Kelenteng Bersejarah di Palembang, Paling Tua hingga Simpan Kisah Cinta

Kelenteng Bersejarah di Palembang, Paling Tua hingga Simpan Kisah Cinta

Sabrina Adliyah - detikSumbagsel
Minggu, 04 Feb 2024 20:59 WIB
Dua ribu lampion dipasang di kelenteng Dewi Kwan Im yang terletak di tepi Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan.
Foto: Kelenteng Dewi Kwan Im di Palembang (Raja Adil Siregar-detikcom)
Palembang -

Selain terkenal dengan ragam kuliner khas, Palembang juga memiliki destinasi wisata religi penuh sejarah. Nah, kelenteng bersejarah di Palembang bisa menjadi destinasi yang bisa didatangi detikers jika berkunjung ke Kota Pempek ini.

Untuk diketahui, kelenteng di Palembang ada banyak dan menyebar lokasinya di hampir seluruh kecamatan. Namun ada beberapa kelenteng bersejarah di Palembang yang namanya cukup populer dan menjadi tujuan wisata turis lokal dan mancanegara.

Tahukah detikers, cerita mengenai kelenteng-kelenteng tersebut tak lepas dari kisah perjalanan pelayar Tionghoa ke Indonesia, khususnya ke Sumatera Selatan (Sumsel). Lantas, apa saja kelenteng bersejarah di Palembang itu?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kelenteng Bersejarah di Palembang

Berikut detikSumbagsel rangkum kelenteng bersejarah di Palembang.

1. Kelenteng Chandra Nadi (Soei Goeat Kiong)

Kelenteng Chandra Nadi merupakan kelenteng tertua di Kota Palembang. Menurut laman resmi Giwang Sumsel, kelenteng yang juga dikenal dengan nama Kelenteng Dewi Kwang Im ini dibangun pada masa Kesultanan Palembang Darussalam dan Kolonial Belanda.

ADVERTISEMENT

Menurut skripsi berjudul Makna Simbolik pada Makanan Sesembahan dalam Tradisi Sembahyang Pemeluk Ajaran Tridharma di Klenteng Chandra Nadi (Soei Goeat Kiong) 10 Ulu Palembang karya Gustyn Ningrum, kelenteng ini sudah ada sejak sekitar 300-400 tahun yang lalu. Tempat ibadah warga Tionghoa ini dibangun karena saat itu, para perantau Tionghoa ke Palembang tidak memiliki tempat singgah dan beribadah.

Daya tarik dari kelenteng berusia 285 tahun ini, yaitu dalam jumlah dewa-dewi yang berjumlah 12 di mana salah satunya terdapat makam seorang panglima Islam keturunan Tionghoa bernama Ju Sin Kong atau Apek Tulong.

Nama Chandra Nadi berasal dari kata chandra yang berarti cahaya dan nadi yang berarti aliran. Sehingga, Chandra Nadi diartikan sebagai sinar yang mengalir dari dewa ke umatnya.

Kelenteng Chandra Nadi berada di kampung 10 Ulu yang merupakan pengganti di kawasan 7 Ulu karena terbakar. Lokasinya berada di Jalan Benteng, 9/10 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I, Kota Palembang.

Kelenteng ini memegang peranan penting dalam mengadakan upacara keagamaan masyarakat Tionghoa mulai dari upacara hari raya besar seperti Imlek. Upacara pada saat Imlek diadakan di kelenteng ini lalu diteruskan ke Kelenteng Hok Tjing Rio di Pulau Kemaro.

2. Kelenteng Hok Tjing Rio

Kelenteng satu ini lokasinya berada di tengah Sungai Musi atau tepatnya di Pulau Kemaro, Palembang. Kelenteng Hok Tjing Rio memiliki warna serba merah yang sangat cantik.

Terdapat juga patung Buddha dengan cat emas setinggi dua meter. Patung tersebut berada di belakang kelenteng. Kelenteng Hok Tjing Rio sudah berdiri sejak tahun 1962. Sejarahnya tak terlepas dari legenda cinta Pulau Kemaro.

Dikutip dari detikTravel, pada zaman Kerajaan Palembang ada seorang saudagar Tiongkok bernama Tan Bun An yang jatuh cinta dengan putri raja bernama Siti Fatimah. Mereka pun menjalin hubungan hingga Tan Bun An mengajak sang kekasih ke Tiongkok untuk bertemu orang tuanya.

Suasana di Pulau Kemaro jelang perayaan Cap Go Meh. Ada 800 personel polisi yang disiagakanSuasana di Pulau Kemaro jelang perayaan Cap Go Meh. Ada 800 personel polisi yang disiagakan Foto: Raja Adil Siregar/detikcom

Saat pulang, mereka dibekali 7 buah guci dari orang tuanya berupa sayuran sawi asin. Mengetahui isinya, Tan Bun An merasa kecewa dan menendang semua guci ke Sungai Musi dari atas kapal. Tak disangka, guci terakhir pecah di dek kapal dan memperlihatkan isinya yang ternyata adalah emas. Tanpa berpikir panjang, dirinya langsung terjun ke sungai untuk mencari emas lainnya.

Ditunggu lama, Tan Bun An tak kunjung muncul setelah menyelam ke Sungai Musi. Pengawalnya lantas ikut terjun untuk menyelamatkannya. Namun ternyata sang pengawal pun tak juga kembali.

Khawatir dengan suami dan pengawalnya, Siti Fatimah juga ikut melompat ke sungai untuk menyelamatkan keduanya. Pada akhirnya, ketiga orang tersebut tak pernah muncul kembali ke permukaan.

Konon, dari tempat tersebutlah muncul Pulau Kemaro. Keyakinan tersebut juga diperkuat dengan adanya mitos pohon cinta dibalik Kelenteng Hok Tjing Rio.

Pohon ini unik karena lebih rendah dari pohon lainnya di pulau tersebut. Pohon cinta ini diyakini sebagai legenda cinta kedua pasangan yang hilang tenggelam tersebut.

Itu dia 2 kelenteng bersejarah di Palembang yang juga menjadi daya tarik wisatawan. Semoga bermanfaat, ya!




(dai/dai)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads