selain itu, tidak sedikit pula kiai-kiai pesantren yang melakukan live streaming pengajian dari pesantren masing-masing. Ada banyak ayat Al-Qur'an dan hadits yang menyinggung soal keutamaan dan pahala menuntut ilmu. Salah satunya sabda Rasulullah saw,

وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ على الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ

Artinya, "Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah seperti keutamaan bulan di malam purnama dibanding seluruh bintang- bintang." (HR Abu Dawud).

Nah, itulah ceramah singkat yang dapat saya sampaikan. Mari jadikan momen Ramadhan tahun ini lebih maksimal lagi dalam beribadah dan meraih pahala sebanyak mungkin. Selamat menjalankan ibadah puasa.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.




(mff/afb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads