Bupati Seluma Erwin Octavian dan Sekertaris Daerah Seluma Hadianto dihadirkan dalam sidang kasus dugaan korupsi belanja tidak terduga (BTT) di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Seluma. Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Bengkulu, Senin (12/2/2024) juga ada 3 saksi lain.
Yakni Kepala BKD Seluma Sumiati, Kabid Perbendaharaan BKD Seluma Edi Yustiono dan mantan Kepala BPBD Seluma, Arben Muktar.
Seperti diketahui, dalam kasus dugaan korupsi tersebut, ada 12 tersangka yang terlibat termasuk Kepala BPBD Seluma Mirin Ajib serta Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Seluma Pauzan Aroni. Pagu anggaran BTT yang dikelola oleh BPBD Seluma yakni sebesar Rp 3,8 miliar. Anggaran ini digunakan untuk mengerjakan 8 kegiatan dan 4 pengawasan. Dari hasil audit ditemukan indikasi korupsi dengan total kerugian negara senilai Rp 1,8 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saksi-saksi yang dihadirkan tersebut untuk menjelaskan mekanisme pengusulan anggaran BTT sampai digunakan untuk melaksanakan 8 item proyek di Kabupaten Seluma. Selama persidangan, Bupati Seluma dan Sekda Seluma mengaku banyak tidak tahu saat ditanya oleh hakim dan jaksa terkait proyek BTT.
Bupati mengaku, dirinya tidak tahu seperti apa prosedur pencarian proyek BTT dan berapa anggaran yang dicairkan, termasuk berapa titik proyek yang dikerjakan menggunakan dana BTT. Secara teknis yang paling tahu adalah Kepala BPBD (Mirin) selaku kepala pelaksana.
"Prosedur pencairan dan berapa yang dicairkan saya tidak tahu yang mulia. Tahu proyek ini bermasalah saat diberitakan media," kata Bupati Seluma, Erwin dalam persidangan, Senin (12/2/2024).
Erwin mengatakan, secara teknis langsung dengan Kepala BPBD terkait proses pencairannya. Hakim juga bertanya terkait jumlah proyek di Kabupaten Seluma selama tahun 2022 pada Erwin. Namun Erwin menjawab tak mengetahui secara rinci jumlah proyek tersebut dan anggaran yang diturunkan.
Dia pun menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah melihat proyek tersebut.
"Berapa proyek selama tahun 2022, secara rinci saya tidak tahu," jelas Erwin.
Kemudian jaksa bertanya terkait Surat Pernyataan Tanggap Darurat dan Surat Keputusan Tanggap Darurat yang dikeluarkan Bupati Seluma. Sebab dari dua surat tersebut menjadi dasar penggunaan dana BTT, dan tanpa surat dana BTT tidak akan bisa digunakan. Surat tersebut dikeluarkan bulan Maret 2022 dan September 2022.
"Dana tersebut ke BPBD semua, berapa kegiatan saya lupa. Terkait dengan kajian dasar hukum pelaksanaan kegiatan sudah semuanya," jelas Erwin.
Sementara itu, Sekda Hadianto mengaku tahu total anggaran yang digunakan pada proyek BTT, sekitar Rp 4 miliar lebih. Dia menyebutkan, laporan keuangan BTT semuanya lengkap, tetapi beberapa pekerjaan terdapat masalah. Namun Hadianto tidak tahu apa saja masalah pada proyek BTT sebab dari pihak BPBD tidak pernah memberikan laporan progress pekerjaan dan berapa item yang dikerjakan.
"Pelaksanaannya tidak tahu dimana saja, karena tidak ada laporan dari BPBD berapa item yang dikerjakan," ujar Hadianto.
Dijelaskan bahwa karena BTT sifatnya untuk tanggap darurat, tidak perlu ada penunjukan kontraktor. Proses pencairannya pun cukup sederhana. BKD Seluma selaku pihak yang bertanggung jawab soal keuangan daerah mencairkan dana hanya berdasar SK yang dikeluarkan Bupati. Setelah anggaran diserahkan ke BPBD, maka yang bertanggung jawab penuh adalah BPBD.
"Sesuai aturan tidak ada laporan secara keseluruhan, yang bertanggung jawab penuh menggunakan anggaran adalah BPBD," kata Kepala BKD Seluma, Sumiati.
Sementara Itu, JPU Kejati Bengkulu Much Syafi'i mengaku jika pembuktian tersebut menguatkan dakwaan yang sebelumnya disampaikan. Berkaitan dengan SK yang disampaikan dalam pengerjaan, jika memang ada ada SK-nya maka dinilai bahwa pengerjaan adalah benar.
JPU mendakwa para terdakwa dengan pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Sidang tersebut masih akan dilanjutkan Senin pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
(dai/dai)