Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Wamenaker Immanuel Ebenezer atau Noel sebagai tersangka dalam perkara pemerasan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Dari aksi pemerasan tersebut, Noel disebut sudah menerima uang Rp 3 miliar.
Dilansir detikNews, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan Noel menerima uang sebesar Rp 3 miliar dari pemerasan K3. Noel menerima uang panas tersebut pada akhir tahun lalu, 2 bulan setelah menjabat.
"Kemudian sejumlah uang tersebut mengalir ke penyelenggara negara," kata Setyo saat jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (22/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yaitu IEG (Immanuel Ebenezer Gerungan) sebesar Rp 3 miliar pada bulan Desember 2024. Kemudian FAH dan HR sebesar Rp 50 juta per minggu," lanjut Setyo.
Tak hanya Noel, pejabat Kemenaker lainnya juga turut menikmati uang dari pemerasan tersebut. Ada pula yang menerima berupa bentuk barang kendaraan.
"HS lebih dari Rp 1,5 miliar selama kurun waktu 2021-2024, serta JFH berupa unit kendaraan roda empat," imbuhnya.
Daftar tersangka pemerasan sertifikasi K3 Kemenaker:
1. Irvian Bobby Mahendro, Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 2022-2025
2. Gerry Aditya Herwanto Putra, Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja 2022-sekarang
3. Subhan Subkoordinator Keselamatan Kerja Dit. Bina K3 tahun 2020-2025
4. Anitasari Kusumawati, Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja tahun 2020-sekarang
5. Immanuel Ebenezer Gerungan, Wamenaker
6. Fahrurozi, Dirjen Binwasnaker dan K3 pada Maret 2025-sekarang
7. Hery Susanto, Direktur Bina Kelembagaan tahun 2021-Februari 2025
8. Sekarsari, Kartika Putri Subkoordinator
9. Supriadi, Koordinator
10. Temurila, PT KEM Indonesia
11. Miki Mahfud, PT KEM Indonesia
Seperti diketahui, Noel dan rekan lainnya ditangkap dalam OTT yang digelar KPK pada Rabu (20/8). Total ada 14 orang yang ditangkap KPK dalam tangkap tangan tersebut. Selain 14 orang, KPK menyita 22 kendaraan. Puluhan kendaraan yang disita itu terdiri atas 15 mobil dan tujuh kendaraan.
KPK mengungkap pemerasan ini diduga terjadi sejak 2019.
"Bahwa praktik dugaan pemerasan ini sudah terjadi sejak beberapa periode waktu sebelumnya, diperkirakan dari tahun 2019 sampai dengan saat ini," kata Setyo.
Dia mengungkap motif dalam pemerasan ini. Para buruh diminta membayar uang lebih dari tarif yang ditetapkan dalam pengurusan K3.
"Atas penerimaan uang dari selisih antara yang dibayarkan oleh para pihak yang mengurus penerbitan sertifikat K3 kepada perusahaan jasa K3 atau PJ K3 dengan biaya yang seharusnya sesuai dengan tarif PNBP kemudian uang tersebut mengalir ke beberapa pihak, yaitu sejumlah Rp 81 miliar," katanya.
Setyo menjelaskan seharusnya tarif pengurusan K3 hanya sekitar Rp 200 ribu. Namun, menurut dia, para buruh membayar sampai Rp 6 juta.
"Dari tarif sertifikasi K3 yang sebesar Rp 275 ribu, tapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa para pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya hingga Rp 6 juta karena adanya tindak pemerasan dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan sertifikasi K3 yang tidak membayar lebih tersebut," jelasnya.
"Biaya sebesar Rp 6 juta ini dua kali lipat dari rata-rata pendapatan atau upah UMR yang diterima oleh para pekerja dan para buruh tersebut," imbuhnya.
(dai/dai)