Pengamat hukum di Sumsel yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Prof Dr Febrian angkat bicara terkait kasus napi tewas dibunuh rekan satu kamar, di Lapas Mata Merah Palembang.
Febrian mengatakan seharusnya peristiwa tersebut tidak terjadi, apabila petugas lapas mengetahui adanya rencana pembunuhan tahanan oleh rekan satu kamarnya.
"Seharusnya dengan posisi dan situasi apapun, termasuk waktu petugas harus siap berjaga 24 jam. Di Lapas itu ada SOP terhadap pengawas napi selama 24 jam. Itu artinya kalau terjadi, itu terjadi artinya ada kelalaian yang berujung kematian. Seharusnya dari kejadian ini harus ada sanksi," kata Febrian kepada detikSumbagsel, Minggu (21/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Febrian menegaskan pernyataan Kalapas yang menyebut sudah sesuai SOP harus diklarifikasi oleh masyarakat umum. Termasuk keluarga yang bersangkutan, menerima atau tidak.
"Selain itu juga Kemenkumham Sumsel harus turun tangan membentuk tim pencari fakta, dan mengungkap peristiwa itu agar kejadian itu tidak terjadi lagi," ungkapnya.
Menurut Febrian, jika Kemenkumham mengatakan tidak semua kamar bisa diawasi, artinya itu bentuk kelalaian. Itu berarti kelemahan dari Lapas itu kelihatan tidak bisa menjaga, dan mengawasi kamar tahanan.
"Itu kan nyawa orang di dalam tahanan. Seharusnya juga Kemenkumham Sumsel jangan menyerahkan semua ke Kalapas. Jika itu menjadi polemik di masyarakat, harus turun membentuk tim pencari fakta," jelasnya.
Febrian menambahkan, yang harus bertanggung jawab tidak hanya petugas yang berjaga. Tapi tanggung jawab kalapas juga.
"Dari kejadian ini, selain petugas yang berjaga, juga Kalapas harus bertanggung jawab," tutupnya.
(sun/csb)