Pengadilan Negeri (PN) Jambi buka suara soal penahanan Johannes Marbun, oknum panitera pengganti yang terjerat kasus penipuan dengan modus menjanjikan masuk PNS. Humas PN Jambi Suwarjo membenarkan soal status pelaku berdinas di PN Jambi.
Suwarjo menyebut bahwa Marbun berstatus panitera pengganti, bukan panitera. Kata dia, panitera dan panitera pengganti berbeda.
"Iya tapi itu statusnya panitera pengganti. Jadi panitera pengganti itu yang membantu panitera. Karena panitera di Pengadilan Jambi itu kan cuma satu. Yang membantu hakim bersidang itu, ya itu panitera pengganti itu," kata Suwarjo, Selasa (5/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari penahanan Marbun, kata Suwarjo, PN Jambi sudah melapor ke Pengadilan Tinggi Jambi dan Mahkamah Agung soal status Marbun yang sudah nonaktif. Nanti untuk statusnya akan diputuskan dari Mahkamah Agung.
"Kalau pelaksanaan tugasnya itu kan sudah tidak bisa lagi karena dilakukan penahanan. Tapi yang jelas pimpinan sudah melaporkan itu ke Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Hasilnya nanti di sana yang menentukan status nonaktifnya itu," ujarnya.
Suwarjo mengatakan untuk perkara di pengadilan yang dipegang Marbun sudah dialihkan ke panitera pengganti lainnya, sehingga tidak mengganggu jalan proses pengadilan yang sudah dipegang Marbun.
"Untuk perkara yang dipegang sudah langsung dialihkan ke panitera pengganti yang lain. Jadi sudah tidak ada lagi perkara yang dipegang Pak Marbun ini," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, oknum panitera pengganti Pengadilan Negeri Jambi Johannes Marbun ditangkap polisi usai melakukan penipuan kepada warga Kota Jambi agar bisa masuk PNS Pengadilan. Korban mengalami kerugian mencapai Rp 305 juta.
Penipuan itu bermula saat perkenalan Marbun dengan korban berinisial N pada Mei 2022 lalu. Marbun meyakinkan bisa memuluskan langkah 2 anak korban bisa PNS Pengadilan tanpa tes.
"Pelaku oknum panitera. Ketika kami proses dan pengaduan ada, dia masih aktif," kata Kapolsek Pasar AKP Cahyono, Senin (4/9/2023).
Cahyono menerangkan korban dimintai uang Rp 305 juta agar 2 anaknya bisa masuk PNS Pengadilan. Akan tetapi, setelah uang diberi, tak ada kejelasan dari pelaku. Hingga berujung dilaporkan ke pihak kepolisian.
"Kalau dilihat modusnya ini memang tidak akan ada terealisasi karena dilihat dari tahunnya dari 2022 sampe sekarang memang tidak ada penerimaan. Dan yang dijanjikan untuk magang itu tidak terealisasikan," sebutnya.
Pelaku dan korban, kata Cahyono, sempat membuat perjanjian saat transaksi uang tersebut. Di mana pelaku akan mengembalikan uang, apabila 2 anak korban tidak berhasil masuk PNS. Hal itu ditandai dengan surat perjanjian yang ditandatangani di atas materai.
"Namun kenyataannya hingga saat ini pengumuman untuk pemanggilan CPNS kepada 2 anak korban tidak ada. Dan uang tersebut tidak ada dikembalikan pelaku," jelas Cahyono.
(des/des)