DPR RI: RKUHP Hentikan Pemidanaan Terhadap Pengkritik Pemerintah

Nasional

DPR RI: RKUHP Hentikan Pemidanaan Terhadap Pengkritik Pemerintah

Tim detikNews - detikSumut
Selasa, 06 Des 2022 10:07 WIB
Rapat paripurna DPR RI
Foto: Rapat paripurna DPR RI (Firda/detikcom)
Jakarta -

DPR RI akan mengesahkan Rencana Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam rapat paripurna hari ini. Meski banyak menuai protes, pengesahan RKUHP ini akan tertap berjalan.

Anggota Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menilai pengesahan RKUHP ini menjadi kabar baik bagi demokrasi Indonesia. Pasalnya terdapat beberapa pasal yang menurutnya berperan sebagai penjaga demokrasi. Di antaranya melindungi masyarakat yang mengkritik pemerintah dari pemidanaan.

"Antara lain Pasal 36 yang mengatur soal pertanggungjawaban pidana, pelaku pidana hanya bisa dijatuhi hukuman apabila bisa dibuktikan adanya sikap batin atau mens rea si pelaku untuk melakukan pidana. Pengaturan ini akan menghentikan fenomena pemidanaan orang-orang yang bermaksud mengkritik pemerintah tetapi dituduh melakukan pidana menyebarkan kebencian," ucapnya dilansir detikNews, Selasa (6/12/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemidanaan terhadap pengkritik pemerintah juga umum menggunakan Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang berita bohong. Menurut Habiburokhman, pasat tersebut juga sudah dihapus.

"Begitu juga dengan Pasal 263 yang mencabut Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong yang selama ini banyak menjerat mereka yang berseberangan dengan penguasa seperti Habib Rizieq, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan lain-lain," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Melalui Pasal 263 ini, lanjutnya, mereka yang dituduh menyebar berita bohong tidak bisa begitu saja dipidana jika tidak terjadi kerusuhan secara fisik.

Selain itu, Dalam KHUP yang baru, terdapat Pasal 278 yang mengatur pidana bagi aparat penegak hukum yang merekayasa kasus. Melalui pasal ini, menurut Habiburokhman, siapa pun yang merasa terkriminalisasi bisa melapor ke penegak hukum.

"Pasal 278 mengatur ancaman pidana 9 tahun kepada aparat penengah hukum yang merekayasa kasus. Dengan adanya pasal ini setiap aktivis yang merasa dikriminalisasi dan memiliki bukti yang cukup justru bisa melaporkan aparat penegak hukum secara pidana," katanya.

KHUP yang baru juga mengatur soal penyerangan kehormatan dan harkat martabat Presiden. Menurutnya, pasal ini sudah direformulasi. Tindakan penyerangan tidak bisa dipidana kalau untuk kepentingan umum.

"Di sisi lain Pasal penyerangan kehormatan dan harkat martabat Presiden sudah direformulasi dengan adanya penegasan tidak termasuk penyerangan kehormatan dan harkat martabat presiden jika dilakukan untuk kepentingan umum. Begitu juga Pasal penghinaan kepada kekuasaan umum, Polri, Jaksa sudah dihilangkan," katanya.

"Setelah melalui proses sangat panjang dan lama, Insyaallah hari Selasa 6 Desember ini bangsa Indonesia akhirnya memiliki KUHP buatan sendiri untuk menggantikan KUHP produk penjajah Belanda yang sudah berlaku lebih dari 150 tahun," kata Habiburokhman.




(nkm/nkm)


Hide Ads