Pengusaha Pempek Ngaku Ditagih Pajak Rp 16 M, DJP Sumsel Buka Suara

Sumatera Selatan

Pengusaha Pempek Ngaku Ditagih Pajak Rp 16 M, DJP Sumsel Buka Suara

Welly Jasrial Tanjung - detikSumbagsel
Kamis, 29 Feb 2024 22:20 WIB
DJP klarifikasi pajak pengusaha pempek Rp 16 miliar.
DJP klarifikasi pajak pengusaha pempek Rp 16 miliar. (Welly Jasrial Tanjung/detikcom)
Palembang -

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DjP) Sumatera Selatan (Sumsel) dan Kepulauan Bangka Belitung, Tarmizi buka suara terkait pengusaha pempek di Palembang ditagih pajak Rp 16 miliar melalui kuasa hukum wajib pajak (WP).

"Pertama kami mencoba melihat siapakah yang menyampaikan pemberitaan tersebut. Setelah dicek atas nama AKR, dan ternyata dia bukan siapa-siapa dalam kegiatan upaya hukum wajib pajak," katanya, Kamis (29/2/2024).

"Kami telah melakukan pengecekan atas nama-nama yang disebutkan AKR dan dia bukan kuasa hukum atas WP," tambahanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Tarmizi, AKR bukan kuasa hukum wajib pajak. Dalam catatan pihaknya, AKR merupakan kuasa hukum oknum bekas pegawai DJP tentang kegiatan yang terdahulu.

Kedua, lanjut Tarmizi, mengenai siapakah pengusaha pempek yang ditangih pajak hingga Rp 16 miliar pihaknya tidak bisa memberitahunya.

ADVERTISEMENT

"Kami tidak bisa menjawab siapa wajib pajak tersebut karena ini merupakan kerahasiaan data wajib pajak," tegasnya.

Menurut Tarmizi, mengenai wajib pajak yang ditagih Rp 16 miliar dan turun menjadi Rp 3,1 miliar merupakan hal biasa.

"Jadi kalau ada angka pajaknya mencapai Rp 16 miliar lalu turun menjadi Rp 3,1 miliar itu hal biasa. Bahkan pernah ada pajaknya wajib pajak itu Rp 500 miliar dan berubah jadi Rp 0 itu sudah biasa," ujarnya.



Jika wajib pajak keberatan dengan tagihan pajak yang menurutnya tidak wajar, kata dia, maka wajib pajak bisa menempuh jalur hukum.

"Kami berhak menagih dan wajib pajak bisa melakukan upaya hukum dengan bisa melakukan banding ke pengadilan pajak. Dalam kegiatan ini hak wajib pajak sangat dihargai," ujarnya.

Dijelaskan Tarmizi, dalam penagihan pajak, kantor pajak tidak memaksa, dalam undang-undang pajak, wajib pajak memiliki kewajiban namun tidak bisa membayar tidak akan di kurung fisiknya.

Namun, lanjutnya, wajib pajak ada kewajiban untuk membayar ke kas negara dan diberi kesempatan untuk membayar, tetapi tetap diberi sanksi.

Sebelum dilakukan penagihan, kata dia, wajib pajak memperhitungkan apa-apa yang akan dibayar dan harus melaporkan sendiri ke kantor pajak. Setelah itu, KPP Pratama dengan data yang ada seperti dari institusi, lembaga, asosiasi akan membandingkan dan menguji wajib pajak untuk melihat apakah wajib pajak ini memiliki data lain.

Bila dalam data wajib pajak ada kekuarangan, maka pihaknya pertama sekali akan melakukan permintaan dan penjelasan terhadap wajib pajak dengan memberikan surat imbauan.

"Imbauan untuk wajib pajak tersebut untuk menjelaskan kepada kami untuk mengklarifikasi dan memberikan penjelasan mengenai penilaian dari pihak pajak terhadap wajib pajak," jelasnya.

Kata dia, wajib pajak diberi hak untuk menyampaikan klarifikasinya dan juga boleh tidak menjawab untuk menyampaikan klarifikasinya. Dalam kondisi pemeriksaan, lanjutnya, wajib pajak boleh mengakui dan tidak mengakui karena itu haknya.

"Wajib pajak punya hak untuk melakukan upaya hukum untuk melakukan keberatan," ungkapnya.




(csb/csb)


Hide Ads