Etri Indahyani (41) diringkus polisi karena menampung dan mempekerjakan 4 anak di bawah umur sebagai asisten rumah tangga (ART). Penyalur ART ilegal itu bahkan memotong upah ART bawaannya hingga Rp 1,7 juta.
Kapolrestabes Palembang Kombes Harryo Sugihartono menyampaikan bahwa dari hasil pemeriksaan, diketahui pelaku menjalankan bisnis ilegalnya dengan sengaja mencari wanita di pelosok desa di perbatasan Sumsel-Lampung. Para wanita ini kemudian ditampung di sebuah rumah kontrakan.
"Karena pelaku ini berasal dari Lampung, jadi dia mencari korbannya di daerah sana. Kemudian mereka dibawa dari daerah asalnya dan ditempatkan pelaku di sebuah kontrakan di kawasan Kalidoni," jelas Kombes Harryo, Sabtu (17/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selagi para ART ditampung, Etri yang seorang ibu rumah tangga (IRT) berkeliling mencari orang kaya yang membutuhkan jasa ART. Kepada para orang kaya ini, Etri menawarkan jasa ART dengan upah Rp 2 juta per bulan untuk satu orang ART.
Seharusnya sebagian besar dari Rp 2 juta itu masuk ke kantong para ART. Nyatanya, saat hari pembayaran upah, para korban hanya mendapat Rp 300 ribu. Sisanya yakni sebesar Rp 1,7 juta masuk ke kantong pribadi Etri.
Padahal para korban mengaku harus bekerja dengan jam kerja yang panjang, yakni pukul 04.00-20.00 WIB. Mereka juga dilarang bermain HP, bahkan tidak diperkenankan memakai hijab. Akhirnya karena tidak tahan, dua orang korban pun melaporkan tindakan Etri.
"Dari situlah kasus ini terungkap, setelah ada dua orang yang berani melaporkan. Dari laporan itu, kita langsung menggerebek penampungan orang tersebut," jelas Harryo.
Setelah ditangkap, Etri mengaku telah menjalankan 'bisnis' ini selama 5 bulan. Selain 4 orang ART anak di bawah umur, polisi juga menemukan 5 orang ART dewasa dalam penggerebekan itu. Total korban ada 9 orang.
Awalnya para korban ini percaya-percaya saja ketika direkrut oleh Etri. Para pengguna jasa ART pun percaya pada Etri karena satu alasan yang sama, yakni Etri mengatasnamakan dirinya sebagai bagian dari yayasan penyalur ART resmi.
"Para wanita yang dijanjikannya pekerjaan percaya karena pelaku mengatasnamakan yayasan penyalur ART, tergiur untuk bisa bekerja sebagai ART. Padahal yayasan tersebut tidak terdaftar (ilegal)," tegas Harryo.
Akibat perbuatannya, Etri ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pindana perdagangan orang (TPPO). Etri dijerat Pasl 76 I juncto Pasl 88 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
(des/des)