Catat! BEI Bagi Tips Hitung Risiko Obligasi Pemerintah dan Korporasi

Kartika Sari - detikSumut
Sabtu, 16 Sep 2023 04:00 WIB
Foto: Ari Saputra
Medan -

Investasi di pasar modal sudah semakin banyak diminati masyarakat. Walau begitu, jumlah investor pasar modal di Indonesia masih relatif kecil jika dibandingkan dengan investor pasar modal di negara-negara maju dan pasar modal Asia seperti Singapura, Hongkong, Jepang, dan Korea.

Berdasarkan data per akhir Agustus 2023, jumlah investor di pasar modal Indonesia telah mencapai 11,6 juta investor. Dari jumlah tersebut, investor reksa dana dan investor saham adalah yang paling mendominasi dari total investor.

Selain reksa dana dan saham, terdapat pula instrumen Surat Berharga Negara (SBN) atau biasa dikenal dengan obligasi pemerintah dan obligasi korporasi.

"Kedua jenis instrumen ini sama-sama diperdagangkan di pasar modal, namun lebih banyak diperjualbelikan oleh pemodal institusi, seperti manajer investasi yang mengelola reksa dana, dana pensiun, dan perusahaan asuransi," ungkap Kepala Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumut Muhammad Pintor Nasution, Jumat (15/9/2023).

Pintor menjelaskan bahwa obligasi pemerintah dan obligasi korporasi sama-sama surat berharga yang merupakan surat pengakuan utang atau surat utang.

Seperti diketahui, obligasi diterbitkan oleh pihak berutang kepada pihak yang berpiutang. Penerbitan obligasi disertai janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya pada waktu yang ditentukan.

"Penerbit obligasi bisa disebut debitor dan pembeli obligasi adalah kreditor atau investor. Pembayaran yang harus dilunasi tersebut yakni utang pokok ditambah dengan bunga atau yang biasa disebut kupon. Sehingga, pihak yang membeli obligasi akan mendapat keuntungan berupa bunga atau kupon bunga," ujarnya.

Pintor menyebutkan jika perbedaan utama antara obligasi pemerintah dengan obligasi korporasi, adalah obligasi pemerintah diterbitkan oleh negara.

"Biasanya pemerintah akan menerbitkan obligasi jika terdapat kebutuhan untuk menambah anggaran belanja negara atau untuk membiayai pembangunan proyek-proyek pemerintah. Karena diterbitkan oleh negara, hal ini membuat obligasi pemerintah menjadi salah satu instrumen investasi yang paling diincar investor karena cenderung lebih aman dari risiko gagal bayar," jelasnya.

Ada beberapa jenis obligasi dalam obligasi pemerintah, yakni Surat Utang Negara, Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI), Sukuk Ritel (SR), Saving Bond Ritel (SBR), dan Sukuk Negara Tabungan (ST). Surat utang dengan nama depan sukuk memiliki artian surat utang yang berbasis syariah.

Sementara itu, obligasi korporasi diterbitkan oleh perusahaan, baik perusahaan swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Biasanya, obligasi korporasi memiliki jatuh tempo dalam waktu yang cenderung pendek, minimal satu tahun sampai kurang lebih lima tahun.

Namun begitu, Pintor mengatakan bahwa Risiko obligasi korporasi akan lebih tinggi ketimbang obligasi pemerintah. Namun, ini tergantung kondisi perusahaan penerbit, pasar, hingga kondisi politik negara tempat perusahaan tersebut berdomisili.

"Untuk mengukur risiko obligasi korporasi biasanya dilihat dari rating obligasi tersebut yang dikeluarkan oleh lembaga rating. Ada beberapa lembaga rating independen salah satunya PT Pefindo (PT Pemeringkat Efek Indonesia). Simbol rating tertinggi Pefindo adalah AAA+ dan yang paling rendah adalah D. Semakin tinggi rating, semakin kecil risiko dari perusahaan penerbit obligasi mengalami gagal bayar atau ketidakmampuan membayar kupon dan pokok obligasi saat jatuh tempo," tuturnya.

Baca selengkapnya di halaman berikut...



Simak Video "Naik 249 Poin atau 3,97%!"


(dhm/dhm)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork