Salah satu rangkaian perayaan tahun baru Imlek di Palembang yang terkenal yakni Cap Go Meh. Biasanya setiap tahun, Cap Go Meh digelar di Pulau Kemaro.
Cap Go Meh di Pulau Kemaro menjadi puncak perayaan Imlek yang dilakukan masyarakat Tionghoa di Palembang. Pulau Kemaro sendiri merupakan tempat bersejarah yang dijadikan rumah ibadah. Di sana terdapat objek wisata pagoda, kelenteng dan makam. Tersimpan legenda cinta mengenai cerita antara Pangeran Tan Bun An dan Putri Siti Fatimah.
Lantas seperti apa perayaan Cap Go Meh di Pulau Kemaro, ini dia penjelasan tentang sejarah hingga makna perayaannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Cap Go Meh
Mengutip dari skripsi berjudul Perancangan Buku Ilustrasi Perayaan Cap Go Meh di Pulau Kemaro Sumatera Selatan karya Allethea Adriane Putri, Cap Go Meh merupakan perayaan tahunan yang digelar saat hari ke-15 setelah tahun baru Imlek.
Secara istilah, "cap go" berarti lima belas sedangkan "meh" adalah malam. Sehingga dapat diartikan bahwa Cap Go Meh merupakan perayaan pada malam ke-15. Ternyata, perayaan ini sudah ada sejak Dinasti Han (206 SM-220 M).
Pada masa itu, masyarakat Tionghoa membuat pesta rakyat dengan memasang lampion warna-warni saat malam hari. Sehingga tak heran jika Cap Go Meh sering disebut Festival Lampion.
Kebiasaan memasang Lampion ternyata memiliki makna mendalam bagi Tionghoa. Masa itu mereka percaya bahwa memasang lampion dapat mengusir hama dan menakuti binatang perusak tanaman.
Keunikan Cap Go Meh
Ketika merayakan Cap Go Meh, masyarakat Tionghoa menghidangkan berbagai makanan seperti kue-kue manis. Makanan tersebut memiliki nilai kemakmuran, keselamatan dan kebahagiaan. Semua hidangan tersebut merupakan kesukaan dari leluhur mereka.
Selain itu, perayaan ini menjadi momen berdoa bersama keluarga. Sama halnya seperti lebaran, masyarakat Tionghoa yang merantau akan pulang ketika perayaan tiba. Kemudian pergi ke kelenteng bersama keluarga untuk beribadah dan berdoa serta meminta keselamatan di tahun baru ini.
Perayaan Cap Go Meh di Pulau Kemaro
Setiap daerah merayakan Cap Go Meh dengan cara yang berbeda-beda. Biasanya perayaan ini dilakukan di tempat ibadah seperti kelenteng. Namun, untuk Palembang, Pulau Kemaro menjadi lokasi khusus.
Masyarakat Tionghoa percaya bahwa Pulau Kemaro memiliki jejak leluhur yang memiliki cerita cinta abadi antara Tan Bun An, pangeran dari Cina dengan Siti Fatimah, putri Palembang. Karena legenda itu, Pulau Kemaro menjadi spesial.
Berdasarkan sumber skripsi di atas, Pengurus Yayasan Tridharma Pulau Kemaro, Harun mengatakan perayaan Cap Go Meh di Palembang dilakukan pada hari ke-13. Proses perayaan tersebut dimulai dari hari ke-12 dan penutupan pada hari ke-15.
Sebelum menuju Pulau Kemaro, masyarakat Tionghoa menaiki kapal tongkang yang sudah disiapkan secara gratis. Tongkang-tongkang tersebut dihiasi dengan ornamen khas Imlek seperti lampion. Terdapat juga kursi yang disusun rapi untuk tempat duduk penumpang. Siapapun dapat mengikuti perayaan tersebut.
Rangkaian Acara di Pulau Kemaro
Ada beberapa rangkaian acara yang dilakukan masyarakat Tionghoa di Palembang. Ketika menjelang perayaan, mereka memberikan sedekah untuk fakir miskin, persembahan kepada dewa-dewi serta mempersiapkan diri secara lahir dan batin.
Hal itu bertujuan untuk meminta rejeki di tahun baru dengan menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa serta dewa-dewi yang sudah memberikan kehidupan cukup selama satu tahun lalu. Tak lupa meminta kebahagiaan dalam menjalani hidup di tahun berikutnya.
Setelah melakukan hal tersebut, mereka bersiap untuk melakukan puncak perayaan di Pulau Kemaro. Selain khusyuk beribadah, perayaan ini memiliki beberapa beberapa acara hiburan, di antaranya:
1. Barongsai
2. Wayang Tradisional Tiongkok
3. Orgen Tunggal dan Band
Kemudian, pada momen puncak yakni hari ke-13, diadakan ritual menyembelih kambing hitam di depan makam Putri Siti Fatimah. Ritual ini bertujuan untuk menghormati sang putri yang beragama Islam.
Nah, itulah informasi tentang perayaan Cap Go Meh di Palembang yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa. Semoga artikel ini berguna ya!
(dai/dai)