Tradisi Midang Bebuke Masyarakat OKI di Lebaran Ketiga Libatkan Gen Z

Sumatera Selatan

Tradisi Midang Bebuke Masyarakat OKI di Lebaran Ketiga Libatkan Gen Z

Welly Jasrial Tanjung - detikSumbagsel
Jumat, 12 Apr 2024 23:59 WIB
Tradisi Midang Bebuke di OKI yang masih dilestarikan masyarakat.
Foto: Tradisi Midang Bebuke di OKI yang masih dilestarikan masyarakat. (Dok. Humas OKI)
OKI -

Ada tradisi menarik di Ogan Komering Ilir usai Hari Raya Idul Fitri. Tradisi ini selalu dilakukan oleh masyarakat OKI tepat pada Lebaran ketiga atau keempat yakni Midang Bebuke atau arak-arakan pakaian adat.

Pada tradisi Midang Bebuke ini akan ada arak-arakan puluhan pasangan pengantin akan mengelilingi Sungai Komering yang diiring musik jidur, Jumat (12/4/2024) siang.

Sesepuh dan tokoh masyarakat Kayuagung, Saiful Ardan mengatakan, awal mulanya Midang Bebuke terjadi sekitar abad ke-17. Konon, midang dijadikan sebagai syarat pernikahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dijelaskan Ardan, ada perseteruan antara pihak mempelai laki-laki dan perempuan. Pihak mempelai laki-laki berasal dari keluarga yang miskin sementara pihak perempuan berasal dari keluarga yang terpandang. Lalu pihak perempuan meminta sejumlah syarat kepada keluarga laki-laki berupa arak-arakan kereta hias menyerupai naga lengkap dengan gegawaannya. Singkat cerita persyaratan tersebut dipenuhi.

"Jadi, sejak peristiwa itulah, masyarakat Kota Kayuagung menyelenggarakan acara Midang Bebuke Morge Siwe," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Ardan mengatakan, midang dalam istilah masyarakat Kayuagung adalah sebuah kegiatan berjalan kaki dengan menggunakan pakaian adat perkawinan masyarakat Kayuagung, sedangkan bebuke artinya Lebaran.

"Kala itu midang merupakan perkawinan dalam adat yang tertinggi di Morge Siwe (Sembilan Marga) yang merupakan persyaratan untuk jemput mempelai perempuan oleh mempelai laki-laki atau masuk dalam adat istiadat perkawinan, dan seiring dengan berjalannya waktu midang ini terus mengalami perkembangan sehingga menjadi sebuah agenda pariwisata di OKI," pungkasnya.

Kini midang telah menjadi agenda tahunan di Kota Kayuagung terutama pada perayaan Idul Fitri (bebuke). Bahkan midang telah ditetapkan sebagai kekayaan khasanah budaya masyarakat Kayuagung melalui sertifikat Warisan Budaya tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

Pada Midang Bebuke tahun ini, Pj Bupati OKI, Asmar Wijaya mengapresiasi dukungan masyarakat sehingga tradisi midang tetap lestari hingga kini.

"Tentu tradisi ini tetap terjaga berkat dukungan masyarakat. Antusiasme dan kesadaran masyarakat yang tinggi untuk menjaga warisan leluhur," terang dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten OKI, Ahmadin Ilyas mengatakan rangkaian midang tahun ini dirangkai dengan perlombaan Cang-incang.

Cang-incang merupakan salah satu jenis sastra lisan yang melekat dengan tradisi masyarakat Kayuagung. Cang-incang biasanya ditampilkan dalam upacara perkawinan. Hingga kini tradisi ini masih kelihatan fungsinya baik di dalam kalangan masyarakat yang tinggal di dalam kota Kayuagung maupun yang tinggal di kota lainnya.

"Harapan kami dengan adanya perlombaan Cang-incang, maka akan ada generasi penerus yang akan terus melestarikan tradisi turun-temurun asli Kayuagung," ujar Ahmadin.

Ia menyebut rute kegiatan midang sendiri akan dilaksanakan di sepanjang aliran Sungai Komering. Di hari ketiga Idul Fitri, Midang Bebuke diikuti oleh 6 Kelurahan dalam Kecamatan Kota Kayuagung antara lain, Kelurahan Kedaton, Perigee, Kayuagung Asli, Cinta Raja, Sida Kersa dan Tanjung Dancing. Sementara di hari keempat Idul Fitri akan diikuti kelurahan Kuta Raya, Sukadana, Paku, Mangun Jaya dan Jua-Jua.

"Rute perjalanan dimulai dari Kelurahan Kayuagung Asli menuju ke Kedaton. Lalu menyeberang pakai perahu ketek menuju ke Jua-jua dan berkumpulnya di pendopoan rumah dinas Bupati OKI, dirangkai dengan perlombaan Cang-incang. Setelah itu barulah para peserta dapat kembali ke kelurahan masing-masing," tutur Ahmadin.




(dai/dai)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads