Apinsa (33) guru honorer salah satu Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) yang sudah 15 tahun mengabdi harus menerima tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) 10 bulan penjara karena telah terbukti bersalah melakukan kekerasan terhadap siswanya.
"Memang benar pada tanggal 19 Desember 2023 lalu terdakwa Apinsa terbukti bersalah melakukan kekerasan terhadap anak dengan memukul punggung siswa menggunakan rotan sehingga dikenakan pasal 81 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak, dengan tuntutan yang kami beri sebanyak 10 bulan penjara," kata JPU Trian Febriansyah kepada detikSumbagsel, Jumat (5/1/2024).
JPU Trian Febriansyah menjelaskan proses persidangan terdakwa Apinsa, kasus memukul murid dengan rotan di tiba pada agenda pembelaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasus ini juga sudah jalan dan Kamis (4/1/2024) sudah masuk sidang pembelaan terdakwa," jelasnya.
Sementara itu selaku kuasa hukum terdakwa, Abdul Aziz tidak sependapat atas tuntutan JPU dikarenakan persoalan ini harus di lihat cermat, bukan semata-mata dari sudut pandang UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"JPU harus melihat peristiwa yang terjadi di dalam ruang lingkup proses belajar mengajar berdasarkan Pasal 39 ayat (1) PP 74 Tahun 2008 tentang guru Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didik nya yang melanggar," ungkapnya.
Dia menjelaskan apabila guru melanggar atau melakukan kekerasan dalam proses belajar mengajar dengan tidak berakibat fatal bagi muridnya maka guru tidak bisa dipidana melainkan diberikan sanksi oleh instansi terkait baik berupa teguran tertulis sampai dengan pemberhentian sebagai tenaga pendidikan.
"Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Permendikbud No 82 Tahun 2015 pada pasal 11 ayat (3) dan Pasal 12 ayat (1) jo Pasal 77 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen," katanya
Dia menambahkan bahwa terungkap saat di persidangan anak-anak tersebut yang menjadi korban keesokan hari nya telah sekolah kembali dengan demikian tidak pula korban mengalami dampak negatif dan mengganggu proses pendidikan nya.
"Tindakan klien kami Apinsa adalah spontanitas dan merupakan bagian dari interaksi pendidikan yang mendisiplinkan siswa yang melakukan pelanggaran di lingkungan sekolah dan tidak pula berdampak fatal terhadap anak," jelasnya.
Sementara itu isi pembelaan adalah sebagai berikut:
"Saya mengucapkan terima kasih kepada yang Mulia Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum serta Penasihat Hukum yang dengan ketelitian telah memeriksa perkara ini.
Semata-mata untuk menggali dan menemukan kebenaran materiil yang begitu penting untuk menentukan keputusan yang adil bagi semua pihak. Tidak terkecuali bagi saya seorang guru honorer yang telah mengabdi selama 15 tahun.
Tak terlintas sedikitpun oleh saya peristiwa tanggal 12 Juli 2023 menghantarkan saya pada peristiwa yang begitu pelik, menyita waktu yang begitu panjang dalam proses hukum yang mengakibatkan tekanan mental dan batin saya dan keluarga khususnya istri yang berkepanjangan serta melelahkan.
Tindakan saya yang spontan yang bermaksud menertibkan anak-anak, setelah saya tegur sebanyak dua kali terlebih dahulu, berujung bayang-bayang penjara meskipun vonis belum dijatuhkan.
Sejak proses di kepolisian saya dan keluarga, rekan-rekan guru dan komite serta pemerintahan desa telah berusaha dengan sungguh-sungguh meminta maaf.
Dengan menempuh upaya penyelesaian secara kekeluargaan pada keluarga Ananda KY tetapi tidak berhasil dikarenakan ketidakmampuan saya untuk memenuhi apa yang menjadi prasyarat dari kakeknya KY.
Andai kata ada kemampuan tentu itu yang saya pilih karena saya sesungguhnya tidak kuat secara mental dalam proses hukum yang berkepanjangan ini."
(des/des)