Mengenal Bahasa Musi, Salah Satu Bahasa Asli Masyarakat Sumsel

Mengenal Bahasa Musi, Salah Satu Bahasa Asli Masyarakat Sumsel

Rhessya Putri Wulandari Tri Maris - detikSumbagsel
Sabtu, 20 Des 2025 05:30 WIB
Mengenal Bahasa Musi, Salah Satu Bahasa Asli Masyarakat Sumsel
Ilustrasi bahasa. (Foto: Freepik)
Palembang -

Bahasa Musi merupakan salah satu bahasa daerah yang berasal dari kawasan sepanjang Sungai Musi di Provinsi Sumatera Selatan. Bahasa ini tumbuh dan berkembang seiring kehidupan masyarakat yang menetap di wilayah aliran sungai, seperti Musi Rawas, Sekayu, Musi Banyuasin, Sungai Lilin, Babat Toman, hingga Bayung Lencir.

Sungai Musi sendiri sejak dahulu dikenal sebagai pusat peradaban, jalur perdagangan, serta penghubung antarwilayah di Sumatera Selatan, sehingga bahasa yang berkembang di sekitarnya memiliki peran penting dalam kehidupan sosial masyarakat.

Salah satu ciri khas yang paling menonjol dari Bahasa Musi adalah penggunaan dialek unik yang ditandai dengan perubahan bunyi vokal, terutama vokal "a" atau "i" yang sering bergeser menjadi vokal "e".

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ciri ini membuat Bahasa Musi terdengar khas dan mudah dikenali dibandingkan dengan bahasa daerah lain di Sumsel. Keunikan tersebut juga menjadi identitas linguistik masyarakat Musi yang masih bertahan hingga saat ini.

Penasaran dengan Bahasa Musi? Berikut penjelasan lengkap yang telah dirangkum oleh detikSumbagsel mengenai asal-usul, ciri khas, fungsi, hingga perbedaan Bahasa Musi dengan Bahasa Indonesia.

ADVERTISEMENT

Apa Itu Bahasa Musi?

Bahasa Musi merupakan bahasa daerah yang masih aktif digunakan oleh masyarakat di berbagai wilayah Sumsel, khususnya di daerah yang berada di sepanjang aliran Sungai Musi.

Nama "Musi" pada bahasa ini secara langsung menggambarkan keterkaitannya dengan Sungai Musi sebagai pusat kehidupan masyarakat. Sungai tersebut tidak hanya menjadi sumber penghidupan, tetapi juga menjadi jalur penyebaran budaya dan bahasa sejak ratusan tahun lalu.

Bahasa Musi termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu, sehingga memiliki banyak kemiripan dengan Bahasa Melayu Palembang maupun Bahasa Indonesia. Meski demikian, Bahasa Musi tetap memiliki struktur, kosakata, serta pelafalan yang berbeda dan khas, yang menjadikannya sebagai bahasa daerah tersendiri.

Sebagian besar penggunaan Bahasa Musi ditemukan pada masyarakat yang tinggal di kawasan Sekayu, Babat Toman, Musi Banyuasin, Sungai Lilin, Bayung Lencir, dan Banyuasin III. Sementara itu, masyarakat di daerah lain di Sumatera Selatan umumnya menggunakan bahasa campuran antara Bahasa Musi, Bahasa Palembang, dan Bahasa Indonesia, terutama di wilayah perkotaan.

Fungsi Bahasa Musi dalam Kehidupan Masyarakat

Dikutip dari penelitian berjudul "Struktur Bahasa Musi" karya Zainal Abidin Gani dkk., bahasa Musi memiliki peran yang sangat kuat dalam konteks sosial dan budaya masyarakat setempat. Apabila membahas hal-hal yang berkaitan erat dengan adat-istiadat, nilai tradisi, atau norma sosial, masyarakat Musi cenderung menggunakan Bahasa Musi sebagai bahasa utama.

Penggunaan Bahasa Musi kerap dijumpai dalam berbagai pertemuan sosial, seperti acara pernikahan, persedekahan, kenduri, hingga upacara adat. Dalam konteks tersebut, bahasa Musi dianggap lebih sopan, bermakna, dan mampu menyampaikan nilai-nilai budaya secara mendalam dibandingkan bahasa lain.

Selain itu, bahasa Musi juga digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam komunikasi antara orang tua dan anak, antaranggota keluarga, maupun antarwarga di lingkungan masyarakat.

Pada masa lalu, bahasa ini bahkan digunakan dalam kegiatan surat-menyurat, terutama dalam komunikasi antarkampung atau dalam urusan adat dan pemerintahan lokal.

Ciri Khas Bahasa Musi

Salah satu ciri paling menonjol dari Bahasa Musi adalah perubahan bunyi vokal, terutama penggunaan huruf "e" di akhir atau tengah kata. Misalnya, kata "apa" dalam Bahasa Indonesia dapat berubah menjadi "ape", atau kata "kemana" menjadi "kemane".

Perubahan ini membuat Bahasa Musi terdengar lembut namun tegas, serta memiliki intonasi yang khas. Selain perubahan vokal, bahasa Musi juga memiliki kosakata tersendiri yang tidak selalu ditemukan dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Palembang.

Beberapa kata bahkan hanya dipahami oleh penutur asli Bahasa Musi, sehingga bahasa ini memiliki tingkat kekhasan yang cukup tinggi. Dari segi struktur kalimat, Bahasa Musi cenderung sederhana dan langsung, namun tetap kaya makna.

Dalam percakapan sehari-hari, penggunaan bahasa ini sering disertai dengan ungkapan sopan santun dan peribahasa lokal yang mencerminkan nilai kehidupan masyarakat Musi.

Perbedaan Bahasa Musi dan Bahasa Indonesia

Bahasa Musi memiliki perbedaan yang cukup jelas dibandingkan Bahasa Indonesia, baik dari segi pelafalan, kosakata, maupun struktur kalimat. Bahasa Indonesia bersifat baku dan digunakan secara nasional, sedangkan Bahasa Musi bersifat lokal dan digunakan dalam konteks informal maupun adat.

Perbedaan lainnya terletak pada intonasi dan logat. Bahasa Musi memiliki intonasi yang cenderung datar namun panjang pada akhir kata, sementara Bahasa Indonesia memiliki variasi intonasi yang lebih luas. Selain itu, Bahasa Musi lebih sering menggunakan kata sapaan dan ungkapan kekerabatan dalam percakapan sehari-hari.

Berikut contoh perbedaannya:

  • Bahasa Musi Sekayu: Makmane
  • Bahasa Musi Dusun: Macamane
  • Bahasa Indonesia: Bagaimana
  • Bahasa Musi Sekayu: Beno
  • Bahasa Musi Dusun: Nian
  • Bahasa Indonesia: Benar
  • Bahasa Musi Sekayu: Agaisok
  • Bahasa Musi Dusun: Isok
  • Bahasa Indonesia: Besok
  • Bahasa Musi Sekayu: Uya
  • Bahasa Musi Dusun: Gagam
  • Bahasa Indonesia: Garam
  • Bahasa Musi Sekayu: Ayo
  • Bahasa Musi Dusun: Ayek
  • Bahasa Indonesia: Air
  • Bahasa Musi Sekayu: Campak
  • Bahasa Musi Dusun: Umban
  • Bahasa Indonesia: Jatuh
  • Bahasa Musi Sekayu: Ketuwinye
  • Bahasa Musi Dusun: Pecaknye
  • Bahasa Indonesia: Sepertinya
  • Bahasa Musi Sekayu: Upek
  • Bahasa Musi Dusun: Mekan
  • Bahasa Indonesia: Paras
  • Bahasa Musi Sekayu: Jegai
  • Bahasa Musi Dusun: Jahai
  • Bahasa Indonesia: Jari
  • Bahasa Musi Sekayu: Cuwan
  • Bahasa Musi Dusun: Celano
  • Bahasa Indonesia: Celana

Dialek dalam Bahasa Musi

Bahasa Musi terbagi menjadi dua dialek utama, yaitu Dialek Musi Dusun dan Dialek Musi Sekayu. Dialek Musi Dusun meliputi daerah-daerah yang berada di kawasan Musi Rawas dan sekitarnya. Dialek ini dianggap sebagai bentuk Bahasa Musi yang lebih tua dan masih sangat kental dengan unsur tradisional.

Sementara itu, Dialek Musi Sekayu digunakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah Sekayu dan Musi Banyuasin. Dialek ini mengalami sedikit pengaruh dari Bahasa Palembang dan Bahasa Indonesia, terutama di wilayah yang lebih berkembang secara ekonomi dan pendidikan.

Meskipun terdapat perbedaan dialek, penutur Bahasa Musi dari berbagai daerah umumnya masih dapat saling memahami satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa Bahasa Musi memiliki kesatuan linguistik yang kuat meski tersebar di wilayah yang cukup luas.

Pelestarian Bahasa Musi

Di tengah arus modernisasi dan dominasi Bahasa Indonesia, keberadaan Bahasa Musi menghadapi tantangan tersendiri. Generasi muda cenderung lebih sering menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa campuran dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, upaya pelestarian Bahasa Musi menjadi sangat penting agar bahasa daerah ini tidak tergerus oleh perkembangan zaman.

Berdasarkan Jurnal yang berjudul Pemertahanan Bahasa Musi Di Desa Suka Damai Kecamatan Plakat Tinggi Kabupaten Musi Banyuasin oleh Iswinda Pramita, beberapa daerah terutama Desa Suka Damai mempertahankan Bahasa daerah ini dengan cara mengajarkannya kepada para penerus.

Selain itu, pelestarian juga dapat dilakukan melalui pendidikan, dokumentasi bahasa, serta penggunaan Bahasa Musi dalam kegiatan budaya dan media lokal. Dengan demikian, Bahasa Musi tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga menjadi simbol identitas dan warisan budaya masyarakat Sumatera Selatan yang patut dijaga dan dilestarikan

Nah, itualah penjelasan mengenai Bahasa Musi yang jarang diketahui. Semoga bermanfaat ya!

Artikel ini ditulis oleh Rhessya Putri Wulandari Tri Maris, mahasiswa magang Prima PTKI Kementerian Agama.




(mep/mep)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads