Mantan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, AZ, ditetapkan tersangka suap dalam proses eksekusi pengembalian barang bukti korban robot trading Fahrenheit. Ia diduga sudah menilap sebagian uang pengembalian barang bukti senilai Rp 11,5 miliar.
Dilansir detikNews, penetapan tersangka tersebut dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
"Atas tindak pidana korupsi berupa suap tersebut Penyidik Kejati DKI telah memeriksa beberapa pihak pada tanggal 24 Februari, yaitu satu orang oknum Jaksa inisial AZ telah ditetapkan sebagai tersangka," kata Kajati Jakarta, Patris Yusrian, dalam konferensi pers di kantor Kejati Jakarta, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semula, JPU AZ melaksanakan eksekusi pengembalian barang bukti senilai Rp 61,4 miliar atas perkara investasi bodong robot trading Fahrenheit. Namun pihak AZ tidak melakukan eksekusi pengembalian barang bukti secara menyeluruh.
Ia menerangkan ada upaya dari pihak kuasa hukum korban robot trading Fahrenheit berinisial BG dan OS yang membujuk JPU AZ agar tidak mengembalikan sepenuhnya barang bukti berupa uang senilai Rp 61,4 miliar kepada pihak korban robot trading sehingga terjadilah pemangkasan barang bukti uang senilai Rp 23,2 miliar.
"Seyogianya uang tersebut dikembalikan kepada korban robot trading Fahrenheit yang diwakili oleh saudara BG dan saudara OS. Akan tetapi, kuasa hukum bekerja sama dengan oknum jaksa berinisial AZ dengan hanya mengembalikan sebesar Rp 38,2 miliar," terang Patris.
Uang senilai Rp 23,2 miliar yang ditilap dari eksekusi pengembalian barang bukti dibagi dua untuk pihak kuasa hukum serta jaksa AZ. Patris menyebutkan jaksa AZ menerima bagian sebesar Rp 11,5 miliar.
"Atas bujuk rayu kuasa hukum korban yaitu saudara BG dan saudara OS, sebagian di antaranya senilai Rp 11,5 miliar diberikan kepada oknum Jaksa inisial AZ dan sisanya diambil oleh 2 orang kuasa hukum," bebernya.
Patris menjelaskan penyidik menyita uang total Rp 5 miliar serta rumah dan tanah.
"Kami sudah memblokir dan menyita uang yang ada di rekening senilai Rp 3,7 miliar. Uang cash Rp 1,7, dalam bentuk polis asuransi 2 miliar. Kemudian aset rumah yang dibeli oleh tersangka, tanah serta uang tunai yang ada pada istri tersangka," kata Patris.
Menurut Patris, tersangka AZ menggunakan rekening sang istri untuk sekedar menaruh uang tersebut. Dia memastikan tidak ada uang yang dialirkan AZ ke sang istri sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Jadi bukan mengalir, disimpan di rekening istrinya. Istrinya sudah diperiksa sebagai saksi kemarin. Kemudian yang sudah diamankan kurang lebih 5 miliar," kata Patris.
Dia menerangkan dalam perkara ini, pihaknya fokus terhadap tindak pidana yang dilakukan AZ berupa penilapan eksekusi pengembalian barang bukti. Dia juga menyebut belum menemukan AZ melakukan tindakan serupa di perkara lain.
"Dalam perkara ini kita hanya menjadikan tindak pidana di pengembalian barang bukti atau eksekusi dalam perkara yang disebutkan tadi. Kita belum mendapatkan informasi lain bahwa di dalam kasus lain tersangka ini juga melakukan hal yang sama," imbuhnya.
Patris menyebut, AZ pun disangkakan dengan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 Huruf e, Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Tersangka oknum jaksa AZ telah ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan," tutur Patris.
Sementara terhadap kuasa hukum berinisial BG disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan terhadap oknum kuasa hukum OS hingga saat ini belum memenuhi panggilan pemeriksaan.
"Sementara itu, satu orang saksi inisial OS berstatus selaku Kuasa Hukum Korban belum memenuhi panggilan. Untuk itu Kuasa Hukum Korban dihimbau agar kooperatif menjalani proses hukum," imbuhnya.
(dai/dai)