Masjid Seribu Tiang dikenal sebagai aset kebanggaan Provinsi Jambi. Selain menjadi tempat ibadah umat Muslim, masjid ini juga dibuka untuk wisata religi.
Arsitektur Masjid Seribu Tiang tergolong unik karena tidak memiliki dinding dan pintu. Penasaran seperti apa bentuk dan sejarah masjid terbesar di Jambi ini? Berikut rangkuman dari detikSumbagsel.
Bentuk Masjid Seribu Tiang
Masjid Seribu Tiang merupakan sebutan untuk Masjid Agung Al-Falah yang berada di Jalan Sultan Thaha No. 60, Legok, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi. Lokasinya sangat strategis karena berada di pusat kota.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari jurnal Arsitektur dan Lingkungan Bina milik Algusrinof berjudul Perencanaan Masjid Agung Al-Falah Kota Jambi, lokasi masjid tersebut dulunya dijadikan sebagai pusat kerajaan Melayu Jambi.
Kemudian dipertegas juga dari penjelasan sejarawan sekaligus tokoh masyarakat melayu Jambi, Junaidi T Nur. Menurutnya, lokasi Masjid Agung Al-Falah berdiri di atas lahan bekas Istana Tanah Pilih dari Sultan Thaha Syaifudin.
Bangunan Masjid Seribu Tiang berbentuk menyerupai pendopo dengan tiang yang banyak tanpa adanya sekat atau pembatas. Bangunan ini tidak memiliki dinding, pintu dan jendela. Konsepnya sengaja dibuat terbuka dengan menonjolkan keramahan.
Masjid ini berdiri di atas lahan seluas 26.890 meter persegi atau 2,7 hektar. Luas bangunanya 6.400 meter persegi dengan ukuran 80x80 meter mampu menampung kapasitas lebih dari 10.000 jemaah.
Di atas masjid terdapat kubah besar yang menjadi ikon Kota Jambi. Jumlah tiangnya tidak mencapai seribu melainkan hanya 232 buah. Kekokohan tiang diklaim mampu bertahan dari goncangan gempa.
Tiang yang berada di dalam masjid berwarna coklat tembaga dengan ukuran yang cukup besar. Sementara di bagian luar, ukuran tiangnya lebih kecil dan berwarna putih. Ornamen masjid dilengkapi dengan ukiran kaligrafi berwarna emas.
Sejak awal pembangunan hingga sekarang, arsitektur Masjid Seribu Tiang tetap dipertahankan sesuai bentuk awal. Renovasi yang dilakukan hanya sekedar pemeliharaan. Tidak ada bentuk yang diubah sama sekali.
Sejarah Berdirinya Masjid Seribu Tiang
Berdirinya Masjid Seribu Tiang melewati perjalanan panjang pada masa Pemerintahan Belanda. Pertaruhan rakyat Jambi dikerahkan untuk membangun masjid ini.
Pemerintah Belanda menguasai kawasan tersebut pada tahun 1885. Penjajah menjadikan lokasi itu sebagai pusat pemerintahan dan benteng pertahanan. Mereka menjaga lokasi dengan sangat ketat.
Seiring berjalannya waktu, Belanda tak henti melakukan perkembangan terhadap lahan bekas istana Sultan Jambi. Pada tahun 1906 dibangunlah asrama tentara sekaligus tempat pemerintahan Keresidenan.
Namun pada era Kemerdekaan hingga tahun 1970-an, kekuasaan Belanda akhirnya runtuh. Lahan yang dikuasai penjajah kembali ke tangan pemerintah Jambi. Lokasi tersebut beralih fungsi menjadi asrama TNI Jambi.
Sebelum Belanda runtuh, pada tahun 1961 sudah muncul ide pembangunan Masjid Al-Falah oleh tokoh agama Islam di Jambi. Namun saat itu belum ada gerakan nyata untuk melakukan pembangunan.
Pada tahun 1971, pemerintahan Jambi mewujudkan proses pembangunan yang berlangsung selama 9 tahun. Peresmian Masjid Agung Al-Falah dilakukan oleh Presiden Soeharto pada 29 September 1980.
Asal Usul Sebutan Masjid Seribu Tiang
Dikutip dari situs resmi Kemenag Jambi, sebutan seribu tiang berasal dari ucapan para pendatang yang takjub melihat bangunan Masjid Agung Al-Falah. Karenanya, banyak tiang penyangga yang berdiri kokoh. Dari situ sebutan seribu tiang melekat pada Masjid Agung Al-Falah.
Meski begitu, penamaan masjid itu memiliki makna khusus. Kata Al-Falah berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti suatu kemenangan. Terdapat dua kemenangan yang dikenang yakni dari segi agama dan sejarah.
Kemenangan pertama berupa sebuah pencapaian bagi umat Muslim untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Kemenangan kedua berupa keberhasilan melawan kekuasaan Belanda.
Begitulah ulasan tentang Masjid Seribu Tiang atau Masjid Agung Al-Falah. Adakah detikers yang pernah mengunjungi ikon Kota Jambi ini? Jangan lupa mampir ya.
(Dwi Apriani/des)