Prasasti Telaga Batu merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang cukup terkenal. Prasasti ini disimpan di Museum Nasional dengan nomor koleksi D.155.
Pada tahun 1934, Prasasti Telaga Batu ini ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru, Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang. Isinya sumpah atau kutukan terhadap siapa pun yang melakukan kejahatan atau tidak taat kepada raja.
Lantas seperti apa bentuk prasasti ini? Yuk simak informasi lengkap mengenai Telaga Batu. Mulai dari sejarah, letak, hingga isi di dalamnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah dan Letak Prasasti Telaga Batu
Dikutip buku Ensiklopedia: Seni, Budaya, dan Pariwisata Kota Palembang milik Syarifuddin dkk, prasasti Telaga Batu ini ditemukan oleh R.M. Akib di Sabokiking, Palembang pada tahun 1934. Prasasti ini berbentuk telapak kaki yang pinggiran atasnya terpahat 7 kepala ekor ular sendok (kobra) lengkap dengan permata kemalanya.
Prasasti ini berasal dari abad ke-10 Masehi, akan tetapi menurut J.F. de Casparis (1956), prasasti ini berasal dari abad ke-7 Masehi. Pada situs Telaga Batu, ditemukan arkeologi berupa struktur bangunan yang dikelilingi oleh parit yang salah satu salurannya bermuara di Sungai Musi.
Prasasti Telaga Batu banyak bermuatan persumpahan. Prasasti ini merupakan tanda bahwa di Kota Sriwijaya tinggal para pejabat kerajaan, panglima tentara, para penegak hukum, para saudagar, para tukang/perajin sampai dengan para tukang cuci kerajaan yang disumpah oleh Datu Sriwijaya.
Isi Prasasti Telaga Batu
Berdasarkan Jurnal Figur Ular Pada Prasasti Telaga Batu: Upaya Pemaknaan Berdasarkan Pendekatan Semiotika Peirce milik Muhammad Alnoza, prasasti yang dikeluarkan oleh Kedatuan Sriwijaya ini berisi tentang kutukan kepada siapa saja yang melawan kuasa sang raja. Dan sering disebut para peneliti sebagai prasasti persumpahan.
Raja Sriwijaya dalam prasasti tersebut bersumpah di depan para dewa (termasuk dewa lokal bernama Tandrun Luah), agar siapa saja yang melawan raja maka akan mati seketika karena kena kutuk. Berikut beberapa poin yang terdapat di dalam isi Prasasti Telaga Batu:
1. Kutukan terhadap pejabat kerajaan yang durhaka dan tidak taat kepada perintah raja, adapun salah satu penggalan kalimat yang terdapat pada prasasti tersebut berbunyi sebagai berikut :
(...kalian semuanya, berapa pun kalian, anak-anak raja, pemimpin, panglima tentara, nayaka, pratatya, orang kepercayaan raja, hakim, pengawas sekelompok pekerja, pengawas kasta rendah, pemotong), kumaramatya, catabatha, adhikarana, juru tulis, pematung, nakhoda kapal, pedagang, komandan, tukang cuci dan budak raja. kalian semua akan dibunuh dengan kutukan, apabila kamu tidak tunduk kepadaku...)
2. Kutukan terhadap orang yang melakukan kejahatan, berikut ini merupakan penggalan kalimat yang ada pada prasasti tersebut yang bertuliskan:
(...Selain itu, apabila kamu berencana untuk menghancurkan prasasti ini atau mencurinya, siapa pun kamu dari kelas rendah menengah atau tinggi, atas dasar itu, atau kamu berencana untuk menyerang keratonku, kamu akan dibunuh dengan cara di kutuk...)
Untuk lebih lengkapnya mengenai isi prasasti telaga batu dapat dilihat pada link berikut ini.
Makna Figur Ular Berkepala Tujuh
Makna figur ular pada Prasasti Telaga Batu adalah sebagai mucalinda yang melindungi Datu Sriwijaya beserta hukum yang ia buat. Mucalinda dalam prasasti Telaga Batu didasari konsep Buddharaja yang berkembang di Asia Tenggara saat itu. Berdasarkan perbandingan yang dilakukan antara mucalinda di Kerajaan Sriwijaya dan Asia Tenggara daratan, keduanya menggunakan mucalinda untuk melindungi sang raja, akan tetapi keduanya memiliki cara yang berbeda untuk menunjukkan perwujudan keterkaitan mucalinda pada sosok raja.
Mucalinda menandakan wibawa sang datu sebagai Buddha yang hidup di dunia. Mucalinda di Sriwijaya juga memiliki peran yang signifikan karena berkaitan dengan perwujudan langsung sang datu, dan menjadi penanda bahwa datu memiliki kuasa penuh dan memberi berkah bagi hajat hidup masyarakat Sriwijaya.
Itu dia penjelasan tentang Prasasti Telaga Batu peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat dan dapat membantu untuk detikers semua.
Artikel ini ditulis oleh Amir Yusuf, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(dai/dai)