Kasus oknum guru SD yang memaksa siswa menyodomi dirinya di Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan dinilai psikolog sebagai perilaku yang tergolong parafilia. Lebih parah, kejahatan itu terjadi di sekolah yang seharusnya menjadi ruang aman bagi siswa.
Psikolog dari Klinik Magna Penta Palembang, Anrilia Ema mengatakan bahwa apa yang dilakukan Imam Mahdi (35), oknum guru SD di Muratara tersebut tergolong tindakan mendapat kepuasan seksual melalui objek-objek seksual yang tidak sewajarnya.
"Saya rasa ini merupakan salah satu contoh perilaku oknum pendidik yang mengarah pada tindakan kriminal, karena sudah ada aspek melanggar aturan yakni normal hukum maupun norma sosial," ujar Anrilia kepada detikSumbagsel, Jumat (21/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, untuk bisa memahami penyebab pelaku melakukan tindakan tak senonoh itu, perlu dilihat konteks per kasusnya. Seperti hal-hal apa yang melatarbelakangi tindakan itu dari faktor individu maupun faktor sosial.
Anrilia menjelaskan bahwa dalam kasus-kasus seperti ini, biasanya ada perpaduan antara faktor individual dan faktor sosial.
Faktor individual misalnya perkembangan moral pelaku yang lemah, kecenderungan impulsif, kecenderungan antisosial, dan lainnya. Sementara itu, faktor sosialnya bisa meliputi sistem pengawasan dan pola interaksi pelaku dengan lingkungan.
"Maka dari itu, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap pelaku, apakah memang ada gangugan jiwa atau ada penyebab lain yang membuat mereka melakukan hal tersebut dengan korban anak-anak," terangnya.
Seperti diketahui, Imam melakukan aksi bejatnya kepada korban di belakang gedung sekolah dan perpustakaan. Hal ini cukup ironis mengingat sekolah seharusnya menjadi tempat aman bagi anak-anak.
Terkait hal itu, Anrilia menilai bahwa dalam kasus seperti ini, pelaku tindak kriminal kemungkinan melihat sekolah sebagai tempat strategis untuk melakukan kejahatannya.
Ada kemungkinan pelaku menganggap target masih anak-anak sehingga mudah untuk diperdaya, serta anggapan bahwa lingkungan pendidikan 'aman' sehingga justru dipandang sebagai keuntungan oleh pelaku.
"Sekolah seharusnya memang menjadi tempat yang aman bagi anak-anak, tapi ternyata tidak selalu terjadi demikian. Terutama karena ulah oknum-oknum pendidik seperti ini," katanya.
Peran pelaku sebagai pendidik juga menjadi kedok yang mungkin membuat pelaku nyaman dalam melakukan aksinya. Sebab, anggapan masyarakat umumnya positif terhadap profesi guru. Padahal, Anrilia menegaskan, oknum bisa ada di mana-mana dengan profesi apa pun.
(des/des)